Seringkali aku berpikir bahwa kisah kita ini cukup berbeda. Betapa tidak, entah berapa kali kita berjumpa atas restu semesta. Suatu kali aku hanya berjalan menuju suatu tempat dan ternyata sosokmu tiba-tiba saja menyapa. Entah kau merasa atau tidak tapi ketahuilah bahwa aku begitu merasakannya. Setiap kali pertemuan atas restu semesta itu selalu membawa rasa yang berbeda. Aku jadi punya pandangan bahwa memang pertemuan kita dengan orang-orang terkasih kadang tak perlu kita rencanakan. Kita hanya perlu terus meniatkan hal-hal baik lalu biarkan semesta mengatur bagaimana caranya.
Ingatkah kau wahai kasih saat kita bertemu di persimpangan itu? Wajah ayumu senantiasa menghiasi. Aku yakin itu auramu yang terpancar dari wudhu dan sholat-sholatmu. Aku bisa merasakannya. Aura orang-orang yang dikasihi Tuhan adalah aura keimanan dan penuh kedamaian. Betapa ia adalah inner beauty yang tak banyak dimiliki orang. Tapi aku lihat bahwa itu ada dalam dirimu. Kau tak perlu bermake-up layaknya para artis yang setiap hari nongol di layar kaca itu, cantikmu itu alami dan aku sungguh menyenanginya lebih dari apa pun. Aku senantiasa mengagumi caramu berinteraksi dengan lawan jenis, terlebih padaku. Sampai terkadang aku merasa bahwa kepercayaanmu begitu tinggi padaku. Entah isyarat apa ini. Kau pernah berucap bahwa kau tak pernah menceritakan rahasiamu pada lelaki lain, tetapi kau begitu mudah menceritakannya padaku. Bukankah itu sebuah kepercayaan tinggi pada seseorang yang bisa jadi orang tersebut baru saja kau kenal beberapa hari atau beberapa bulan?
Duhai semesta, benarkah kau merestui pertemuan kami? Benarkah kau merestui kami sampai jenjang yang lebih serius? Aku sungguh-sungguh bertanya. Tapi, atas apa pun, aku senang atas skenariomu dalam mempertemukanku dengan orang-orang yang aku sayangi. Terakhir aku hanya akan terus meminta padamu untuk pada akhirnya benar-benar mempertemukan aku dengan separuh jiwaku dengan skenariomu karena kutahu skenariomu senantiasa indah sampai kapan pun.
M. Amin | 23 Jan 2017