Berikut adalah materi yang saya sampaikan pada siaran "Mutiara Hati" di Simfoni FM beberapa waktu yang lalu.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
الحمد لله رب العالمين. هُوَ الذِي جَعَلَ
الشَّمْسَ ضِيَاءً وَاْلقَمَرَ نُوْرًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا
عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ. نصلى ونسلم على نبينا محمد صلى الله عليه وسلم.
منشر دعوة الإسلام والإيمان في العالم.
Alhamdulillah
wa syukru lillah, kita masih diizinkan Allah untuk senantiasa menambah ilmu
melalui kajian mutiara hati yang mengudara di 107,7 Simfoni FM.
Sholawat
serta salam semoga tercurahkan kepada baginda nabi Muhammad SAW. Penyebar
dakwah Islam di seluruh jagad.
Di
awal saya sebutkan firman Allah SWT surat yunus ayat 5
هُوَ الَّذِي
جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ
السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ
مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ
يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (5)
Artinya:
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[669]. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
[669].
Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah dengan percuma,
melainkan dengan penuh hikmah.
Allah
SWT telah menentukan jumlah bulan dengan perhitungan yang sempurna. Beberapa
hari lagi, tepat pada 2 Oktober 2016 kita akan memasuki tahun baru hijriyah. 1
Muharram 1438 H. Sudah dekat ya ternyata. Banyak muslim yang mungkin tidak
ingat. Coba saja kita bandingkan antara kemeriahan menyambut tahun baru
hijriyah dengan tahun baru masehi. Betapa ramainya perayaan tahun baru masehi
tiap tahunnya. Semua bahagia, bahkan larut di dalamnya. Sebenarnya hal itu
tidak sepenuhnya salah, tetapi marilah kita juga tidak melupakan dan meramaikan
tahun baru kita, tahun baru Islam.
Tahun Baru Islam misalnya, kebanyakan
masyarakat Indonesia (mungkin) lupa dengan momen bersejarah ini, (mungkin) lupa
dengan tahun baru dari agamanya sendiri, dan (mungkin juga) hilang ingatan dan
pura-pura tidak tahu dan mau tahu dengan tahun baru Islam.
Sangat disayangkan, ketika tahun baru
masehi lebih di ingat dan di kenang ketimbang tahun baru Islam. Dan sangat
disesalkan, apabila tahun baru masehi itu lebih di persiapkan dengan matang dengan
penyambutannya yang kadang melampaui batas -menghambur hamburkan uang-
sedangkan tahun baru Islam? Hanya di jadikan momentum semalam dan berkata
“selamat tahun baru Islam, yuk kita istirahat, besok ada tugas yang lebih
penting lagi dari pada sekadar merayakannya” atau “eh besok libur karena tahun
baru Islam ya? Ya udah yang penting liburnya, yuk besok jalan…”
Sangat tidak menghormati, sangat tidak
disambut dengan baik, minimal kita ingat dan berdoa pada momentum ini. Agar
momentum ini tidak hanya menjadi moment yang ‘hanya lewat’ dalam setiap
tahunnya.
Padahal di tahun baru Islam ini (kita
menyebutnya tahun Hijriah) ada peristiwa hebat yang sangat menyejarah. Sebuah
peristiwa perintah dari Allah melalui seruan Rasul-Nya kepada seluruh umat muslim
untuk berhijrah (berpindah tempat) dikarenakan Mekkah sudah tidak aman. Dan
makna yang terkandung di dalam kisah ini adalah keharusan kita untuk berpindah
dari suatu tempat ke tempat lain bilamana tempat tersebut sudah tidak kondusif.
Hijrah dari yang buruk-buruk ke yang baik-baik, hijrah dari tidak pernah shalat
berjamaah kepada shalat berjamaah, hijrah dari tidur setelah subuh menjadi baca
Al Quran setelah subuh dan hijrah yang lain-lainnya. Intinya Hijrah ke ARAH
yang LEBIH BAIK. Ah, mungkin teman-teman lebih tahu seperti apa contoh lainnya…
Tahun
baru Islam sungguh menjadi sarana bermuhasabah diri. Bagaimana kita selama
setahun ke belakang. Apakah kita lebih banyak menghabiskan satu tahun ke
belakang dalam kesia-siaan, atau alhamdulillah kalau kita sudah mampu
mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun sesama.
Memang, Tahun Baru Hijrah tidak perlu
disambut dengan kemeriahan pesta. Namun demikian, sangat penting jika Tahun
Baru Hijrah dijadikan sebagai momentum untuk merenungkan kembali kondisi
masyarakat kita saat ini. Tidak lain karena peristiwa Hijrah Nabi saw.
sebetulnya lebih menggambarkan momentum perubahan masyarakat ketimbang
perubahan secara individual. Peristiwa Hijrah Nabi saw. tidak lain merupakan peristiwa
yang menandai perubahan masyarakat Jahiliah saat itu menjadi masyarakat Islam.
