Senin, 4 Januari 2016
Pengalaman
hari ini di negeri orang untuk pertama kalinya. Kesulitan pertama tentu dari
sisi bahasa. Saya sendiri mempelajari sedikit kosakata Thailand beberapa minggu
terakhir guna bekal disini. Meski tak banyak paling tidak bisa digunakan untuk
berkomunikasi misalnya untuk beli makan, harga, berkenalan dengan orang baru. Kesan
pertama dari percakapan orang Thailand mereka berbicara cukup cepat. Saya
mencoba menggunakan bahasa Thailand meski belum selancar mereka. Awalnya,
mereka tertawa mendengar logat Jawa ini mengucap bahasa Thai. Tetapi, kalau tak
dicoba tentu akan semakin tidak bisa. Saya ingat satu hal, kunci belajar bahasa
yang pertama adalah braveness atau keberanian. Bila satu kunci ini sudah
dapat ditaklukkan insyaAllah untuk selanjutnya akan lebih mudah untuk
berbahasa. Dari sini, saya akhirnya mengerti bahwa bahasa Thailand memang cukup
susah tetapi bukan berarti tidaka mungkin untuk dipelajari, setidaknya kosakata
sehari-hari yang penting. Jadi, saya putuskan mulai saat itu untuk menambah
kosakata bahasa Thailand guna mempermudah berkomunikasi dengan orang Thailand
asli terutama kosakat yang berkaitan dengan pelajaran dan sekolah.
Pengalaman
lainnya adalah mengenai makanan. Sempat kaget untuk pertama kali mencoba
makanan Thailand. Awalnya saya mencoba memilih lauk di sebuah kedai makanan.
Saya memilih sayur ikan. Ikan disini seperti ikan jambal di Indonesia. Tetapi,
saya tidak tahu apa namanya jika di Thailand. Kata Mas Ridho yang sudah hampir
satu semester di Thailand, menu yang kupilih adalah menu yang memang
benar-benar menu Thailand. Lalu, saya menimpali, malahan yang saya pilih itu
yang paling mirip dengan masakan Indonesia. Ketika mencicipi pertama kalinya masakan
Thailand, kesan saya adalah masakan Thailand itu pedas, asam. Hampir semua
sayur dan makanan di Thailand ini berasa asam. Seakan-akan menjadi aneh bila
masakan Thailand itu tidak berasa asam. Akhirnya, sejak saat itu, lidah ini
harus menyesuaikan diri memakan masakan yang serba pedas dan asam. Lalu, hal
kedua yang saya temukan mengenai makanan adalah minuman disini wajib ada es.
Rasanya aneh bila usai makan tidak minum es batu dengan air putih atau air
berasa lainnya. Awalnya, saya merasa aneh juga karena di Indonesia minum es itu
adlah sesuatu yang jarang karena ditakutkan akan menyebabkan sakit pilek.
Tetapi, saya lihat disini semua orang minum es batu dengan air putih dsb mereka
tetap tampak sehat-sehat saja dan tidak berpenyakit. Prediksi saya karena air
yang digunakan untuk membuat es batu tersebut adalah air matang yang sudah
dimasak sehingga tidak menyebabkan penyakit bila diminum.
Selasa, 5 Januari 2016
Hari kedua
di Bangkok, kami bangun setengah 4, kami kira sudah hampir subuh seperti di
Indonesia, ternyata itu masih sangat pagi karena subuh disini pukul 5.30 pagi.
Akhirnya saya sendiri menunggu sampai pukul 5.30 baru kemudian sholat subuh. Selepas
itu, saya bersama teman-teman berjalan-jalan di sekitar Rajamangala National
Stadium, selain berolahraga, kami tak lupa berfoto ria disana karena nanti sore
kami akan segera meninggalkan Bangkok menuju Chana. Menurut penuturan Bitul,
teman jurusan PIPS di Thailand ini setiap pukul 8 pagi akan diputar lagu
kebangsaan Thailand dan semua aktivitas berhenti untuk menghormati lagu ini.
Menurut saya ini bagus untuk ditanamkan di Indonesia. Bila ini diterapkan di
Indonesia tentu akan semakin menguatkan rasa memiliki Indonesia dan bangga
menjadi bangsa Indonesia.
