METODE ILMIAH
Oleh :
Muhammad Alby
Ulil Albab (16720029), Hamid Umar Al Habsyi (16720030),
Muhammad Labib
Fawwaz (16720031), Muhammad Amin (16720035)
A. Pendahuluan
Epistemologi adalah
salah satu cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan pengetahuan
manusia (Aceng Rahmat dkk, 2011, p. 147). Ia juga disebut sebagai teori
pengetahuan, berasal dari kata Yunani episteme, yang berarti
“pengetahuan”, “pengetahuan yang benar”, “pengetahuan ilmiah”, dan logos yang
berarti teori. Dalam hal ini yang menjadi pertanyaan pokok adalah “apa yang
dapat saya ketahui?”.
Salah satu persoalan
dalam epistemologi adalah dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh. Menurut
filsafat, untuk memperoleh pengetahuan yang absah, valid, maka didapatkan
melalui metode ilmiah. Melalui metode ilmiah ini kelak akan lahir yang disebut
dengan ilmu. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu, hanya pengetahuan yang
didapat melalui metode ilmiah saja yang dapat disebut dengan ilmu. Karena ilmu
yang lahir dari metode ilmiah memiliki syarat-syarat tertentu yang harus
dipenuhi.
Dewasa ini, peranan
metode ilmiah ini sangat besar. Melalui metode ilmiah, para ilmuwan turut
menyumbangkan sedikit bagian kecil dari sistem keilmuan secara kseluruhan,
namun disebabkan sifatnya yang kumulatif menyebabkan ilmu berkembang dengan
sangat pesat. Berangkat dari latar belakang tersebut, maka perlu adanya suatu
pembahasan mengenai apa hakikat metode ilmiah, unsur-unsur metode ilmiah,
macam-macam metode ilmiah, dan langkah-langkah metode ilmiah.
Dalam pembahasan
nantinya, penulis akan menjabarkan mengenai pengertian secara bahasa, istilah
dan dikaitkan dengan epistemologi, ilmu, dan ilmiah. Selanjutnya akan dibahas
tentang unsur-unsur metode ilmiah, dilanjutkan dengan macam-macam metode
ilmiah, dan terakhir akan dibahas mengenai langkah-langkah metode ilmiah. Pada
bagian refleksi akan penulis uraikan pendapat penulis mengenai segala hal yang
telah dibahas di dalam pembahasan dikaitkan dengan peranan metode ilmiah dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Pada akhirnya, akan penulis tutup dengan
simpulan dari pembahasan dan refleksi.
B. Pembahasan
Hakikat Metode Ilmiah
Secara etimologis,
metode berasal dari kata Yunani meta yang berarti sesudah dan hodos yang berarti jalan. Jadi, metode berarti langkah-langkah yang diambil,
menurut urutan tertentu, untuk mencapai pengetahuan yang benar yaitu suatu
tatacara, teknik, atau jalan yang telah dirancang dan dipakai dalam proses
memperoleh pengetahuan jenis apa pun, baik pengetahuan humanistik dan historis,
ataupun pengetahuan filsafat dan ilmiah.
Metode ilmiah merupakan
prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Metode, menurut Senn,
merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai
langkah-langkah yang sistematis (Suriasumantri, 2009, p. 119). Metodologi adalah
suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.
Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang
terdapat dalam metode ilmiah. Metodologi inilah yang disebut dengan
epistemologi di dalam filsafat. Epistemologi merupakan pembahasan mengenai
bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: Apakah sumber pengetahuan? Apakah
hakikat, jangkauan, dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan
untuk mendapatkan pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk
ditangkap manusia?.
Metode ini perlu, agar
tujuan keilmuan yang berupa kebenaran objektif dan dapat dibuktikan bisa
tercapai. Dengan metode ilmiah, kedudukan pengetahuan berubah menjadi ilmu
pengetahuan, yaitu menjadi lebih khusus dan terbatas lingkupan studinya.
