Kembali Ke Atas
Beranda
Rangkuman
Seminar
Memaknai Al Harakah At Tanwiriyah dalam Berbagai Perspektif
Muhammad Amin Muhammad Amin
Februari 08, 2019

Memaknai Al Harakah At Tanwiriyah dalam Berbagai Perspektif

Kamis (7/2), saya berkesempatan hadir pada acara Sarasehan Kebangsaan Pra Tanwir Muhammadiyah di Teater Dome UMM. Tema Tanwir kali ini adalah agama yang mencerahkan. Menghadirkan para elit Muhammadiyah untuk mengupas seberapa penting tanwir kali ini. Ada Prof. Malik Fajar, Dr. Haedar Nasir, Prof. Munir Mulkhan, Prof. Muhajir Effendy, Prof. Syamsul Arifin, Prof. Magniz Suseno, dan Dr. Nazaruddin Malik. Kesemuanya membahas tanwir dari sudut pandang masing-masing.

Dimulai agak telat, satu jam dari jadwal awal. Lagu-lagu didendangkan untuk mengisi kekosongan. Setelah kumandang ayat suci Alquran dan lagu Indonesia Raya dan Mars Muhammadiyah, Prof. Malik Fajar selaku ketua BPH (Badan Pembina Harian) UMM memberikan sambutannya sekitar satu jam.

Beliau memulai sambutan dengan sabda Nabi, innamaa bu'itstu liutammima makaarimal akhlak dan khirun naas anfa'uhum linnaas. Muhammadiyah sejak berdiri begitu menjunjung tinggi kemanusiaan. Lewat pendidikan dan kesehatan, Kyai Dahlan menggebrak kejumudan kala itu. Islam adalah kemanusiaan setelah iman. Hal ini ada dalam majalah Soeara Muhammadijah di awal berdiri.

Ada banyak ayat dalam Alquran dengan redaksi, aamanuu wa 'amilus shoolihaat. Maknanya setelah beriman adalah beramal saleh. Amal saleh adalah amal sesuai hati nurani. Yang oleh Ahmad Dahlan diterjemahkan ke dalam spirit gerakan Al-Maun. Indonesia ke depan akan damai bila menjungjung tinggi akhlak. Sebab kita lihat sekarang ini orang lebih banyak yang punya sumbu pendek. Sebentar-sebentar geger. Sebentar-sebentar berkelahi. Kita tak menginginkan hal semelacam ini. Islam adalah agama kedamaian, menyenangkan, dan mencerdaskan.

Uraian Prof. Malik Fajar dilengkapi oleh Dr. Sa'ad Ibrahim yang fokus pada kata tanwir. Tanwir memiliki akar kata nawwara yunawwiru. Kita harus menjadi harakah munawwariyyah. Gerakan pencerahan. Ada juga ungkapan muktamar yang akar katanya ada tiga huruf. Ain, mim, dan ra. Umran berarti peradaban. Islam memiliki misi mengeluarkan manusia dari kegelapan yang dalam bahasa Arab disebut zulumaat. Zulumat satu akar dengan zalim. Artinya bila ada kezaliman di suatu negeri, maka kezaliman akan menghancurkan negeri, tidak mencerahkan. Maka, nasihat beliau kepada peserta hendaknya sempatkan salat tahajud dan berdoa lebih panjang agar segala agenda pencerahan Muhammadiyah berjalan lancar dan dimudahkan.

Dr. Haedar Nasir menyatakan bahwa Muhammadiyah mendobrak kejumudan. Di sebuah peresmian masjid kampung di Jogjakarta, Sri Sultan berpidato yang apik tentang Muhammadiyah ditinjau dari epistemologi bayani, burhani, dan irfani. Beliau kira tidak banyak dari orang Muhammadiyah yang paham ini. Beliau meminta dirumuskan hal semacam ini agar dakwah Muhammadiyah semakin mencerahkan dari hari ke hari. Iqra' sebenarnya punya spirit mencerahkan. Ia adalah risalah pencerahan. Kita harus terus konsisten dalam dakwah pencerahan dalam suasana pasca reformasi yang bila seseorang terlalu ke kanan dan digabung dengan politik akan melahirkan sesuatu yang serba absolut. Yang benar dia sendiri, yang lain salah. Atau ikut mereka yang golongan kiri yang sering dicap melawan pemerintah, memberontak.

Ketua PP Muhammadiyah mengetengahkan tiga nilai penting yang harus dipegang oleh warga Muhammadiyah. Yaitu, nilai kasih sayang, keadilan, dan ihsan (berbuat kebaikan). Islam adalah agama pengasih bagi semua makhluk. Islam tidak menganut ciri-ciri jahiliyah seperti kekerasan.

Nilai keadilan juga harus dipegang oleh Muhammadiyah sebagai upaya mencerahkan. Jangan lagi ada ketimpangan yang terjadi. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Muhammadiyah peduli pada siapa pun, tak memandang agamanya apa, profesinya apa. Yang penting adalah terus menebar kebaikan bagi kemajuan bangsa.