Rabu, 6 Januari 2016
Hari ini
saya sampai di Chana pada pukul 11 siang. Kami sudah dijemput oleh ustad Syukur
dan beberapa orang lain dengan menggunakan bus dan van. Kami dibawa ke
Chariyathamsuksa Foundation School untuk acara pelepasan mahasiswa PKL. Hadir
disana perwakilan dari berbagai sekolah yang akan kami tempati. Tak lupa hadir
perwakilan konjen Songkhla dan juga mas Ridho dan Mas Fahmi, kakak kelas kami
di PBA yang sekarang sudah mengajar di Singanakhon, Thailand selama hampir 5
bulan. Kesan saya ketika sampai Chana adalah Thailand secara umum panas. Ya,
karena memang bulan-bulan ini Thailand sedang musim panas. Panasnya melebihi
Indonesia. Kipas angin menjadi kebutuhan pokok selain sandang pangan papan.
Kembali saya coba bercakap bahasa Thailand untuk membeli minum di kantin Chariyatham
usai makan siang. Paling tidak untuk angka saya harus sudah mulai terbiasa demi
memudahkan komunikasi dengan penduduk Thailand asli. Sore menjelang maghrib,
kami pun berpisah karena harus menuju ke sekolah masing-masing. Aku sendiri
bersama Agung berangkat ke Sassanabamrung yang dapat ditempuh sekitar 10-15
menit. Dari sini cerita dimulai.
Kamis, 7 Januari 2016
Hari kedua
menginjakkan kaki di Sassanabamrung Sogkhla. Hari ini agendanya acara children
Day atau hari anak yan sejatinya akan dilaksanakan pada ahad, 10 Januari atau
Senin, 11 Januari. Peringatan hari anak nasional ini memperingati hari lahirnya
anak pertama raja Thailand. Biasanya mereka bersepeda berkeliling kota. Itulah
kenapa Children Day digelar di sekolah-sekolah dengan hadiah utama sepeda. Di
Sassanabamrung sendiri, disediakan sekitar lebih dari 20 sepeda sebagai door
prize. Di sekolah lain ada juga yang mengadakan acara tukar kado antar guru,
antar siswa. Intinya semuanya berpesta. Di Sassanabamrung, selain hadiah
doorprize, ada juga penampilan dari murid anuban, praktum dan juga mothyum. Ada
yang menampilkan drama berjudul English through ASEAN Community. Disana
murid-murid membawa bendera ASEAN dan 10 bendera negara anggota ASEAN, termasuk
di dalamnya Indonesia. Saya sangat senang dengan hal itu. Saya rekam show drama
mereka yang diiringi musik. Rasa-rasanya di Thailand ini hawa ASEAN Community
lebih terasa meski bisa dibilang sebatas simbol bendera, daripada bila kita
bandingkan dengan tanah air Indonesia. Di Thailand bendera, bangunan sekolah,
dinding sekolah, buku tulis dll banyak bertuliskan ASEAN atau bendera 10 negara
anggota ASEAN. Seharusnya Indonesia sudah waktunya menyiapkan sumber daya untuk
menyambut ASEAN Community ini, misalnya mengenal raja atau presiden di 10
negara anggota ASEAN, lagu kebangsaan, khas mereka, dsb sehingga mampu bersaing
dengan sehat dengan 9 negara anggota ASEAN yang lain.
Jum’at, 8 Januari 2016
Hari ini,
saya dan Agung tidak mengajar di Sassanabamrung karena sekolah libur selama 10
hari. Guru-guru pergi berwisata ke Thailand Utara, Ciang Mai, Chiang Rai, dsb. Kami
tinggal di rumah ustad Syukur selama 10 hari ke depan. Pagi ini, saya ikut
membantu mengajar di Chariyathamsuksa Foundation School, sekolah dimana ustad
Shukur mengajar. Kami ikut membantu mengajar siswa kelas Phraktum disana
bersama Titin dan Kiky dari jurusan ICP PAI UIN Malang. Cukup seru mengajar di
Phraktum. Ya, hitung-hitung ingat masa-masa SD dahulu. Wajah mereka yang lugu
nan lucu benar-benar menarik hati kami untuk bersemangat mengajar di sekolah
ini, meski mungkin hanya satu minggu kami mengajar di sekolah ini. Kami ajarkan
lagu-lagu berbahasa Arab seperti lau anta sa’idun, hunaa nafroh sampai ahlan
wa sahlan tahiyyatan min thullabil ‘arobiyah yang kami gubah menjadi ahlan
wa sahlan tahiyyatan min thullabi chariyatam. Pelajaran hari ini adalah
bahwa mengajar siswa SD di Thailand butuh perjuangan ekstra untuk memahamkan
bahasa Arab kepada mereka. Untung saja mereka kelas internasional yang sedikit
banyak sudah paham bahasa Arab dan Inggris, hal itu menjadi satu keuntungan
tersendiri bagi kami yang baru mengajar pertama kali di negeri gajah putih.