Pada dasarnya, di dalam
ilmu pengetahuan dalam bidang dan disiplin apapun, baik ilmu-ilmu humaniora,
sosial maupun ilmu-ilmu alam, masing-masing menggunakan metode yang sama. Jika
ada perbedaan, hal itu tergantung pada jenis, sifat dan bentuk objek materi dan
objek forma (tujuan) yang tercakup di dalamnya pendekatan (approach),
sudut pandang (point of view), tujuan dan ruang lingkup (scope)
masing-masing disiplin itu (Suparlan Suhartono, 2008, p. 71) .
Metode ilmiah merupakan
ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Dengan begitu, diharapkan pengetahuan
yang dihasilkan memiliki ciri-ciri tertentu yang memenuhi kriteria pengetahuan
ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan pengetahuan yang
dihasilkan benar-benar dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah
menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif.
Berpikir deduktif
memberikan sifat rasional atau bertumpu pada akal. Dengan metode ini maka
pengetahuan yang dihasilkan akan sejalan dengan prinsip-prinsip yang ada pada
akal, yaitu koheren dan konsisten dengan pengetahuan sebelumnya. Ilmu mencoba
memberikan penjelasan rasional kepada objek yang ditelaah. Dikarenakan ada
banyak premis yang digunakan untuk membangun sebuah bangunan ilmu dari sisi
berpikir deduktif maka diperlukan adanya berpikir induktif.
Teori korespondensi
mengatakan bahwa suatu pernyataan dapat dianggap benar sekiranya materi yang
terkandung sesuai dengan objek faktual yang dituju. Atau dapat dikatakan bahwa
suatu pernyataan bisa dianggap banar bila didukung dengan fakta empiris. Penemuan
ilmiah akan sangat berguna di saat kita menemukan sesuatu yang belum diuji
secara empiris.
Proses kegiatan ilmiah
menurut Ritchie Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Hal itu
memunculkan pertanyaan mengapa manusia mulai mengamati sesuatu? Bila ditelaah
ternyata manusia mulai mengamati sesuatu bila manusia tersebut memberikan
perhatian tertentu terhadap sesuatu. Hal ini oleh John Dewey disebut dengan
masalah yang menimbulkan pertanyaan. Akhirnya disimpulkan bahwa proses berpikir
dimulai oleh manusia tatkala ia mempunyai suatu masalah atau pertanyaan.
Masalah ini akan dicari
pemecahan masalah atau jawabannya melalui langkah-langkah tertentu yang
nantinya akan penulis uraikan pada langkah-langkah metode ilmiah. Sekarang,
sesungguhnya apa hubungan metode ilmiah dengan ilmu yang ilmiah. Ilmu sendiri
adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Sedangkan
ilmiah adalah suatu hal yang bersifat keilmuan/sains (pemahaman tentang sesuatu
yang dapat diterima secara logika/pikiran/penalaran). Sedangkan ilmu yang
ilmiah adalah ilmu yang diperoleh dan dikembangkan dengan mengolah atau
memikirkan realita yang berasal dari luar diri manusia secara ilmiah, yakni dengan
menerapkan metode ilmiah. Perlu juga dipahami bahwa ilmu berbeda dengan
pengetahuan. Pengetahuan menurut Jujun S. Sumantri adalah segenap apa yang kita
ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya ilmu. Jadi, ilmu
lebih sempit daripada pengetahuan. Pengetahuan bisa mencakup seni, agama, ilmu,
dsb.
Ilmu selanjutnya dapat
dipandang sebagai proses, prosedur, dan produk. Sebagai proses, ilmu berwujud
penelitian. Sebagai prosedur, ilmu ada dalam metode ilmiah. Sedangkan dalam hal
produk, ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis. (The Liang Gie,
1991, p. 90).