Adapun nilai ihsan dimaknai dengan rif'ah. Apa itu rif'ah? Rif'ah adalah menyambung orang yang telah memutuskan hubungan dengan kita, lemah lembut kepada yang berlaku kasar kepada kita. Ini sulit. Tetapi kita selalu bisa upayakan. Dakwah mu'aradah (konfrontasi) harus berubah ke dakwah muwajahah (menghadapi). Hal ini sesuai kesepakan langkah gerak Muhammadiyah abad ke-2.

Prof. Muhajir Effendy mengungkapkan tentang betapa kayanya Indonesian dengan wilayah, penduduk, dan budaya yang begitu kaya. Bahkan, budaya kita terus antre untuk mendapat pengakuan UNESCO. Kalau Amerika adalah adidaya ekonomi dan militer, tetapi Indonesia adalah adidaya budaya. Indonesia menempati urutan pertama negara dengan kekayaan tak benda. Yang harus dijaga dalam bernegara adalah persaudaraan, persatuan, dan keutuhan Republik Indonesia. Melalui pendidikan Muhammadiyah terus mengawal karakter generasi penerus bangsa.

Prof. Munir Mulkhan mengetengahkan isu infrastruktur kebangsaan Muhammadiyah. Ia adalah nilai-nilai yang dipegang Muhammadiyah. Washatiyyah sudah menjadi ciri Muhammadiyah sejak awal berdiri. Menurut beliau ada tiga anggota Muhammadiyah di awal berdirinya. Mereka adalah anggota biasa, istimewa, dan donatur. Anggota biasa seperti kebanyakan warga Muhammadiyah. Beragama Islam, mengambil keputusan Muhammadiyah dalam menyikapi problematika kehidupan. Anggota istimewa adalah mereka yang beragama apa saja yang menjadi anggota Muhammadiyah dan punya andil besar. Ia tidak memiliki hak memilih dan dipilih. Donatur tentu saja mereka yang memberikan donasi kepada dakwah Muhammadiyah.

Muhammadiyah adalah dakwah jamaah. Maksudnya, dalam berdakwah, Muhammadiyah tidak melulu berada dan tampil di depan panggung. Ia bisa saja berdiri di belakanh panggung, terus memberi dukungan tanpa menggunakan simbol-simbol Muhammadiyah. Hal semacam inilah yang hendaknya dimiliki warga Muhammadiyah.

Prof. Magniz Suseno memulai uraiannya tentang betapa damainya antara muslim dan non-muslim. Sebagai umat Katolik, beliau mengakui bahwa beliau damai ketika berada di tengah mayoritas muslim. Ia tak merasa dipojokkan. Masa depan Indonesia tergantung pada masa depan Islam di Indonesia. Pancasila bukanlah alternatif negara agama. Ia disusun untuk menampung aspirasi agama sepenuhnya. Toleransi agama di Indonesia dapat dikatakan masih cukup baik. Ia berharap keadaan semacam ini dapat terus berjalan di Indonesia.

Dr. Nazaruddin Malik fokus pada jihad amaliyah melalui pengelolaan AUM yang profesional. Menurutnya bila AUM digarap dengan sungguh-sungguh, maka sumbangsih kepada bangsa tentu akan semakin terasa. Keuntungan-keuntungan ekonomis AUM tersebut dialihkan kepada kegiatan-kegiatan sosial yang sangat baik dan diapresiasi banyak kalangan.

Sedangkan Prof. Syamsul Arifin menyatakan bahwa efek akidah adalah muamalah. Kita harus radikal dalam akidah. Tetapi harus fleksibel ketika berbicara tentang muamalah. Menurut Umar Syihab, ada hal-hal yang ikhtilaf (perbedaan yang tidak dapat dihindari) kadang bisa berubah menjadi khilaf (pertentangan) yang buruknya bisa jadi berubah menjadi iftiraq (perpecahan).

Kenikmatan beragama akan terasa tatkala kita melaksanakannya. Dalam tataran akidah kita adalah satu. Tetapi dalam tataran interpretasi dan manifestasi selalu ditemukan perbedaan. Menurut Clifford Girtz kita memiliki sense of common culture. Rasa akan kebudayaan umum, tanpa memedulikan perbedaan praktik ibadah, bahkan agama. Hasil tanwir harus dipraktikkan oleh elit sampai lapisan paling bawah. Jangan sampai elit meminta lapisan paling bawah menjalankan sesuatu sedangkan mereka tidak melakukannya.

Demikian rangkuman Sarasehan Kebangsaan dalam rangka Pra Tanwir. Semoga segala yang didapatkan dari sarasehan ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Mari terus menebar pencerahan di mana pun kita berada. Jadilah umat yang terbuka terhadap perubahan dan perbedaan. Jangan menjadi golongan yang maunya benar sendiri yang sesungguhnya akan menyulitkan diri sendiri. Salam damai, salam beragama yang mencerahkan.

Malang, 8 Februari 2019

Penulis blog

Muhammad Amin
Muhammad Amin
Dosen Bahasa Arab UIN Sunan Gunung Djati Bandung, penulis, pemerhati pendidikan dan bahasa, siniar, IT enthusiat

Terima kasih sudah berkunjung. :)