Siapa yang tak kenal guru. Satu sosok
patriotik yang menjadi tumpuan sebuah bangsa dan diharapkan mampu mendidik
serta mencetak generas-generasi penerus yang handal dalam berbagai bidang
disiplin ilmu. Menurut Husnul Chotimah, guru merupakan fasilitator alih ilmu
pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik. Makna tersebut terkesan
masih begitu sempit. Maka, saat ini arti guru sudah mengalami perluasan. Kata guru
dapat diartikan seorang yang menguasasi sebuah bidang ilmu pengetahuan,
pendidik, pengarah, suri tauladan bagi orang yang ia ajar.
Kata-kata guru kembali familiar di
telinga saya mengingat saat ini saya sedang menempuh jurusan Pendidikan Bahasa
Arab di sebuah kampus yang digadang akan menuju kampus berlevel internasional.
Sebagai seorang calon pengajar atau calon guru, tentunya keingintahuan mengenai
profesi guru ini semakin menjadi-jadi. Ditambah lagi, saat ini penulis sedang
berada di semester 5 yang kurang lebih 2 tahun lagi akan menyelesaikan program
strata 1 ini. Alhamdulillah, sejauh ini, sudah banyak materi-materi atau
matakuliah yang berhubungan dengan pendidikan yang penulis ketahui. Mulai
psikologi pendidikan, psikologi perkembangan, pengantar pendidikan, dan
sebagainya. Sehingga, hal ini semakin memantapkan hati penulis untuk menjadi
seoran guru yang benar-benar guru.
Menjadi seorang guru bukan satu hal yang
mudah. Mungkin mudah dalam pengungkapan kata-kata, tetapi prakteknya tak
semudah yang dibayangkan. Seorang guru dituntut memiliki beberapa keterampilan
untuk menjalankan proses pembelajaran yang baik, mulai tahap persiapan,
pelaksanaan, sampai pada tahapan evaluasi. Guru yang ideal menurut buku Tips
Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif karangan Jamal Ma’mur Asmani
menyebutkan harus 5 aspek kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual, moral,
sosial, emosional, dan motorik. Kecerdasan intelektual berkaitan dengan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru. Kecerdasan ini harus ditopang
dengan kecerdasan moral agar ilmu yang disampaikan benar-benar valid dan tidak
menjerumuskan peserta didik serta melatih peserta didik agar lebih fokus dan
konsentrasi pada aspek proses daripada sekadar hasil akhir. Selain itu,
kecerdasan sosial juga sangat penting dimiliki seorang guru guna bekerjasama
dengan rekan sejawat yang tentunya memiliki karakter yang bisa jadi sama sekali
berbeda. Kecerdasan emosional akan menjadikan seorang guru tidak cepat marah,
tersinggung dalam berbagai kondisi yang dialaminya. Kecerdasan motorik akan
menuntun guru untuk terus bersemangat dalam hal berkompetisi dengan rekan
sejawatnya, terutama dalam hal menjadi guru yang profesional.
Selain itu, guru juga harus menguasai
berbagai ilmu yang berhubungan dengan kependidikan. Misalnya psikologi
pendidikan dan perkembangan yang dapat diaplikasikan dalam mengenali berbagai
karakter peserta didik. Media pembelajaran dan e-learning juga perlu diketahui
guna mempermudah proses pembelajaran dari sisi efektivitas dan efisiensi waktu.
Pengetahuan mengenai RUU Sisdiknas, kurikulum, dsb juga amat penting agar dalam
pembelajaran dapat benar-benar sesuai dengan garis-garis yang telah ditentukan
oleh undang-undang serta kurikulum terbaru.
Mungkin beberapa hal di atas dapat
menjadi sebuah motivasi menjadi seorang pendidik. Ada lagi satu statemen yang
banyak disampaikan oleh dosen berlatarbelakang islam yaitu bahwa ruh atau jiwa
guru itu adalah segalanya dalam hal kesuksesan guru tersebut mengajar dan juga
kesuksesan murid dalam menerima materi pelajaran. Jadi, jiwa guru atau
perenungan yang lebih mendalam mengenai hakikat seorang guru harus terus
diberdayakan demi lahirnya seorang guru yang bukan hanya abal-abal tapi guru
yang memang patriot tanpa tanda jasa yang jerih payahnya senantiasa dikenang
oleh anak didik serta bangsanya.
SALAM
PENDIDIKAN