Hari ini, jum'at 25 November biasa diperingati sebagai hari guru nasional. Semenjak pagi saya ikuti postingan di berbagai media sosial mulai BBM, facebook, instagram, line, WA semua mengumandangkan pujian pada guru-guru mereka dengan berbagai ragam caranya. Agak siang sedikit saya menonton siaran televisi. Di televisi saya mendapat sedikit gambaran berbeda mengenai refleksi hari guru. Masih banyak guru yang bernasib tak seberuntung guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah bonafit di tengah kota. Mereka harus menempuh perjalanan puluhan kilo hanya untuk mengajar di sebuah sekolah yang tampak tak layak disebut sebagai sekolah. Gurunya mungkin hanya berjumlah 3, disamping mengajar, salah seorang guru harus bekerja sambilan dengan menjadi buruh di sebuah kebun milik saudagar kaya di sekitar desa tersebut. Ia hanya digaji 200 ribu sebulan. Sungguh sangat miris melihat fenomena itu dan saya yakin masih sangat banyak daerah di Indonesia ini yang memiliki nasib serupa. Hal ini sepatutnya menjadi fokus pemerintah yang punya misi pemerataan pendidikan dan wajib belajar 12 tahun. Para murid di desa terpencil itu juga tak punya fasilitas memadai untuk kegiatan belajar mengajar. Maka dari itu, bersyukurlah bagi kita yang masih dengan mudah memperoleh pekerjaan dan kesempatan belajar dengan sangat mudah di daerah kota ini. Jangan sia-siakan kesempatan yang kita miliki dengan hal-hal yang dapat mencederai pengalaman belajar kita di tingkatan mana pun. Selain fenomena itu, di daerah Jogja ada yang mnemperingati hari guru nasional dengan ritual membasuh kaki. Menurut saya ini terlalu berlebihan meski beberapa kalangan membolehkannya. Intinya, semoga momentum hari guru nasional ini bisa memberikan refleksi bagi seluruh pelaku pendidikan mulai tingkat tertinggi sampai tingakatan terendah untuk dapat bersama-sama memperbaiki kekurangan di segala sisinya. Akhirnya, semoga guru masih benar-benar menjadi insan yang DIGUGU LAN DITIRU (diikuti perintahnya dan dicontoh perilakunya), tidak berubah menjadi DIGUYU LAN DITINGGAL TURU (ditertawakan lalu ditinggal tidur muridnya).
November 25, 2016
Refleksi Hari Guru Nasional
Hari ini, jum'at 25 November biasa diperingati sebagai hari guru nasional. Semenjak pagi saya ikuti postingan di berbagai media sosial mulai BBM, facebook, instagram, line, WA semua mengumandangkan pujian pada guru-guru mereka dengan berbagai ragam caranya. Agak siang sedikit saya menonton siaran televisi. Di televisi saya mendapat sedikit gambaran berbeda mengenai refleksi hari guru. Masih banyak guru yang bernasib tak seberuntung guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah bonafit di tengah kota. Mereka harus menempuh perjalanan puluhan kilo hanya untuk mengajar di sebuah sekolah yang tampak tak layak disebut sebagai sekolah. Gurunya mungkin hanya berjumlah 3, disamping mengajar, salah seorang guru harus bekerja sambilan dengan menjadi buruh di sebuah kebun milik saudagar kaya di sekitar desa tersebut. Ia hanya digaji 200 ribu sebulan. Sungguh sangat miris melihat fenomena itu dan saya yakin masih sangat banyak daerah di Indonesia ini yang memiliki nasib serupa. Hal ini sepatutnya menjadi fokus pemerintah yang punya misi pemerataan pendidikan dan wajib belajar 12 tahun. Para murid di desa terpencil itu juga tak punya fasilitas memadai untuk kegiatan belajar mengajar. Maka dari itu, bersyukurlah bagi kita yang masih dengan mudah memperoleh pekerjaan dan kesempatan belajar dengan sangat mudah di daerah kota ini. Jangan sia-siakan kesempatan yang kita miliki dengan hal-hal yang dapat mencederai pengalaman belajar kita di tingkatan mana pun. Selain fenomena itu, di daerah Jogja ada yang mnemperingati hari guru nasional dengan ritual membasuh kaki. Menurut saya ini terlalu berlebihan meski beberapa kalangan membolehkannya. Intinya, semoga momentum hari guru nasional ini bisa memberikan refleksi bagi seluruh pelaku pendidikan mulai tingkat tertinggi sampai tingakatan terendah untuk dapat bersama-sama memperbaiki kekurangan di segala sisinya. Akhirnya, semoga guru masih benar-benar menjadi insan yang DIGUGU LAN DITIRU (diikuti perintahnya dan dicontoh perilakunya), tidak berubah menjadi DIGUYU LAN DITINGGAL TURU (ditertawakan lalu ditinggal tidur muridnya).
Penulis blog
Posting Komentar