Dari uraian di atas,
dapat diketahui bahwa ilmu ilmiah didapatkan melalui suatu proses yang disebut
metode ilmiah yang mana diawali dengan pertanyaan atau masalah yang muncul dari
alam manusia atau hal-hal empiris yang diperhatikan oleh manusia.
Metode ilmiah memiliki
beberapa sifat, yaitu: logis atau masuk akal, objektif, sistematis, andal,
dirancang, akumulatif,
Unsur-unsur Metode Ilmiah
Metode ilmiah yang
merupakan suatu prosedur sebagaimana digambarkan oleh The Liang Gie, memuat
berbagai unsur atau komponen yang saling berhubungan. Unsur utama metode ilmiah
adalah pola prosedural, tata langkah, teknik, dan instrumen.
Pola prosedural terdiri
dari pengamatan, percobaan, pengukuran, survei, deduksi, induksi, dan analisis.
Tata langkah mencakup penentuan masalah, perumusan hipotesis (bila perlu),
pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian hasil. Teknik antara lain
terdiri dari wawancara, angket, tes, dan perhitungan. Berbagai macam instrumen
yang dipakai dalam metode ilmiah adalah pedoman wawancara, kuesioner,
timbangan, komputer, dsb (Kuntjojo, 2009, p. 27-28).
Semua unsur-unsur
metode ilmiah ini saling berhubungan satu sama lain dan juga saling melengkapi
guna menuju tujuan akhir metode ilmiah, yaitu terciptanya sebuah temuan atau
keilmuan tentang hal tertentu secara ilmiah. Selain itu, dalam metode
penelitian akan dijelaskan lebih lanjut bahwasannya antara pola prosedural,
tata langkah, teknik dan instrumen harus benar-benar valid. Maksudnya adalah
semuanya sesuai dengan ilmu apa yang akan dihasilkan. Misalnya adalah ilmu
psikologi. Apakah ada hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi siswa.
Maka pola prosedural yang dipilih adalah pengamatan dengan mengamati keseharian
dalam hal belajar, apa saja bentuk motivasi yang membuatnya semangat dalam
belajar. Lalu juga mengamati hasil belajar untuk mengetahui bagaimana
perkembangan prestasinya dari semester sebelumnya. Untuk tata langkah tentunya
dimulai dengan menentukan masalah (apakah ada hubungan antara motivasi belajar
siswa dengan prestasi siswa?), lalu hipotesis (Ada hubungan antara motivasi
belajar siswa dengan prestasi siswa), dilanjutkan dengan mengumpulkan data dari
observasi, angket, wawancara. Lalu disimpulkan. Untuk teknik dapat digunakan
wawancara, angket, observasi, dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan adalah
pedoman wawancara, pedoman observasi, angket, dokumentasi.
Macam-macam Metode Ilmiah
Macam-macam metode ilmiah disini menurut Johnson (2005) dalam
artikel berjudul “Educational Research : Quantitative and Qualitative”
membedakan metode ilmiah menjadi dua, yaitu metode deduktif dan metode
induktif. Menurutnya, metode deduktif terdiri dari tiga langkah utama, yaitu 1)
state the hypothesis (based on theory or research literature) menyatakan
hipotesis berdasarkan teori atau studi literatur; 2) collect data to test
hypothesis mengumpulkan data untuk mengetes kebenaran hipotesis; 3) make
decision to accept or reject the hypothesis membuat keputusan untuk
menyetujui atau menolak hipotesis (Kuntjojo, 2009, p. 28).
Sedangkan untuk metode
induktif langkahnya sebagai berikut: 1) Observe the world mengamati
semesta; 2) Search for a pattern in what is observed mencari model dalam
objek yang sedang diamati; 3) make a generalization about what is occuring membuat
generalisasi dari apa yang terjadi (Kuntjojo, 2009, p. 28).
Oleh Johnson, deduktif
dan induktif itu berkebalikan. Jika deduktif memulai metode ilmiah dengan
sebuah konsep yang dimiliki, sedangkan deduktif berangkat dari
kenyataan-kenyataan semesta yang pada akhirnya menuju sebuah kesimpulan atau
generalisasi dari semua kenyataan-kenyataan semesta tersebut.
