Hari-hari ini UIN Maliki Malang
digemparkan dengan isu korupsi yang ditujukan kepada pembesar kampus. Sebenarnya
isu mengenai korupsi ini sudah lama diketahui, namun baru beberapa hari ini
dimunculkan dengan menggugat bahwasannya Prof. Imam Suprayogo masuk dalam
kawasan tersangka.
Mengingat jasa Prof. Imam Suprayogo
dalam membangun kampus UIN Maliki Malang ini sejak masih model sekolah impres
ala Belanda sampai sekolah dengan berbagai teknologinya yang canggih memang tak perlu diragukan lagi.
Tapi lagi-lagi ada sekelompok orang yang mungkin merasa rishi melihat majunya
kampus ini dengan segala hal di dalamnya. Mereka mungkin ingin menunjukkan
eksistensi lewat hal ini, atau mungkin ada hal lain, saya pun tak dapat
memastikan alasan apa itu.
Isu korupsi ini berawal dari pembelian
tanah kampus UIN II yang berlokasi di Batu. Awalnya, Beliau menjadi saksi atas
kasus korupsi ini, namun hari-hari ini Beliau disebut menjadi tersangka oleh
Kejari Malang setelah pemeriksaan dokumen, saksi dan segala hal yang berkaitan
dengan kasus tersebut. Kasus ini pada 2008 dianggap telah merugikan Negara sebesar
6,6 milyar.
Melihat pemberitaan tersebut, beberapa
pihak pendukung Prof. Imam menggalang aksi solidaritas demi menjaga agar citra
kampus Islam ini tetap baik dipandang masyarakat luas. Beberapa waktu lalu,
tatkala saya bersama teman-teman panitia UAS Ma’hady melakukan rapat koordinasi
pertama bersama Kyai Muzakki sebagai ketua panitia UAS Ma’hady mengadakan
semacam do’a bersama agar Prof. Imam dapat bebas dari kekangan kedzaliman
orang-orang yang membencinya. Hal ini ditegaskan oleh Prof. Imam Suprayogo
dalam khutbah bakda dzuhurnya Selasa, 13 Mei 2014 di Masjid Tarbiyah. Beliau
menyatakan “SAYA TIDAK BUTUH KEMENANGAN, BIAR PUN SAYA HARUS MENANGGUNG SEGALA
KONSEKUENSI, SAYA SIAP AKAN ITU SEMUA KARENA SAYA YAKIN KEBENARAN AKAN TAMPAK,
BEGITU PUN DENGAN KEDZALIMAN”. Tak hanya itu, di facebook pun dibentuk sebuah
kelompok pecinta Prof. Imam yang bertujuan agar jangan sampai Prof. Imam
Suprayogo menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Pagi tadi Muhtadi Ridwan
sebagai pelopor gerakan #saveProfImamSuprayogo menggelar aksi turun jalan ke
Kejaksaan Negeri Malang bersama hampir 50 % civitas akademika UIN Maliki Malang
yang sebelumnya diadakan penandatanganan oleh civitas akademika atas maraknya isu
yang menimpa kalangan pembesar kampus ini. Dalam aksi itu, intinya mereka
meminta sebuah keadilan ditegakkan dengan setegak-tegaknya.
Prof. Imam bisa jadi tidak benar-benar
pelaku korupsi dalam kasus pengadaan tanah kampus UIN 3 di Junrejo tersebut
karena menurut hemat penulis Prof. Imam terkenal dengan berbagai sifat baiknya,
kearifannya, kedekatannya dengan mahasiswa, relasi yang kuat dengan berbagai
pihak, dsb meski usianya sudah berkepala 6. Selain itu, melihat selama 16 tahun
menjabat sebagai rektor di kampus ini, Beliau belum pernah mengambil sepeser
pun gaji yang diberikan kampus, Beliau malah menabungnya untuk membangun ma’had
dan sebagainya. Melihat dari hal itu, memang mustahil Beliau mau melakukan
korupsi dalam hal pengadaan tanah kampus UIN II Batu. Tetapi, yang namanya
manusia tak pernah luput dari salah dan dosa. Bisa jadi memang Prof. Imam
Suprayogo tidak melakukan korupsi itu secara langsung tetapi atas persetujuan
Beliau dalam menggunakan anggaran pengadaan tanah tersebut Beliau bisa dianggap
sebagai tersangka.
Keluar dari hal itu, sebagai seorang
murid terhadap guru, tentunya ada sebuah rasa hormat atas segala perjuangan dan
jerih payah guru tersebut. Namun, jika ternyata didapati sebuah kekeliruan di
dalamnya tentu seorang murid hendaknya tidak segan-segan mengingatkan Sang Guru
guna perbaikan ke depannya. Semua masukan itu harus diterima oleh Sang guru
dengan segala konsekuensinya.
Dilihat dari kacamata lain, tampaknya
kampus ini belum memiliki relasi yang cukup bagus dengan berbagai media masa
yang ada di sekitar kampus atau bahkan media nasional. Sehingga segala berita
dengan mudah keluar tanpa adanya sebuah klarifikasi yang jelas kepada yang
bersangkutan. Maka, saya berharap ke depan UIN Maliki Malang dapat dengan baik
menjalin hubungan dengan berbagai pihak terkait, utamanya pihak pemberitaan
masa karena semua itu akan berakibat pada citra kampus di mata masyarakat
Indonesia bahkan masyarakat dunia nantinya.
Menurut pandangan penulis, semua ini
harus disikapi dengan kepala dingin. Bila memang Prof. Imam benar-benar tidak
bersalah semoga Sang hakim memberikan keputusan yang melegakan semua pihak.
Bila memang kedapatan benar Prof. Imam bersalah dan harus menerima segala
konsekuensi yang ada, tentu saya berharap Prof. Imam dapat menerimanya dengan lapang
dada. Semoga kasus ini semoga berujung pada kebenaran yang haq dan akan
terlibaslah yang bathil. Meskipun nantinya hal ini tak terwujud, di akhirat
tentunya Allah sudah punya catatan tersendiri mengenai mana yang benar dan mana
yang salah karena hokum Allah selalu benar. Allahu Akbar.