Pelik kadang melihat kehidupan orang-orang termarjinalkan alias orang pinggiran. Mereka begitu menikmati hidup mereka, meski kita semua tahu, hidup seperti itu tentu sangat tak layak bagi manusia-manusia merdeka. Mereka hidup dengan mengais makanan dari tong-tong sampah, hidup di bawah kolong jembatan yang kumuh, kotor dan jorok. Pakaian mereka penuh tambalan disana-sini, badan kotor tak terurus, rambut acak-acakan tak tentu arah. Kalau kita mau menengok sedikit saja kehidupan mereka yang begitu merana, seakan mereka berkata kepada penguasa negeri ini, atau kepada Tuhan "Ya Tuhan, kehidupan kami memang begitu sulit, mudahkan kami setiap harinya, dan beri kami selalu kesempatan untuk melajutkan kehidupan ini." Setelah tahu seperti itu, kita seharusnya ikut prihatin. Lebih dari itu, bila kita memiliki kelebihan rezeki, sebaiknya kita sumbangkan harta kita kepada mereka yang kekurangan. Dengan harapan mereka bisa merasakan hidup yang sedikit layak meski mungkin hanya beberapa hari saja. Tetapi, akan lebih salut lagi, bila kita melihat orang-orang termarjinalkan ini mau berusaha untuk bangkit dari keterpurukannya. Dalam artian ia tak mau berpangku tangan kepada orang lain. Ia tidak menunggu bantuan yang datang. Ia mencoba melakukan terobosan-terobosan terbaru sehingga ia bebas dari hidupnya yang serasa menjadi budak di negeri sendiri. Semoga gambaran tersebut bisa mengetuk hati kita semua yang hidup mapan, atau terutama bagi para pejabat pemerintah yang berusaha mengentaskan kemiskinan. Sudah saatnya mereka memikirkan bagaimana rakyatnya bisa hidup sejahtera dan tidak hidup di bawah garis kemiskinan dan ketidaklayakan. Ingat salah satu pasal yang termaktub dalam UUD 1945 yang mengatakan anak terlantar menjadi tanggungjawab negara untuk menyejahterakan mereka.
MUHAMMAD AMIN