Metode deduktif
merupakan metode ilmiah yang diterapkan dalam penelitian kuantitatif. Dalam
metode ini teori ilmiah yang sudah diterima kebenarannya dijadikan acuan dalam
mencari kebenaran selanjutnya. Sedangkan metode induktif merupakan metode yang diterapkan
dalam penelitian kualitatif. Penelitian dimulai dengan pengamatan dan diakhiri
dengan penemuan sebuah teori.
Suriasumantri
menegaskan bahwa kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logyco-hypothetico-verifikatif
(metode deduktif) pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai
berikut: 1) Perumusan Masalah, 2) Penyusunan kerangka berpikir ilmiah, 3)
Perumusan hipotesis, 4) Pengujian Hipotesis, 5) Penarikan kesimpulan.
Sedangkan metode
induktif diterapkan dalam penelitian kualitatif. Metode induktif memiliki dua
macam tahapan, yaitu umum dan siklikal. Secara umum metode induktif memiliki 3
tahapan, yaitu: 1) pra lapangan, 2) pekerjaan lapangan, 3) analisis data.
Sedangkan untuk siklikal memiliki 7 langkah yaitu: 1) Pengamatan deskriptif, 2)
analisis domain, 3) pengamatan terfokus, 4) analisis taksonomi, 5) pengamatan
terpilih, 6) analisis komponen, 7) analisis tema (Kuntjojo, 2009, p. 31).
Prosedur Metode Ilmiah
Berikut akan dijelaskan mengenai prosedur metode ilmiah. Ada
beberapa langkah dalam metode ilmiah:
1. Perumusan Masalah
Disini dirumuskan
pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat
diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya. Problema ini
didapatkan dari fenomena-fenomena yang diamati oleh manusia dalam realita
kehidupan. Ada beberapa cara untuk menentukan pertanyaan penelitian yaitu
melalui data sekunder berupa:
a.
Melihat
suatu proses dari perwujudan teori
b.
Melihat
hubungan dari proposisi suatu teori, lalu bermaksud memperbaikinya
c.
Merisaukan
keberlakuan suatu teori, dalil, model di suatu tempat atau waktu tertentu
d.
Melihat
tingkat kebernilaian informasi sebuah teori lalu bermaksud meningkatkannya
e.
Segala
sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori yang telah ada, atau belum
dapat dijelaskan secara sempurna (Soetriono dan Rita Hanafie, 2007, p. 158).
Metode ilmiah ini
dimulai dengan perumusan masalah karena bila tidak ada masalah, maka tidak akan
ada pengetahuan. Sedangkan pengetahuan ilmiah adalah sebuah pengetahuan hasil
dari penyelesaian masalah-masalah ilmiah. Ruhnya ilmu adalah problem solving
(penyelesaian masalah). Berangkat dari hal-hal tersebutlah, maka metode
ilmiah dimulai dengan perumusan masalah.
2. Penyusunan kerangka
berpikir
Disini dipaparkan
argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mugkin terdapat antara berbagai
faktor yang saling terkait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka
berpikir disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah
teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan
dengan permasalahan.
3. Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah
jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya
merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan. Merumuskan
disini berarti membentuk sebuah proposisi deduksi yang sesuai dengan
kemungkinan dan tingkat kebenarannya. Bentuk proposisi ini menurut tingkat
hubungan (linkage) serta nilai informasi (informative value).
Kalimat proposisi mengandung tiga komponen, yaitu antiseden, konsekuen dan
depedensi. Dua istilah pertama adalah bagian dari kalimat proposisi. Antiseden
adalah teori yang dijadiakan acuan awal untuk membentuk hipotesis, lalu
konsekuen adalah sebuah akhir dari kalimat hipotesis. Sedangkan depedensi
adalah hubungan antara antiseden dengan konsekuen tersebut. Misal hipotesis:
Jika air dipanaskan sampai suhu 100% C, maka air akan mendidih.
