Kembali Ke Atas
Beranda
Buku
Ringkasan Novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari
Muhammad Amin Muhammad Amin
Maret 17, 2020

Ringkasan Novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari

DI Kaki Bukit Cibalak

 

Kaki bukit Cibalak telah berubah. Alamnya dilindas beton, kendaraan masa lampau berganti kendaraan bermotor. Tenaga manusia digantikan mesin. Beberapa wilayah telah menjadi jalan raya.

Beberapa saat setelahnya, terjadilah pergantian lurah. Sebab utamanya adalah lurah lama menjual sapi pejantan milik desa. Ia menandatangani surat pemberhentian kerja dari Sekda Kabupaten. Ada lima calon lurah baru, tetapi dua orang saja yang memiliki suara kuat. Mereka adalah Pak Badi dengan perangainya yang dermawan, tak curang, tak culas. Lain halnya dengan calon kedua yaitu Pak Dirga yang meskipun lebih populer, tetapi kebiasaannya buruk. Ia pandai berjudi dan gemar berganti istri.
Pambudi adalah pengurus lumbung koperasi desa. Ia ingin Pak Badi yang menjadi lurah sebab Pak Dirga tak akan mengubah keadaan sebelumnya. Benarlah apa yang ia takutkan terjadi. Ia selalu mencari keuntungan dari lumbung koperasi desa tersebut. Bahkan, untuk membantu Mbok Ralem yang sakit parah saja, Pak Dirga masih menyebut hutang dan bunga yang belum dibayar Mbok Ralem. Pasa akhirnya, Pambudi mengundurkan diri dari pengurus lumbung koperasi desa itu dan berniat membantu pengobatan Mbok Ralem di Yogyakarta.

Sampai di Yogya bersama Mbok Ralem, berbekal surat keterangan miskin dari desa, mereka masuk rumah sakit. Diagnosa hari berikutnya mengernyitkan dahi Pambudi sebab surat miskin tak berdaya. Mbok Ralem sakit kanker dan membutuhkan dana 500.000. Ia pun mengiklankan permintaan dana sosial di harian Kalawarta berbekal uang 40.000 yang ada di sakunya.

Pak Dirga dan Poyo tak terima dengan apa yang dilakukan Pambudi. Karena Pambudi, ia dipanggil bupati lantaran menelantarkan warganya dan tidak membantu menyelesaikan masalahnya. Ia pun naik pitam dan menggunakan jasa orang pintar, Eyang Wira untuk mencelakakan Pambudi.

Ternyata Pambudi dan ayahnya memergoki suruhan Pak Dirga pada suatu malam. Hal ini membuat ayah Pambudi kesusahan dalam kesehariannya karena tahu anaknya sedang kontra dengan Pak Dirga.

Pambudi mengalah untuk akhirnya pindah dari desanya. Ia ke Yogya menemui teman lamanya ketika SMA, Topo yang sedang menempuh studi doktorandus. Ia pun mendapat saran untuk kuliah dari Topo. Setelah berpikir panjang, Pambudi menerima saran kawan karibnya.

Sembari menunggu tes masuk perguruan tinggi tujuh bulan berikutnya, Pambudi bekerja. Ia tanggalkan ijazah SMA dan bekerja sebagai kuli bangunan. Ia tak lama berada di sana sebab tak dapat waktu belajar di malam hari karena lelah bekerja seharian.

Akhirnya, Topo berbaik hati mengenalkan Pambudi kepada Nyonya Wibawa sebagai penjaga toko jam. Ia kenal dengan Mulyani, anak Nyonya Wibawa. Panbudi pada akhirnya sering membantu Mulyani mengerjakan TTS, mengajari Mulyani ketika akan ulangan umum.

Ketika libur kerja, Pambudi pulang ke Tanggir. Ia didakwa menggelapkab uang 125.000 milik lumbung koperasi. Tentu ia tahu ini pekerjaan Pak Dirga dan Poyo yang ingin menyongkirkannya dari Tanggir. Hampir saja ia mau mengambil jalur hukum sebelum akhirnya mempertimbangkan masak-masak perkataan ayah dan kawan karibnya.

Kehendak Pak Dirga memperistri Sanis sudah di ujung tanduk, disuruhnya seorang kabayan untuk melamarkan Sanis untuknya. Usahanya berhasil meskipun tidak mulus pada awalnya.

Bu Runtah merana sebab Pak Dirga akan memadunya. Ia pergi ke Eyang Wira meminta wejangan. Ia terpaksa berzina dengan Eyang Wira untuk melancarkan segala keinginannya.

Di lain sisi, Pambudi terus berkutat dengan harian Kalawarta. Ia menjadi tangan kanan Pak Barkah. Oplahnya naik, gaji karyawan naik.

Tulisannya sederhana, lugas, dan komikal. Tulisnannya menggelitik siapa pun yang membacanya. Ia tulis pula artikel tentang desa dan Tanggir. Pak Camat merasa perlu melakukan sesuatu dengan tulisan Pambudi. Dalam lubuk hatinya, ia paham bahwa Pak Dirga telah melakukan kesalahan. Anaknya menyarankan mengambil jalur hukum, tetapi Pak Camat enggan melakukannya.

Akhirnya, Pak Camat menghadap Pak Bupati dan mendapat mandat menulis bantahan terhadap tulisan Pambudi dan memecat Pak Dirga. Pemecatan Pak Dirga dilakukan dengan membuat Pak Dirga ditangkap jaksa ketika berjudi. Pak Dirga pun dipecat karena berjudi.

Pambudi menjalani hari-hari di Jogja dengan tenang. Di tahun pertama ia berada di harian kalawarta sudah menjadi tangan kanan Pak Barkah. Tahun kedua, Mulyani, anak majikan toko arloji kala itu, masuk fakultas yang sama. Tahun ketiga, Pambudi lulus.

Ketika hendak pulang ke Tanggir, kabar duka datang. Ayah Pambudi meninggal dunia. Ia pulang lebih cepat.

Di Tanggir, selepas penguburan ayahnya, Pambudi berjalan bersama Hadi, lurab baru lulusan STM dan Bambang Sumbodo, anak Pak Camat yang sudah menjadi Mantri Polisi.

Sanis datang kala itu, tetapi Pambudi hanya menyapanya dengan sederhana. Tak dinyana, Mulyani juga datang bertakziyah. Ia ingin menyampaikan maksud lain selain bertakziyah kepada Pambudi kala itu.

Pambudi memang manusia rasional. Segala halnya diukur dengan akal. Perasaan Mulyani tak ditanggapinya, meskipun pada akhirnya Pambudi mau mengantarnya ke Bandung menggantikan sopir yang mengantar Mulyani.

Pambudi tetap teguh pada pendiriannya bahwa ia dan Mulyani tak dapat bersatu dalam ikatan pernikahan. Ada batas dan ruang yang menghalanginya.

Penulis blog

Muhammad Amin
Muhammad Amin
Dosen Bahasa Arab UIN Sunan Gunung Djati Bandung, penulis, pemerhati pendidikan dan bahasa, siniar, IT enthusiat

Terima kasih sudah berkunjung. :)