Inilah sebetulnya makna terpenting dari Peristiwa Hijrah Nabi saw.
Makna Hijrah
Secara bahasa, hijrah berarti berpindah
tempat. Adapun secara syar‘i, para fukaha mendefinisikan hijrah sebagai: keluar
dari darul kufur menuju Darul Islam. (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah
al-Islâmiyyah, II/276). Tetapi, kali ini kita akan memperluas pengertian hijrah
bahwa hijrah itu adalah berpindah dari satu keadaan menuju kedaan yang lain.
Tidak lain dan tidak bukan adalah dari kejelekan menuju ke arah kebaikan.
إن الله لايغير
ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم
Sesungguhnya Allah tidak akan
merubah suatu kaum sehingga mereka merubah diri mereka sendiri (Ar-Ra’du: 11).
Umat Islam hendaknya menyambut hari
esok dengan hari yang lebih baik daripada kemarin sebagaiman hadits Rasulullah:
Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ
رَابِحٌ وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ وَمَنْ كَانَ
يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ
“Siapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka dialah
orang beruntung. Siapa yang hari ini sam dengan hari kemarin, maka dialah orang
tertipu. Siapa yang hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, maka dialah
orang yang terlaknat”.
Perubahan itu mesti dan niscaya. Sesuatu
yang stagnan lebih cenderung hilang ditelan jaman. Sementara yang lain
melakukan inovasi pada bisnisnya, ia malah diam di tempat tidak melakukan
lompatan apapun, maka bisnisnya bisa dipastikan akan berhenti.
Seperti halnya air. Air yang tidak
mengalir merupakan sarang nyaman bagi bakteri dan kuman-kuman jahat. Warnanya
pun akan berubah menjadi hijau. Pertanda bakteri dan kuman sudah mendiami rumah
barunya itu. Begitu pun dengan diri kita. Jika tidak mengalir melakukan
perubahan, maka yang ada adalah diri kita dihinggapi “kuman” dan “bakteri”
kesuksesan. Alhasil, sukses yang diharapkan hanya sebuah harapan yang
disangsikan perwujudannya.
Objek Perubahan
Lalu, apa yang harus dirubah?
Banyak. Kita bahas tiga saja.
Pertama, wawasan dan ilmu. Sudah
menjadi tradisi bahwa salah satu penyokong kesuksesan adalah berwawasan dan
berilmu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Berbisnis dengan ilmu itu lebih
mengutungkan ketimbang berbisnis apa adanya kita. Membangun rumah dengan ilmu
hasilnya lebih indah dan lebih efektif pula budget-nya. Apappun, dengan ilmu
akan mudah diraih. Ini pasti!
Kedua, sikap. Merubah malas menjadi
semangat, sangat penting. Merubah bodoh menjadi pintar dan cerdas, sangat
penitng. Merubah pelit menjadi dermawan, sangat mesti. Jika kamu selalu bangun
kesiangan, mulai saat ini bangun harus di awal waktu. Jika kamu saat ini
ketergantungan kepada orang tua, menjadi mandiri dan berdikari adalah sikap
hebat. Intinya, lakukan perubahan dalam sikap dan perilaku. Sikap dan perilaku
yang baik selalu menghadirkan sesuatu yang baik.
Ketiga, ibadah. Yupz, tepat. Ibadah
perlu perubahan. Seperti disurat dalam hadits Rasulullah di muka, ada tiga tipe
orang dalam amliah hariannya. Yaitu (1) rabih, orang yang beruntung karena
kualitas dan kuantitas amalnya lebih baik dari sebelumnya, (2) maghbun, orang
yang tertipu karena kualitas dan kuantitas amlanya tidak lebih baik dari
sebelumnya, stagnan; dan (3) mal’un, orang terlaknat karena amal-amalnya hari
ini lebih buruk.
Jadi, kesimpulannya adalah orang
yang mau merubah nasib seharusnya ia merubah keadaan diri saat ini yang
mencakup tiga aspek tadi, yaitu ilmu, sikap dan ibadah. Sejatinya, perubahan
yang sudah dilakukan akan mengantarkan pelakunya ke lembah kesuksesan dan
kebahagiaan.
Mensyukuri
Nikmat Allah
Salah satu nikmat yang wajib disyukuri adalah nikmat umur. Sebab dengan
umur ini kita dapat merasakan hidup dan segala pemberian Allah SWT. Nikmat ini
Allah anugerahkan kepada kita supaya kita mengabdi kepada Allah dalam artian
beribadah sesuai tuntunan syariat Islam sebagaimana firman Allah
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون (الذاريات: 51)
Tidaklah Aku (Allah) ciptakan jin
dan manusia kecuali beribadah kepadaku. (Adz-Dzaariyat: 51).