Ada syarat-syarat
logika dalam menentukan hipotesis sebagai berikut:
a.
Dapat
menjelaskan kenyataan yang menjadi masalah dan dasar hipotesis
b.
Mengandung
sesuatu yang mungkin
c.
Dapat
mencari hubungan kausal dengan argumentasi yang tepat
d.
Dapat
diuji baik kebenaran maupun kesalahannya
Macam-macam hipotesis
yang sering ditemui seperti berikut:
a.
Hipotesis
Deskriptif : menunjukkan dugaan sementara tentang bagaimana benda atau
peristiwa terjadi
b.
Hipotesis
Argumentasi : menunjukkan dugaan sementara tentang mengapa benda, peristiwa,
atau variabel terjadi. Konsekuen menjadi sebuah kesimpulan dari antiseden.
c.
Hipotesis
Kerja : meramalkan atau menjelaskan akibat dari variabel yang menjadi
penyebabnya. Hipotesis ini menunjukkan adanya perubahan akibat disebabkan
dengan perubahan suatu variabel.
d.
Hipotesis
Nol : Memeriksa ketidakbenaran suatu teori, yang selanjutnya akan ditolak
menjadi bukti-bukti yang sah. Kita membuat dugaan dengan hati-hati bahwa tidak
ada hubungan yang berarti atau perbedaan yang signifikan dan selanjutnya kita
membuktikan ketidakmungkinan hipotesis ini (Soetriono dan Rita Hanafie, 2007,
p. 160).
4. Pengujian Hipotesis
Dalam tahap ini
dilakukan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan
untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis
tersebut atau tidak.
Pengujian hipotesis ini
berarti membandingkan atau menyesuaikan (matching) segala yang terdapat
dalam hipotesis dengan data empirik. John Stuart Mills mengajukan 3 macam
metode, yaitu:
a.
Method
of Agreement : Jika dalam dua atau lebih
peristiwa, pada suatu fenomena timbul satu (dan hanya satu) kondisi yang
terjadi, maka kondisi itu dapat disimpulkan sebagai penyebab terjadinya
fenomena tersebut.
b.
Method
of Difference : Dalam dua peristiwa terdapat
perbedaan dalam rangkaiannya (unsurnya) dan fenomena yang terjadi. Jika
serangkaian peristiwanya sama kecuali dalam satu faktor dimana peristiwa yang
satu tidak memilikinya dan tidak menimbulkan fenomena, maka fenomena yang
terjadi disebabkan faktor yang dimiliki perstiwa.
c.
Method
of Concomitant : Jika telah diketahui adanya
faktor-faktor tertentu dalam peristiwa yang menimbulkan bagian-bagian tertentu
suatu fenomena, maka bagian-bagian lain dari fenomena ini dalah akibat dari
faktor-faktor selebihnya yang terdapat dalam peristiwa-peristiwa itu (Soetriono
dan Rita Hanafie, 2007, p. 161-162).
Untuk melakukan
pengujian hipotesis perlu diketahui operasionalisasi variabel yang terkandung
dalam hipotesis. Operasionalisasi variabel berarti menentukan indikator dari variabel
yang ada. Misalnya hipotesis : Jika motivasi belajar anak meningkat, maka hasil
belajar anak meningkat. Maka perlu dijabarkan terlebih dahulu apa saja
indikator dari motivasi dan juga hasil belajar agar lebih jelas dapat diketahui
hubungan antara keduanya. Keabsahan dan ketepatan penentuan indikator ini
tentunya akan mempengaruhi hasil penelitian.
