Kemarin,
sepulang dari mendampingi outbound TQ XV, saya bertemu santri saya dan dia
berkata,
“Ustad,
televisinya dikeluarkan dong!”
“Oh,
ya maaf saya lupa. Tadi pagi niatnya mau saya keluarkan tapi saya terlanjur
keluar karena ada agenda. Baik, setelah ini saya keluarkan.”
.
Saya
keluarkan televisi yang rutin setiap sabtu siang sampai ahad sore menemani
santri bersantai di aula lantai 3 Alexandria. Setelah dikeluarkan, masalah
belum selesai. Ternyata saya tidak menemukan antena yang biasanya dipakai. Selain
itu, konektor dari televisi menuju antena di lantai empat juga putus beberapa
minggu lalu dan belum diperbaiki sampai kemarin. Saya berpikir untuk mencari
jalan keluar terbaik.
.
“Ehm,
begini. Pakai antenna yang ada di kamar saya saja. Ya setidaknya kalian bisa
menikmati tayangan televisi meski tidak sejernih biasanya.”
“Syukran
ustad”
.
Langsung
saja saya keluarkan antena televisi yang sudah bertengger berbulan-bulan di
jendela atas pintu kamar saya. Saya sendiri beberapa minggu terakhir tidak
sempat menonton televisi. Maklum, agenda sedang penuh setiap hari.
Paling-paling saya menonton televisi sebentar di kantor saat malam hari. Satu
pelajaran yang saya dapat hari ini adalah kadangkala sebagai pimpinan, kita
perlu berkorban sedikit lebih banyak dari biasanya untuk kemaslahatan yang kita
pimpin. Asalkan tidak mengganggu rutinitas yang seharusnya, maka tak ada
salahnya berkorban lebih banyak. Seperti yang saya coba lakukan untuk santri
Alexandria kemarin. Jadi, jangan pernah gengsi untuk berkorban lebih banyak
demi kemaslahatan yang lebih luas.
.
@muhamin25
| 15 Oktober 2017