Adinda, sadarkah dirimu bahwa minggu depan adalah dua minggu yang keempat sejak perkenalan kita kala itu. Aku baru sadar bahwa tiap dua minggu itu kita bertemu dan berjumpa. Mengurai rindu dalam hati menjadi benang-benang bahagia. Bertukar cerita, sekelebat senyum, berlarik-larik tulisan menyertainya. Belum lagi guyonan-guyonan yang menyertai dan mengelilingi setiap perjumpaan itu. Indah sekali.
Izinkan diri mengingatnya sejenak. Dua minggu pertama, pertengahan bulan lalu, aku bersama keluarga berkunjung ke rumahmu. Memohon restu mempersuntingmu. Terharu nan syahdu sudah tentu. Kesyukuran diri mengenalmu di antara menit waktu yang berjalan pelan kala itu.
.
Dua minggu berikutnya, siapa sangka dirimu akan hadir di Kota Hujan Kedua. Kembali menyemai cinta. Berbalut cerita indah dari masing-masing kita, bertukar buku seperti sebuah agenda wajib di antara kita berdua. Mari kita lanjutkan tradisi semacam ini. Memori kala itu masih hangat dan segar dalam otak. Tak mau beranjak meski berkali-kali aku bertolak. Mungkin saking bahagianya.
.
Dua minggu berikutnya, satu hari sebelum memasuki awal Ramadan, keluargamu berkunjung ke gubukku. Bahagia rasanya. Akhirnya dua keluarga semakin erat dalam silaturrahim. Buncah keceriaan terpancar dari wajah kita. Belum lagi ketika dirimu kuajak membeli cincin bersama ibu dan saudaraku. Beginikah rasanya cinta yang disandarkan kepada-Nya dengan setulus hati dan jiwa? Mungkin saja iya. Kau coba cincin itu, kau tuliskan nama kita di atas selarik kertas. Aku hanya tertawa bahagia melihatnya. Kau tahu, aku begitu gugup, entah kenapa. Keringatku mengucur deras dan berkali-kali kuusap dengan sapu tangan yang kubawa sedari tadi.
.
Dua minggu, dua minggu berikutnya tentu akan menjadi hari-hari yang jauh lebih indah. Dua insan telah bersepakat tuk saling menuju. Menggapai mahligai suci yang dijanjikan oleh-Nya. Satu ikatan penuh cinta kasih akan terajut dengan syahdu dan padu. Mencoba memandang masa depan dengan penuh optimis. Melihat masa depan yang begitu cerah dengan kelindan suka duka yang akan dirasa bersama, dibagi berdua.
.
Duhai Adinda, kelak kau adalah tempatku bersandar melepas lelah dan penat. Dirimu adalah alasanku tuk mencari nafkah halal dan berusaha dengan keras memperjuangkan mimpi kita bersama. Dirimu adalah madrasah pertama dari anak-anak kita kelak. Dirimu adalah calon istri yang akan dikasihi sepanjang sisa usia. Menggenggam erat tangan, bersatu, saling menguatkan di kala salah satu melemah, saling mengingatkan di kala ada salah dan alpa yang menyapa.
.
Duhai pendamping dunia akhiratku, izinkan diri menjadi imammu. Membimbingmu untuk meraih surga-Nya. Mendidik anak-anak dengan penuh kasih dan kelembutan. Menciptakan rumah tangga yang kokoh dengan pondasi keimanan dan ketakwaan. Tak mudah diterjang badai yang hadir, tak mudah roboh dan tumbang oleh cobaan yang menimpa.
.
Kata-kata terkadang tak mampu membariskan rindu yang hadir dalam dada dengan seluruhnya. Tetapi, setidaknya dengannya kucoba menyimpan satu memori dalam ingatan. Terpatri indah dengan simpul doa yang terlantunkan senantiasa kepada-Nya. Semoga dan semoga.
.
Kota Sejuta Rindu, 20 Mei 2018 07:28