5. Penarikan Kesimpulan
Selanjutnya, dilakukan
penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan ditolak atau diterima. Bila
dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka
hipotesis diterima. Namun, bila sekiranya dalam proses pengujian tidak ada
fakta yang cukup untuk membuktikan hipotesis, maka hipotesis ditolak. Hipotesis
yang diterima akan dianggap sebagai pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi
persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan
pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Kebenaran disini
ditafsirkan secara pragmatis, artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta
yang menyatakan sebaliknya (Suriasumantri, 2009, p. 128).
C. Refleksi
Pada pembahasan kali
ini, akan coba kita kaitkan antara metode ilmiah dan pengembangan keilmuan. Ilmu
pengetahuan akan terus berkembang dari masa ke masa. Hal ini dimulai dengan
adanya revolusi industri yang membawa perubahan besar dalam bidang ekonomi,
pendidikan, hukum, kebudayaan, dan perilaku sosial. Baik dalam hal manfaat
maupun masalah yang ditimbulkannya. Hadirnya berbagai masalah ini menarik minat
para pakar di berbagai bidang untuk terus menerus menemukan pemecahan masalah. Untuk
memecahkan masalah yang ada, tentunya dibutuhkan berbagai metode, metode
tersebut adalah metode ilmiah. Misal saja dalam ilmu kealamaan yang mendasari
metode ilmiahnya dari objek empiris yang ditangkap oleh indra manusia. Dari
objek tersebut, para peneliti merumuskan berbagai masalah yang nantinya akan
dipecahkan. Hipotesis pun dibangun berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang
telah dibangun sebelumnya seperti teori dsb. Selanjutnya, para peneliti akan
menguji kebenaran hipotesis yang telah dibuatnya. Metode yang digunakan
berdasarkan pada ciri ilmu kealaman yaitu melukiskan kenyataan menurut aspek
yang memungkinkan registrasi indrawi secara langsung. Bahan-bahan tersebut
disaring, diawasi, diidentifikasi, diklasifikasi secara ilmiah yang pada
akhirnya berujung pada eksperimen sebagai langkah untuk registrasi indrawi.
Dengan eksperimen inilah, maka ilmu kealaman mampu menjangkau objek yang semula
sulit diamati seperti elektron, dsb. Hal ini tentunya sebab dukungan kemajuan
instrumen dalam melakukan eksperimen ilmu kealaman.
Dalam ilmu sosial,
metode ilmiah yang berkembang didasarkan pada gejala tingkah laku manusia,
bahasa, perasaan, fenomena sosial antar manusia, dsb. Objek ilmu sosial ini
dapat diamati dan dinalar sebagai fakta empiris yang di dalamnya mengandung
arti, makna, dan tujuan. Hal ini disebabkan manusia berbeda dengan benda mati
yang cenderung tetap, tidak dapat menentukan perilakunya sendiri. Manusia
menciptakan arti, makna, tujuan kehidupannya sendiri yang pada akhirnya
menimbulkan masalah-masalah yang perlu dituntaskan dengan metode ilmiah.
Lapangan penyelidikan ilmu sosial adalah segala perbuatan manusia dan yang
manusia pikirkan tentang dunia. Ciri ilmu sosial dalah normatif-teologis. Teleologi
berarti studi tentang gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan,
tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal ini
dicapai dalam suatu proses perkembangan. Normatif artinya berpegang teguh pada
norma, aturan, dan ketentuan yang berlaku. Ilmu-ilmu sosial dan humanistik
umumnya menggunakan metode linier. Metode linier adalah sebuah metode yang
terdiri dari tiga tahap, yaitu persepsi, konsepsi, dan prediksi. Persepsi
adalah penangkapan data oleh indra, Konsepsi adalah pengolahan data dan
penyusunannya dalam suatu sistem, sedangkan prediksi adalah penyimpulan dan
perkiraan.
Metode ilmiah saat ini
lebih kita kenal dengan metode penelitian. Metode penelitian ini digunakan
dengan berbagai tujuan, yaitu: 1) Eksploratif, 2) Pengembangan, 3) Verifikatif.
