Sumber gambar : www.google.co.id
“Tok tok tok, assalamualaikum” ucap seseorang dari luar kamar.
“Wa’alaikumussalam” jawab ustadz Amin.
Tergeragap dari tidur sepagi tadi cukup membuat sang ustadz jengkel.
Setelah dibukakan pintu, telah berdiri seorang satpam, ketua OSIMA (Organisasi
Santri Mahad), dan orang tua santri.
“Ini ustadz, ada orang tuanya Dimas. Beliau mau menjemput anaknya yang
sakit” ucap satpam.
Spontan sang ustadz memanggil temannya, “tadz Adi, ini ada orang tuanya
Dimas”
“Oh ya. Bentar” kata ustadz Adi.
Seketika itu, ustadz Adi turun dari dipan dan menuju kamar Dimas Daniar.
Diizinkannya anak dampingannya tersebut untuk pulang bersama ayahnya. Kejadian
tersebut terjadi pukul 03.30 pagi tadi. Apa yang terlintas dalam benak Anda
membaca percakapan di atas?
.
Dalam menjalankan kehidupan ini telah diatur norma-norma supaya berjalan
sesuai dengan aturan-Nya. Namun, apa yang dilakukan ayah Dimas sebenarnya
kurang sopan. Bayangkan, ketika pagi buta dan nyenyaknya orang tidur, beliau
datang bersama satpam dan ketua OSIMA mengetuk kamar ustadz.
.
Paginya seusai subuh, aku menuju tempat makan santri dan berbincang
dengan Mas Paidi.
“eh, sampean tahu nggak. Tadi pagi ketika aku menyiapkan sarapan, aku
dimarahi sama satpam sekolah” ucap Mas Paidi.
“Lha kok bisa dimarahi, alasannya apa?” Tanya ustadz Amin.
“Nah, saya juga nggak tahu. Dia marah-marah karena semua nomor ustadz
yang dihubungi tidak ada yang menjawab”.
“Ya benar saja, lha wong lagi enak-enaknya istirahat kok”.
“Ah, sudahlah”
.
Tiba-tiba satpam yang tadi pagi mengetuk kamar ustadz Amin datang
menghampiri.
“Hey, masak ustadz saya hubungi dari jam 3 tidak ada yang nyambung?”
kata satpam.
“Ya, mohon maaf pa katas kejadian tadi pagi. Semoga saya bisa bangun
lebih pagi di hari-hari mendatang”
“Coba bayangkan kalau ustadz dalam keadaan panik. Walaupun jam dua pagi
ya tetap tidak bisa tidur. Coba kalau tadi itu kebakaran, pasti sudah habis
sampean.”
“Nggeh pak”
Lalu si satpam ngacir begitu saja. Di lain sisi, Mas Paidi masih
nggrundel sebab dimarahi tanpa sebab tadi pagi. Ia merasa sudah begitu capek
mempersipkan sarapan, eh dapat tambahan semprot yang tidak jelas.
.
Ustadz Amin adalah saya sendiri. Bagi saya pribadi, saya lebih memilih
untuk mengakui kesalahan saya sendiri. Meskipun sebenarnya tidak sepenuhnya
salah saya. Saya hanya menghindari permusuhan dan perpecahan yang semakin berlarut.
Itu saja, tidak lebih. Mengalah di beberapa waktu yang tepat kadang menjadi
pilihan. Tak terkecuali dalam kondisi terdesak demi kemaslahatan. Ya, tahu
sendirilah orang Indonesia kalau sudah marah, sukanya menyalahkan orang lain,
tidak bisa berpikir dengan tenang dan jernih.
.
Itulah sebenarnya yang terjadi pagi tadi. Selayaknya bagi semua pihak
yang terkait saling mengintrospeksi diri. Sang satpam bisa sedikit memberikan
pengertian kepada wali santri untuk menjenguknya usai subuh. Bagi Mas Paidi
harus bisa lebih mengendalikan diri. Tidak usah terlalu diambil pusing ketika
memang dimarahi tanpa sebab yang jelas. Bagi ustadz Amin, ustadz Adi dan
ustadz-ustadz lainnya hendaknya bisa bangun lebih awal supaya bisa mengontrol
anak-anak asuhnya. Bagi sang anak hendaknya memberitahukan kepada orang tuanya
untuk menjenguknya di waktu yang sesuai. Sang anak seharusnya bisa
mengendalikan dirinya, lebih tegar terhadap penyakitnya sehingga tidak terjadi
kejadian yang tidak diinginkan tersebut.
@muhamin25 | 5 Mei 2017