Sabtu, 9 Januari 2016
Hari ini,
pagi hari usai subuh, saya berwisata ke tempat peribadatan buddha di Kanjanawas
Wat, sebuah wihara. Saya berfoto disana. Hari ini, saya hanya bersantai di
rumah, brejejaring sosial di dunia maya. Saya upload foto-foto di Kanjanawas
Wat tadi pagi. Malam harinya, saya dichat oleh Kak Robeeah Sakom, seorang
ustadzah di Chariyathamsuksa. Beliau meminta saya untuk menghapus foto di depan
Kanjanawas Wat tadi. Menurutnya, tak sepatutnya kita sebagai seorang muslim
berfoto di depan tempat peribadatan agama lain. Saya awalnya tak terlalu
meggubris hal itu, tetapi beliau terus mendesak saya untuk menghapus foto-foto
itu.
Ahad, 10 Januari 2015
Pagi hari,
ketika izin ke ustad Shukur hendak pergi ke Shamila Beach, beliau berpesan
untuk menghapus foto di depan Kanjanawas Wat kemarin. Pengalaman hari ini ke
Shamila Beach Songkhla. Di Thailand pantai ada dekat jalan raya. Tak perlu
melewati jalanan berkelok menuju hutan rimba dan perkamungan. Selain itu,
pantai di Thailand ini gratis. Maksudnya tidak ada pungutan atau ongkos untuk
masuk ke wilayah pantai. Berbeda sekali dengan Indonesia yang setiap masuk
wisata termasuk pantai harus membayar beberapa ribu rupiah. Shamila Beach
bersih. Bila hari libur cukup ramai pengunjung baik domestik maupun
mancanegara. Di sekitar pantai banyak orang berjualan cinderamata khas
Thailand, mulai dari gantungan kunci, magnet kulkas, dompet, tas, dsb. Harganya
ada yang 10, 20 bahkan sampai 250 baht. Tapi itu sudah cukup murah bila melihat
kualitas cinderamata yang dijajakan. Mereka menggelar dagangannya dengan rapi
meski bersebelahan dengan penjual yang menjual barang yang sama. Hal ini bisa
menjadi refkeksi bagi pariwisata Indonesia untuk menjadikan wisata itu lebih
bersih, ramah lingkungan, sehingga orang tidak segan berkunjung atau berwisata.
Selain itu, saya tahu bahwa muslim Thailand cukup keras dalam hal-hal yang
bersinggungan dengan agama lain, misalnya saja kita tidak boleh berfoto di
depan tempat peribdatan agama lain, karena menurut mereka hal itu merupakan
asas dan hal utama yang menyangkut aqidah. Padahal bila dibandingkan Indonesia
yang demokrasi, Indonesia tampak lebih luwes dalam hal ini. Tetapi, saya juga tidak
tahu mengapa, padahal di Thailand ini negara liberal yang orang itu bebas mau
memeluk agama apa, malah beberapa orang berkeyakinan keras seperti itu.
Seharusnya mereka dapat lebih bersikap tengah-tengah daripada bersikap keras
seperti itu.