Penelitian eksploratif bertujuan mencari atau menjajagi masalah, sedangkan
penelitian pengembangan mencoba mengembangkan masalah yang ada, lalu penelitian
verifikatif mencoba menguji kebenaran sebuah teori atau menguji jawaban hasil
pemikiran yang kebenarannya semantara (hipotetik). Maka, keberadaan hipotesis
sangat diperlukan dalam penelitian tipe ketiga.
Dari metode ilmiah
yang telah disebutkan dalam pembahasan, maka ilmu-ilmu berkembang dengan
berbagai metode yang ada sevbagai berikut:
1. Studi kasus : penelitian yang bertujuan mempelajari dengan
mendalam keadaan kehidupan seseorang dengan latar belakang dalam interaksi
dengan lingkungan dari suatu unit sosial, misal individu, lembaga, komunitas,
atau masyarakat.
2. Penelitian Deskriptif : penelitian yang bertujuan membuat deskripsi
atau gambaran mengenai fakta-fakta suatu populasi tertentu secara sistematis.
Variabel yang diteliti tentunya terbatas, tetapi dilakukan dengan meluas pada
populasi tersebut. Biasa disebut penelitian survai. Ada survai deskriptif yang
mencoba menguraikan fenomena saat ini saja, dan juga survai perkembangan yang
menggambarkan perubahan yang terjadi dari fenomena sebagai fungsi waktu
(longitudinal).
3. Penelitian Korelasional : Penelitian yang bertujuan untuk
mendeteksi atau mengungkap sejauh mana variasi suatu faktor berkaitan dengan
variasi dari faktor lainnya yang didasarkan pada koefisien korelasi.
4. Penelitian kausalitas : Penelitian yang bertujuan untuk
menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dari suatu fenomena. Ada explanatory
survey dan experimental research. Survei eksplanatori adalah penyelidikan
kausalitas dengan mendasarkan pada pengamatan terhadap akibat yang terjadi dan
mencari faktor yang mungkin menjadi penyebabnya melalui data tertentu.
Sedangkan penelitian eksperimen adalah penyelidikan yang dilakukan dengan
mengenakan faktor penyebab (treatment) kepada kelompok eksperimental, kemudian
dikaji akibat yang terjadi, untuk meyakinkan bahwa yang terjadi benar-benar
suatu akibat dari perlakuan, biasanya dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
tidak dikenai perlakuan.
5. Penelitian tindakan : Penelitian yang bertujuan untuk menerapkan
penemuan-penemuan baru dalam rangka memecahkan masalah dalam suatu lapangan
kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan faktor penghambat atau
pendukung dari tindakan tersebut.
6. Penelitian Sejarah : penelitian yang bertujuan untuk membuat
rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif yang dilakukan dengan
mengumpulkan , mengevaluasi, mensintesis, memverifikasi bukti-bukti untuk
menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat (Soetriono dan Rita
Hanafie, 2007, p. 162-163).
Dengan berkembangnya
berbagai metode penelitian tersebut, tentunya lapangan ilmu pengetahuan semakin
berkembang dari hari ke hari. Penelitian masa lalu terus dierbaharui,
diujicobakan kembali apakah masih relevan dengan keadaan masa kini. Di zaman
modern ini kita temukan berbagai inovasi dalam ilmu pengetahuan seperti
penggabungan dua bidang keilmuan yang pada akhirnya mampu memproduksi hasil
atau teori atau keilmuan yang sebelumnya belum pernah ada. Penggabungan ini
tentunya beralasan, yaitu guna menanggulangi masalah yang di masa kini sudah
semakin kompleks. Contohnya kita lihat banyak di kampus-kampus menggabungkan
bidang-bidang sains seperti biokimia (biologi-kimia), biofisika (biologi-fisika)
dan gabungan keilmuan lainnya. Penggabungan ini sesungguhnya menarik. Minat
mahasiswa baru untuk mempelajari ilmu-ilmu gabungan ini juga ternyata cukup
besar. Hal ini tentunya perlu didukung dengan kuatnya metodologi penelitian
yang nantinya dijadikan untuk memproduksi teori-teori baru juga ilmu-ilmu baru
yang belum pernah ada sebelumnya. Sehingga pemahaman yang benar mengenai metode
penelitian di masing-masing keilmuan amat sangat penting agar didapatkan teori
yang valid dan reliabel yang tentunya mampu menjawab segala permasalahan baik
di bidang sains, sosial, politik, hukum, dsb.