Apalagi
dengan hadirnya teknologi yang seharusnya semakin memudahkan kita dalam
mendekatkan diri kepada Allah. Jangan sampai kehadiran berbagai macam
perkembangan pengetahuan dan teknologi menyebabkan kita semakin jauh dari
hidayah Allah.
Memanfaatkan waktu
dan umur
Umur
dan waktu yang telah diberikan oleh Allah kepada kita sebagai hambaNya sungguh
harus gunakan untuk beramal sholeh karena itu adalah sebaik-baik manusia bila
dibandingkan yang panjang umurnya namun jelek amal perbuatannya. Hadits Rasul
عن أبي صفوان عبد الله بن بشر الأسلمي ـ رضي الله
عنه ـ قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( خير الناس من طال عمره وحسن
عمله وشر الناس من طال عمره وسِيْءَ عمله) رواه الترمذي(79) . وقال : حديث حسن .
Kita
tidak tahu kapan ajal menjemput karena bila ajal telah datang, ia tidak dapat
diajukan maupun diundurkan barang sedetik pun. Maka dari itu, mari kita
senantiasa introspeksi diri tentang apa saja yang sudah kita lakukan selama
ini, apakah sudah memenuhi kriteria hambaNya yang bertaqwa? Apa juga yang telah
kita siapkan untuk menghadapi hari kematian dan sesudahnya? Maka, mari kita
memohon ampunan kepada Allah atas segala dosa yang telah kita perbuat.
Meningkatkan
Kualitas dan Kuantitas Iman
Menuju
awal Muharrom hendaknya kita memperbaharui iman dan taqwa kita kepada Allah
SWT, sehingga pada hari selanjutnya kita akan senantiasa mempertebal iman kita
dan meningkatkan amal sholeh. Salah satu caranya adalah dengan merenungkan dan
mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi di sekitar kita.
Setiap
yang terjadi tentu mengandung hikmah, entah itu suatu kebahagiaan atau pun
sebuah kesedihan. Kita harus senantiasa berkhusnudzon atau berprasangka baik
kepada Allah, jangan sampai kita berkhusnudzon kepadaNya.
Peristiwa
Hijrah, paling tidak, memberikan makna sebagai berikut:
Pertama:
pemisah antara kebenaran dan kebatilan; antara Islam dan kekufuran; serta
antara Darul Islam dan darul kufur. Paling tidak, demikianlah menurut Umar bin
al-Khaththab ra. ketika beliau menyatakan: Hijrah itu memisahkan antara
kebenaran dan kebatilan. (HR Ibn Hajar).
Kedua:
tonggak berdirinya Daulah Islamiyah (Negara Islam) untuk pertama kalinya. Dalam
hal ini, para ulama dan sejarahwan Islam telah sepakat bahwa Madinah setelah
Hijrah Nabi saw. telah berubah dari sekadar sebuah kota menjadi sebuah negara
Islam; bahkan dengan struktur yang—menurut cendekiawan Barat, Robert N.
Bellah—terlalu modern untuk ukuran zamannya. Saat itu, Muhammad Rasulullah saw.
sendiri yang menjabat sebagai kepala negaranya.
Ketiga:
awal kebangkitan Islam dan kaum Muslim yang pertama kalinya, setelah selama 13
tahun sejak kelahirannya, Islam dan kaum Muslim terus dikucilkan dan ditindas
secara zalim oleh orang-orang kafir Makkah. Demikianlah sebagaimana pernah
diisyarakatkan oleh Aisyah ra.:
“Dulu
ada orang Mukmin yang lari membawa agamanya kepada Allah dan Rasul-Nya karena
takut difitnah. Adapun sekarang (setelah Hijrah, red.) Allah SWT benar-benar
telah memenangkan Islam, dan seorang Mukmin dapat beribadah kepada Allah SWT
sesuka dia.” (HR al-Bukhari).
Setelah
Hijrahlah ketertindasan dan kemalangan umat Islam berakhir. Setelah Hijrah pula
Islam bangkit dan berkembang pesat hingga menyebar ke seluruh Jazirah Arab
serta mampu menembus berbagai pelosok dunia. Setelah Rasulullah saw. wafat,
yakni pada masa Khulafaur Rasyidin, kekuasan Islam semakin merambah ke luar
Jazirah Arab.
KESIMPULAN
Pada akhirnya semoga menuju tahun baru hijriyah 1438 H kita
senantiasa meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah SWT dalam
artian menjalankan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya. Momen
pergantian tahun harus menjadi sarana perubahan menuju arah yang lebih baik.
Yang lebih penting setiap saat, setiap hari kita harus senantiasa menjadi
pribadi yang lebih baik dari berbagai sisi agar pada akhirnya kita meninggal
dalam keadaan husnul khotimah.