Siang itu usai menjaga ujian komitmen calon santri, sang pemuda menuju
kantor dengan wajah riang. Langkahnya begitu mantap namun santai. Senyumnya
terkembang dan tak tampak sedikit pun raut muka lelah. Ia pun masuk kantor
ma’had dengan gembira.
Langsung saja ia duduk di kursi dekat kepala ma’had dan ustadz-ustadz
lainnya. Di bawah duduk ustadz-ustadz yang lain. Ia pun merasa tersindir dengan
kata-kata ustadz yang duduk di bawah,
“Ente a’dho’ (anggota) kok duduk di atas? Turun sini”
“Ah, laa ba’sa (gak papa)” jawab pemuda.
Ia pun terus duduk di tempat yang sama. Ketua ma’had membacakan
aturan-aturan penilaian tes komitmen, terutama bagi wali calon santri. Di
tengah-tengah mengoreksi jawaban, ada yang nyeletuk,
“Untuk panitia PSB tahun depan, lebih baik pakai jawaban pilihan ganda
saja”
“Oh, siap. Saya siap menjadi panitia tahun depan” kata pemuda spontan.
Ternyata kata-kata pemuda ditangkap oleh ketua ma’had. Kemudian ketua
ma’had berkata, entah menyindir entah serius entah bercanda,
“Ah, belum tentu tahun depan kamu di sini.”
Mendengar hal itu, pemuda langsung saja tak mampu berkata-kata. Dalam
hati kecilnya ia berkata,
“Ah, masalah saya lanjut di sini tahun depan atau tidak, setidaknya saya
akan selalu memberikan yang terbaik. Akan saya buktikan ucapan saya kalau
memang diberi amanah tersebut (panitia PSB). Tapi, mengapa ustadz berkata
seperti itu? Apalagi ustadz berkata begitu di depan banyak orang yang tidak
semuanya adalah orang ma’had. Ada orang-orang luar ma’had yang hadir untuk
membantu menjaga ujian komitmen siang itu. Ya, atas apa pun saya harus
menerimanya dengan lapang dada.”
.
Dilihat dari kisah di atas, maka seyogyanya ketika seseorang akan
berkata-kata meski sekadar bercanda, semuanya harus dipikirkan dengan
matang-matang. Mungkin sesaat tidak terasa efeknya. Tetapi bila sudah
menyangkut orang lain, berhati-hatilah. Apalagi hal tersebut disebutkan di
depan banyak orang yang bisa jadi dapat membuat malu orang yang diomongkan.
Lebih baik bila hal tersebut disampaikan secara personal kalau memang serius.
Karena kata Imam Syafi’i “Nasihatilah
diriku di kala aku sendiri. Jangan kau nasihati aku di tengah keramaian. Karena nasihat di muka umum adalah bagian dari penghinaan yang
tak suka aku mendengarnya. Jika
engkau enggan dan tetap melanggar kata-kataku. Maka jangan menyesal jika aku enggan menurutimu”
@muhamin25 | 21 Mei 2017