Bila dikaji dari sisi
bahasa, maka metode penelitian bahasa saat ini tidak melulu membahas bahasa itu
sendiri. Sudah banyak metode penelitian yang menghubungkan antara penelitian
bahasa dengan penelitian di luar bidang bahasa, misalnya dengan bidang
psikolinguistik yang melahirkan disiplin ilmu baru, yaitu psikolinguistik.
Bahasa dihubungkan dengan fenomena sosial yang menghasilkan ilmu
sosiolinguistik. Tentunya setiap keilmuan tersebut memiliki ciri khas dalam
bagaimana memproduksi teori misalnya. Maka, peneliti terus merumuskan metode
penelitian yang tepat untuk akhirnya dapat menghasilkan sebuah keilmuan yang
memiliki bangun keilmuan yang kokoh mulai dari hakikat (ontologi), metode
memperoleh keilmuan (epistemologi) dan juga nilai kebermanfaatan ilmu
(aksiologi).
D. Penutup
Dari pemaparan panjang di atas, penulis ingin menegaskan bahwa
hakikat metode ilmiah adalah suatu cara, proses, prosedur untuk mendapatkan
sebuah bangun keilmuan atau ilmu ilmiah. Metode ilmiah masuk dalam ranah
epistemologis yang berangkat dari fenomena yang diamati, baik fenomena empiris
benda yang melahirkan ilmu alam dan juga fenomena pada diri manusia yang
melahirkan ilmu sosial humaniora.
Unsur metode ilmiah
adalah pola prosedural, tata langkah, teknik, dan instrumen. Sedangkan
macam-macam metode ilmiah secara umum terbagi menjadi metode induktif dan
deduktif. Lalu prosedur metode ilmiah secara umum dimulai dengan merumuskan
masalah, menentukan kerangka berpikir, merumuskan hipotesis, menguji hipotesis,
dan menarik kesimpulan. Dari konsep umum metode ilmiah dengan prosedur yang
dimilikinya, maka muncullah berbagai metode ilmiah yang disesuaikan dengan
bidang masing-masing yang tentunya memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Metode
penelitian ini sangat besar peranannya dalam hal pengembangan keilmuan baik
sains maupun ilmu sosial humaniora. Muncul juga berbagai penggabungan dua atau
lebih keilmuan guna menjawab problematika yang dihadapi di dalam masyarakat. Akhirnya,
metode ilmiah ini lahir, tumbuh dan berkembang guna menjawab keresahan manusia
mengenai bagaimana memperoleh keilmuan yang pada metode non ilmiah dapat berupa
intuisi, akal sehat, trial and error, pikiran kritis, prasangka. Metode
ilmiah membuat bangunan ilmu pengetahuan semakin kokoh karena ia memiliki
ciri-ciri yang disebut prinsip ilmiah yaitu berdasarkan fakta, bebas prasangka,
prinsip analisa, hipotetik, ukuran objektif.
Daftar Pustaka
Kuntjojo., 2009. Diktat
Matakuliah Filsafat Ilmu Program Studi Pendidikan Bimbingan dan Konseling
Universitas Nusantara PGRI Kediri. Kediri:-.
Rahmat, Aceng, dkk. 2011. Filsafat
Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Soetriono dan SRDM Rita Hanafie.
2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CV. Andi
Offset.
Suhartono, Suparlan. 2008. Filsafat
Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat
Ilmu – Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.