Senin, 11 Januari 2016
Subuh
menjelang, hari ini kembali mengajar Mahdi bahasa Arab. Usai mengajar bahasa
Arab, saya bersiap berangkat ke Chariyathamsuksa Foundation School. Hari ini
tidak ada jadwal mengajar karena memang sehari ini dikhususkan untuk perayaan
hari anak nasional seperti yang dilakukan di Sassanabamrung kamis minggu lalu juga
di sekolah lainnya. Di tingkat anuban dan phratum acara tukar hadiah dan juga
doorprize sepeda berjalan cukup seru. Mereka tetap tertib mengantre ketika
menerima hadiah, meski tentu disana-sini mereka asyik dengan dunia sendiri, tak
terlalu memperhatikan guru yang memandu jalannya acara. Mungkin bisa jadi
mereka merasa bosan dengan acara yang monoton. Di tingkat mothyum, terasa lebih
seru. Mereka menampilkan kebolehan mereka dari beberapa kelas. Ada yang drama
musikal berbahasa Thailand, menyanyi lagu melayu, dsb. Mereka juga tampaknya
melakukan tukar hadiah dengan hadiah utama sepeda. Satu hal yang seru lagi
adalah adanya turnamen sepakbola di lapangan depan sekolah tingkat Mothyum.
Pertandingan sepakbola ini antara tim guru dan tim siswa. Mereka beradu kebolehan
memainkan si kulit bundar di atas lapangan hijau. Terbukti tim siswa mencetak
banyak gol, sedangkan tim guru hanya mencetak 1 gol balasan. Hal ini tampak
sangat mengakrabkan antara guru dengan guru, guru dengan siswa, maupun siswa
dengan siswa. Dengan event-event menyenangkan seperti ini tentu rasa memiliki
dan kekeluargaan di Chariyatham diharapkan terbentuk. Menurut saya, selain
lomba-lomba seperti itu, alangkah lebih baik ada kompetisi-kompetisi antar
kelas yang berbau keagamaan. Misalnya lomba adzan, lomba khutbah, dll mengingat
sekolah ini adalah sekolah Islam yang di dalamnya semua beragama Islam, maka
saya kira tak ada salahnya bila diadakan lomba-lomba bernuansa keislaman untuk
menggali bakat murid di berbagai tingkatan.
Selasa, 12 Januari 2016
Selasa kali
ini Chariyathamsuksa Foundation School kembali beraktivitas seperti biasa.
Pembelajaran kembali berjalan sebagaimana mestinya. Saya pun ikut membantu
mengajar bahasa Arab. Pagi hari, murid Mothyum akan melaksanakan upacara
bendera dan doa belajar bersama pukul 07.30. Mereka kibarkan bendera sambil
mendendangkan lagu kebangsaan Thailand. Kadang beberapa guru memberikan arahan
sebelum masuk kelas. Lalu mereka masuk ke kelas masing-masing. Kloter kedua
pada pukul 08.00 akan diadakan upacara bendera bagi tingkatan Phraktum dan
Anuban. Mereka berbaris dengan rapi dengan didampingi oleh guru-guru mereka.
Kembali mereka turunkan dan naikkan bendera Thailand sambil mendendangkan lagu
kebangsaan Thailand bersama-sama. Disusul dengan doa bersama sebelum masuk
kelas dan juga beberapa pengumuman penting dari guru. Satu lagi, mereka juga
diberikan mufrodat dalam 4 bahasa setiap pagi. Mufrodat atau kosakat tersebut
berbahasa Thailand, Arab, Inggris, dan Melayu. Saya kira ini pembiasaan yang
baik yang bisa ditiru di sekolah-sekolah di Indonesia.
Rabu, 13 Januari 2016
Rabu pagi
usai subuh saya ikut mengaji bersama santri QLCC sampai pukul 6 pagi. Lalu saya
bersiap untuk berangkat ke sekolah. Usai sarapan, dengan menumpang mobil
sekolah, saya berangkat ke Chariyathamsuksa bersama murid Anuban dan Phratum. Hari
ini kami mengajar di kelas yang mudah diatur dan kelas yang muridnya super atau
hiperaktif. Kami berempat harus berusaha keras untuk memahamkan mereka semua.
