Kadang saya merasa heran tatkala
memperhatikan pertengkaran kecil di grup whatsapp hanya karena masalah yang
sepele. Saya begitu benci dengan pertengkaran. Bahkan saya pernah berkata
kepada seseorang bahwa semasa sekolah dasar ada seorang teman yang menantang
saya untuk berkelahi. Tetapi lihat apa yang saya lakukan. Saya malah
mengajaknya bercanda ke sana-kemari hingga akhirnya kami tidak berkelahi dan
pulang ke rumah masing-masing.
.
Ingat kawan, marah seringkali tidak
menyelesaikan masalah. Ketika hadir masalah, cobalah berpikir dengan kepala
dingin. Berprasangka baiklah. Yakinlah bahwa ketidakhadiran seseorang sesuai
dengan janji yang telah dibuatnya selalu ada alasan. Saya pernah menonton
sebuah film pendek yang bercerita betapa sesungguhnya seseorang selalu
menyimpan rahasianya rapat-rapat dari orang lain. Rahasia tersebut bisa jadi
begitu menyakitkan dan menyedihkan. Orang lain tak pernah tahu apa yang
sebenarnya terjadi. Tetapi tatkala semuanya terkuak dengan jelas, maka yang ada
adalah rasa belas kasihan, tak ada lagi kemarahan. Lalu, bisakah kita menjadi
semacam itu?
.
Yang membuat saya tidak habis pikir adalah
ketika seseorang sudah marah-marah, lalu yang dimarahi sudah meminta maaf.
Pemarah itu menjadi kian marah. Bagaimana bisa? Tidakkah hatinya memiliki
kelembutan untuk memaafkan? Sedangkan Tuhan saja Maha Pemaaf bagi
hamba-hamba-Nya. Lalu apa daya dan derajat kita yang begitu hina dina di bawah
kuasa-Nya sok tidak mau memberi maaf. Huft. Ada-ada saja. Sudahlah, sudahi saja
pertengkaran itu. Lagipula tak ada gunanya. Energimu habis untuk marah-marah.
Lebih baik alihkan energimu untuk hal-hal yang lebih positif.
@muhamin25 | 18 November 2017