Sebelum istirahat tadi malam, saya membaca satu buku berjudul 7 Kiat Orangtua Shalih Menjadikan Anak Disiplin dan Bahagia. Buku ini ditulis oleh Abah Ihsan yang dikenal sebagai trainer parenting internasional dan direktur Auladi Parenting School. Saya mendapat beberapa pandangan terkait mendidik seorang anak. InsyaAllah seri ini akan berlanjut di hari-hari berikutnya. Untuk episode kali ini saya membagikan beberapa poin penting dari 20 an halaman awal buku tersebut. Berikut ulasannya:
1. Yang sebenarnya bermasalah bukanlah emosi kita melainkan kita belum dapat mengendalikan perilaku atau perbuatan anak yang membuat kita emosi. (Hal. 6). Dari sini dapat dipahami bahwa hendaknya terlebih dahulu mampu mengendalikan perilaku anak, terutama pada perilaku yang seringkali membuat kita emosi. Contohnya adalah susah bangun Subuh, kecanduan game, dan lain-lain.
2. Yang sering membuat kita emosi adalah karena anak berbuat buruk dan kita tidak ingin anak melakukannya lagi. (Hal. 6).
3. Asumsi bahwa anak-anak adalah manusia dewasa mini telah menyebabkan orang tua kemudian hanya mengandalkan pemberitahuan atas anggapan ketidaktahuan anak atas sebuah perbuatan yang dianggap buruk. (Hal. 10).
4. Berapa banyak nasihat masuk pada pikiran anak jika Anda menyampaikan nasihat kepada anak saat anak Anda bermasalah. Pada saat bermasalah anak cenderung tertekan. Pada saat tertekan, jangankan nasihat, makan pun tidak akan masuk. (Hal. 11).
5. Jika digeneralisasi, anak-anak bermasalah sebenarnya disebabkan setidaknya oleh salah satu d iantara dua hal: jika tidak kurang perhatian pasti overdosis perhatian! Jika tidak terlalu dibebaskan, pastilah terlalu dikekang! (Hal. 15).
6. Ketegasan itu implementasi bahwa kita punya otoritas untuk mengendalikan anak. Prinsipnya, semua orangtua wajib dapat menguasai anak. Tanpa bisa menguasai anak, apakah orangtua dapat mengendalikan perilaku anak? Tanpa bisa menguasai anak, apakah orangtua dapat mengarahkan anaknya ke kiri atau ke kanan? Dan akhirnya tanpa bisa menguasai anak, apakah orang tua dapat mendidik anaknya? Tidak, bukan? (Hal. 16-17).