Kembali kami ajak mereka menyanyikan lagu lau anta sa’iidun dan ahlan wa sahlan
serta sholatullah salaamullah untuk mengambil hati mereka suka dengan bahasa
Arab. Kami juga harus menggunakan bahasa Thailand beberapa kali untuk
memudahkan mereka memahami pelajaran bahasa Arab. Di kelas terakhir kami ajak
mereka untuk game melanjutkan kosakata. Mereka tampak bersemangat meski itu
bahasa Inggris. Saya dan teman-teman tampak senang dengan hal itu. Pelajaran
hari ini adalah perbanyak kosakata bahasa Thailand untuk komunikasi dengan
siapa pun. Terutama kosakata untuk mengajar di dalam kelas, karena kita tidak
bisa memaksakan kehendak kita, atau terlalu idealis dengan apa yang kita
pahami. Kita harus benar-benar terjun dan merasakan serta masuk ke dalam dunia
mereka agar mereka mau memahami apa yang kita ajarkan kepada mereka.
Kamis, 14 Januari 2016
Hari ini
menjadi hari terakhir saya mengajar di Chariyathamsuksa Foundation School
karena esok kami akan kembali ke Sassanabamrung. Pagi hari tatkala upacara,
saya dan Agung diminta memberikan sambutan perpisahan sekaligus pesan kesan
kepada para murid dan guru. Agung menyampaikannya dalam bahasa Arab dan saya
menyampaikannya dalam bahasa Inggris. Sungguh, kami sudah benar-benar nyaman di
sekolah ini, tapi apalah daya memang masanya yang sudah habis. Moga lain waktu
masih ada kesempatan untuk berkunjung di sekolah ini. Di hari terakhir mengajar
di sekolah ini, saya membantu mengajar hanya di 2 kelas phraktum. Di sesi
terakhir pun saya bersama teman-teman hanya mengobservasi cara mengajar ustad
Bahrun, guru pamong bahasa Arab di Chariyathamsuksa. Terlepas dari itu semua
kami senang bisa membantu mengajar disini sekaligus sedih karena harus segera
mengajar di tempat saya yang sesungguhnya, Sassanabamrung. Pelajaran hari ini
adalah kutahu bahwa Chriyathamsuksa Foundation School punya pembiasaan yang
bagus bagi murid-muridnya. Pertama mereka membiasakan murid-muridnya untuk
upacara pagi, doa belajar bersama, menghafal mufrodat dalam 4 bahasa, merapikan
sepatu di depan kelas, antre makan siang, sholat berjamaah duhur. Semoga
pembiasaan-pembiasaan ini bisa diterapkan di seklah-sekolah Islam di Indonesia
agar karakter anak bangsa bisa tumbuh menjadi paripurna.
Jum’at, 15 Januari 2016
Karena sudah
terlanjur mengisi sambutan perpisahan, maka hari ini saya dan Agung hanya stay
di rumah ustad Shukur. Para santri sudah berangkat ke sekolah semua.
Menjelang siang, kami sholat jum’at di masjid sekolah depan rumah ustad Shukur.
Saya kira saya sudah terlambat, tetapi pukul 12.45 saya berangkat, khatib baru
naik mimbar untuk mulai khutbah. Tampaknya baru saja selesai adzan dzuhur
berkumandang. Saya hanya duduk termangu karena tak paham khutbah yang
disampaikan dalam bahasa Thailand. Sekali saya dengar kata Indonesia, meski tak
paham, itu berarti bangsa Indonesia atau menerjemahkan ke bahasa Indonesia. Ketika
sholat jumah didirikan, saya dengarkan imam membaca bacaan salah satu surat
yang mengingatkan saya pada ayah tercinta. Rencananya sore ini saya dan Agung
akan ke Sassanabamrung karena kata Kak Wella dan Kak Hielda, kami diajak
bersilaturahim ke kediaman murid pada hari Sabtu esok. Setelah bersiap-siap
ternyata kami tidak jadi dijemput ke Sassanabamrung. Sehingga, saya dan Agung
pada malam harinya memutuskan untuk tidur di tempat Hadi dan Alvin di
Tasdikiah.
Pelajaran
hari ini adalah tidak semua yang direncanakan akan berjalan sesuai rencana.
Kita harus memiliki rencana B, C bahkan kalau perlu sampai Z agar waktu kita
tidak terbuang sia-sia karena satu agenda yang kita rencanakan ternyata tidak
terlaksana.
