Kembali Ke Atas
Beranda
Rangkuman
Ketenagakerjaan di Indonesia "Peluang dan Tantangan"
Unknown Unknown
November 23, 2016

Ketenagakerjaan di Indonesia "Peluang dan Tantangan"

      Pada 17 November lalu, saya berkesempatan mengikuti sebuah kuliah tamu bertemakan ketenagakerjaan di Indonesia "Peluang dan Tantangan" yang disampaikan langsung oleh Menakertrans RI, Muhammad Hanif Dhakiri di Gedung Rektorat lantai 5 UIN Maliki Malang. Acara ini dimulai selepas dzuhur sekitar pukul 1 siang. Seperti biasa, Prof Mudjia selaku rektor memberikan sambutan singkat terkait kunjungan menteri ketenagakerjaan hari itu. Ternyata menakertrans ini adalah lulusan IAIN Walisongo kala itu. Sebagai sesama lulusan PTAIN maka saya pun bangga dengan prestasi yang beliau torehkan karena kata pak rektor sampai saat ini kantor Menakertrans yang tenang-tenang saja dan tidak pernah didemo oleh masyarakat. Ini menunjukkan satu keberhasilan penting dalam hal pengelolaan tenaga kerja dan masalah pekerjaan di negeri tercinta.
 
      Hanif Dhakiri menyampaikan bahwa saat ini Indonesia masuk era persaingan kerja yang begitu hebat. Faktor kemiskinan adalah pengangguran atau ketidaksesuaian pekerjaan dengan latar belakang pendidikan dan skil. Angkatan kerja nasional ada 128 juta orang. itu terhitung angkatan kerja yang bekerja dan yang menganggur. Yang berumur 15 tahun ke atas sebanyak 121 juta telah bekerja sedangkan 7 juta lainnya menganggur. Mayoritas yang sudah bekerja adalah lulusan SD/SMP yang berarti tidak lulus/lulus SD dan tidak lulus SMP/lulus SMP yang berjumlah 60 persen dari keseluruhan 128 juta itu. Maka kuncinya adalah keraslah pada diri sendiri karena sesungguhnya Indonesia ini memiliki potensi besar dalam Sumber Daya Alam. SDM kalau tidak dimanajemen dengan baik maka akan terjadi ledakan pengangguran dan kriminalitas. 
      ADa 3 hal penting di dunia kerja: 
1. Karakter
      Karakter di negara Jepang misalnya lebih diutamakan daripada keterampilan dan pendidikan tinggi. Beliau pernah bertanya kepada seorang manajer perusahaan antara memilih yang jujur atau yang berpendidikan tinggi? Maka manajer menjawab saya akan memilih yang jujur, karena yang jujur bisa saya training agar bekerja dengan baik. Tetapi meskipun seseorang berpendidikan tinggi tetapi karakternya rusak maka saya sudah tidak berdaya mendayagunakannya. Karena memang mendidik karakter seseorang butuh waktu dan usaha yang lebih banyak. 
2. Kompetensi
      Sudah barang tentu setelah memiliki karakter yang baik, seorang pekerja harus ditunjang dengan kompetensi yang mumpuni. Hal ini terkait dengan profesionalitas kerja dan hasil pekerjaan yang memuaskan dan sesuai rencana. 
3. Inovasi
      Seorang pekerja yang tiada henti melakukan inovasi melalui dirinya maka ia akan mampu survive atau bertahan di tengah derasnya terpaan perubahan di berbagai lini. Ia siap berkompetisi karena sisi inovatifnya mampu menjangkau selera pasar. 
      Indonesia saat ini ada pada tahap under civilization dari pendidikan formal artinya derajat pendidikan tidak sebanding dengan jenis pekerjaan. Kampus juga perlu kiranya mempersiapkan diri dan membekali mahasiswanya dengan pengetahuan akan perubahan jenis pekerjaan di masa depan yang tentunya nanti berdampak pada masukan mahasiswa ke perguruan tinggi. 
      Pekerja skill (skill worker) di masa depan harus sampai pada 130 juta dari saat ini yang masih berjumlah 57 juta. Keterlibatan dunia usaha itu juga penting. Di kampus perlu dikembangkan Career Development Center sehingga dari sana seorang sarjana atau lulusan perguruan tinggi bisa mendapatkan sertifikat kompetensi yang tentunya lebih menunjang lulusan tersebut ketika harus terjun di dunia kerja nantinya karena sejatinya daya saing yang dimiliki lulusan itu sangat besar bila dibanding mereka yang tidak memiliki sertifikat kompetensi. Di CDC itu nantinya ada yang disebut dengan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Disana dirumuskan misalnya untuk menjadi seorang modin maka harus memenuhi syarat tertentu misalnya hafal qur'an sekian juz, memahami kaidah ushul fiqih dengan baik, dsb. Dengan sertifikat itu maka lulusan PT juga bisa bersaing di MEA. Karena sertifikat itu adalah bisa dibilang sebagai kartu masuk persaingan MEA. Kalau kartu masuknya saja tidak punya, maka bagaimana bisa berkompetisi dengan lulusan dari negara lain pada suatu pekerjaan? 

Disarikan dari Kuliah Tamu Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Muhammad Hanif Dhakiri 
17 November 2016
di Gedung Rektorat Lantai 5 UIN Maliki Malang kampus 1. 
Berikut adalah link kuliah tamu beliau dalam format rekaman. 
Untuk mengunduh klik disini   

Penulis blog

Terima kasih sudah berkunjung. :)