Entah kenapa rintik senantiasa menemani setiap kali perjumpaan kita. Sampai terkadang aku tak percaya apa benar hujan ini takdirNya atau aku sendiri bisa menghadirkannya karena hadirmu di sampingku. Pernah di suatu siang yang cukup terik, kutunggu dirimu di serambi masjid kampus. Harapku bisa segera bertemu denganmu. Dari kejauhan kulihat dirimu berjalan dengan tenang. Kerudungmu berkibar diterpa angin, membuat pesonamu seakan terbang ke arahku. Kulayangkan pandangan padamu lalu terbersit dalam kalbu “Ya Allah, diakah jodohku?” Langkahmu semakin mendekat. Hatiku
terus berdebar tak menentu. Kau sapa diriku dan melayangkan lamunanku ke masa depan membayangkan mewahnya pesta pernikahan bersamamu. Aku segera tersadar bahwa terkadang impian itu utopis. Lagi-lagi aku masih belum menemukan alasan yang tepat kenapa aku masih saja mencintaimu sejauh ini meski sebelumnya aku tak pernah jatuh cinta sedalam ini pada seorang wanita. Tapi, bukankah cinta tak memerlukan alasan untuk menjelaskannya?
terus berdebar tak menentu. Kau sapa diriku dan melayangkan lamunanku ke masa depan membayangkan mewahnya pesta pernikahan bersamamu. Aku segera tersadar bahwa terkadang impian itu utopis. Lagi-lagi aku masih belum menemukan alasan yang tepat kenapa aku masih saja mencintaimu sejauh ini meski sebelumnya aku tak pernah jatuh cinta sedalam ini pada seorang wanita. Tapi, bukankah cinta tak memerlukan alasan untuk menjelaskannya?
Sekejap kemudian, langit tiba-tiba saja mendung. Kurasa langit begitu merestui pertemuanku denganmu dan memaksa kita untuk terus bercengkrama tentang apa pun itu. Tugas kuliah, teman-teman kita, rencana-rencana masa depan kita atau yang lainnya. Kutengok langit dan rintik pun mulai berjatuhan menyapa bumi.
Duhai kasih, aku tak tahu apa yang ada dalam pikiran dan hatimu. Tapi aku yakin rasa cinta itu juga hadir dalam hatimu yang bersih. Entah rasa cinta seperti kebanyakan kawan-kawan kita di luar sana, entah rasa cinta sekadar sebagai ikatan ukhuwah persaudaraan atas dasar agama. Kau tahu, aku selalu berdo’a bahwa memang kau terbaik untukku, maka semoga Ia memperkenankannya, namun bila kenyataannya tidak seperti itu, maka hadirkan yang terbaik untuknya dan terbaik untukku di masa depan.
Hujan itu semakin deras, membuat kita sesekali bertukar pandang cukup lama ditemani candaan yang membuat kita tertawa cukup lepas. Kau tahu, aku suka gayamu, aku suka cara senyummu, aku suka seluruhmu, baik dan burukmu. Semoga saja yang aku lakukan ini lumrah adanya dan bukankah saling mencintai sudah menjadi fitrah setiap makhluk ciptaanNya?