Sabtu, 16 Januari 2016
Hari ini,
saya bersama Agung, Alvin, dan Hadi bersama baboh Tasdikiah mendatangi masjid
jami’ Songkhla karena baboh Tasdikiah ada meeting dengan jajaran majlis ulama
Thailand. Bisa dibilang serupa dengan Masjlis Ulama Indonesia. Disana kami tahu
ada lomba pidato tingkat anak-anak. Sesekali saya dengar nama Chariyathamsuksa
disebut. Sepertinya, murid-murid Chariyatham banyak yang didelegasikan untuk
mengikuti lomba ini. Perjalanan berlanjut ke sebuah resort dekat pantai di
Songkhla untuk mengikuti acara Teachers Day. Perwakilan sekolah swasta Islam
semua datang. Alhamdulillah, kami bisa bertemu kawan-kawan dari UIN Malang,
UIKA Bogor, UMT, dll. Saya juga sempat bertemu guru Chariyatham yang
berkesempatan datang saat itu. Sekilas yang saya tahu ada seorang presentator
tentang teknologi pertanian modern yang menjelaskan teknologi terbaru di bidang
pertanian. Ada juga seorang motivator yang diundang. Sore menjelang maghrib
acara jamuan besar digelar di teras resor. Kami menikmati makan sore bersama
teman-teman kami sambil memandang pantai yang ombaknya terus menderu. Usai
sholat maghrib, makanan sudah tersedia lagi di meja masing-masing sekolah. Meja
bundar besar dipenuhi makanan yang sekiranya dapat dimakan oleh lebih dari 10
orang. Kursi sekitar meja bundar itu berjumlah 10 irang. Saya dan Agung
bertanya kepada panitia yang berbaju batik hijau dimana tempat sekolah
Sassanabamrung. Kami mendapat tempat di belakang, di dekat pintu masuk dan
keluar ruangan. Karena tak ada orang disana. Saya, Agung, Alvin, dan Hadi
menempatinya. Setelah makan malam, kami menikmati sajian nasyid teman sjati
oleh baboh (ustad/kyai) Tasdikiah. Kemudian, ada pula Fuzna dari UIKA Bogor
bersama temannya yang tampil membawakan lagu Ayat-Ayat Cinta dengan sangat
merdu.
Pelajaran
hari ini bahwa orang Thailand bila sudah berpesta makannya cukup banyak,
melebihi makan-makan di luar acara resmi. Lalu, selalu ada yang namanya undian
di setiap acara perayaan atau pesta. Yang pada malam hari Teacher’s day ini
hadiah utama berupa kulkas dan sepeda. Secara keseluruhan, orang Thailand ini
tergolong orang dengan tingkat ekonomi mengengah ke atas. Mereka suka berpesta
di banyak tempat, makan sepuasnya. Tetapi, tak baiknya mereka kadang suka lupa
karena dibawa acara hura-hura di dalam pesta. Saran saya, sebaiknya di event
sebesar Teachers Day dan yang berkumpul adalah sekolah-sekolah Islam alangkah
lebih baik bila ditampilkan penampilan dari guru-guru dan itu dilombakan. Saya
kira hal itu terasa lebih kompetitif dan menggugah semangat guru-guru dalam
berkompetisi dengan guru yang lain.
Ahad, 17 Januari 2016
Minggu kedua
ini kami kembali berwisata ke Shamila Beach seperti minggu lalu tetapi dengan
kawan putra. Kami berangkat dari Halte Chana dengan naik tuktuk pukul 9. Pukul
10 pagi kita sampai di lokasi. Sebeum menuju pantai, kita lihat souvenir di
toko-toko sekitar pantai. Mereka menjual baju, celana, sandal, sepatu, dll.
Sampai di pantai kami berfoto ria. Puas berfoto dan bercengkrama, kami makan di
penjual makanan sekitar pantai. Setelah itu, saya lihat ada jasa persewaan naik
kuda dengan ongkos 50-100 baht. Masih banyak lahan kosong di sekitar pantai
yang asri sehingga saya dan teman-teman dapat dengan mudah beristirahat di
bawah rindangnya pohon tepi pantai. Di Shamila Beach ada patung putri duyung
yang mana orang-orang yang berkunjung pasti antre untuk berfoto di sebelahnya.
Maka, lengkap sudah pengalaman kami hari ini.