Pernah mendengar cerita tentang kegigihan Ibnu Hajar Al Atsqalani dalam mencari ilmu? Kalau belum, hari ini kita akan mengambil hikmah dari kisahnya. Simak kisahnya baik-baik.
Nama aslinya Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Qabilah. Berasal dari Asqolan, Palestina. Beliau adalah ahli hadis bermazhab Syafi'i.
Ketika belajar di madrasah, Ibnu Hajar tertinggal dari teman-temannya. Kondisi ini membuatnya patah semangat dan akhirnya memutuskan pulang ke rumah kakaknya.
Sejak kecil yatim. Ayah ibunya meninggal dunia ketika ia belia. Ia diasuh oleh kakaknya. Ketika berada di perjalanan ia kehujanan. Pengarang kitab Fathul Baari' ini berteduh di sebuah gua. Saat itu ia memandang tetesan air yang berhasil melubangi batu keras.
Ia terkejut dan bertanya-tanya: bagaimana batu sekeras itu bisa dilubangi hanya oleh tetesan air? Setelah merenung dan mendapat jawaban, pahamlah ia bahwa sekeras apa pun sebuah batu akan terlubangi oleh air yang menetes terus menerus.
Ia sadar bahwa ketertinggalannya dalam mencari ilmu akan teratasi bila mau berusaha dengan sungguh-sungguh dan tanpa mengenal lelah.
Ia kembali ke madrasah, menceritakan pengalaman memandang batu keras tersebut kepada gurunya. Ia pun diterima kembali belajar di sana.
Dari cerita ini, kita ambil kegigihan dan tak mudah menyerah seorang ahli hadis ternama. Dalam hal menulis, kita pun bisa meniru semangat Ibnu Hajar ini.
Barang kali saat ini kita masih tertarih. Susah merangkai kata, meramu diksi dari pikiran yang berkecamuk. Sulit menginterpretasikan sebuah peristiwa ke dalam tulisan. Namun, yakinlah dengan terus mencoba, insyaallah kemudahan akan datang.
Hanya mereka yang tak gigihlah yang akan hancur perlahan. Ditempa sedikit sudah tak kuat. Dikritik sedikit sudah patah. Kehancuran adalah milik mereka yang berputus asa dan menyerah begitu saja.