Kembali Ke Atas
Beranda
Renungan Kehidupan
Catatan Perjalanan Malang-Bojonegoro (8 Jam)
Muhammad Amin Muhammad Amin
April 17, 2017

Catatan Perjalanan Malang-Bojonegoro (8 Jam)


Mungkin perjalanan lima hari lalu menjadi perjalanan terlama dari Malang ke Bojonegoro yang pernah kutempuh. Hari itu kuputuskan pulang mengingat liburan akan segera berakhir. Lagipula sudah dua bulan aku tidak pulang ke kampung halaman, jadi kurasa taka da salahnya untuk pulang sejenak. Sore itu, usai mengumpulkan tugas UTS ke beberapa dosen di kampus kukendarai motor menuju terminal. Jalanan Malang selalu saja padat dan rapat. Setengah jam kemudian aku baru
sampai. Langsung saja aku naik bus menuju Surabaya. Di Surabaya adikku telah menunggu karena kami berencana pulang bersama. Tak dinyana, jalanan macet. Singosari, Purwodadi, sampai Pasuruan yang biasanya tidak sampai 2 jam, kali ini benar-benar membutuhkan waktu 2 jam. Huft. Hujan deras mengguyur bumi Arema dan menemani perjalananku. Sejak Singosari sampai hamper Surabaya hujan belum juga berhenti. Dua jam berikutnya aku telah sampai di terminal Purabaya.
.
Di sana, aku makan malam bersama adikku. Tidak lama berselang, kami menunggu bus jurusan Bojonegoro. Tampaknya hari itu bus jurusan kampung halamanku sedang sepi-sepinya. Setengah jam kemudian dating satu bus dengan jumlah penumpang 2 kali lipat dari satu bus. Akhirnya para penumpang berdesak-desakan untuk bisa masuk bus tersebut. Beruntung aku dan adikku bisa segera naik bus tersebut, meskipun aku harus rela berdiri sampai di Babat selama 3 jam. 
.
Surabaya baru saja diguyur hujan ringan beberapa saat lalu. Terlihat dari sisa-sisa air hujan di jendela luar bus dan jalan-jalan kota yang masih cukup basah. Malam itu, bus begitu ramai dan penuh sesak oleh penumpang. Terlihat banyak anak muda seumuranku yang juga pulang hari itu. Ya, rata-rata didominasi mahasiswa. Seorang bapak paruh baya mencoba memeca keheningan dengan membuka percakapan dengan seorang mahasiswi di sebelahnya. Percakapan mengalir begitu saja. Di sisi lain, seorang pemuda-pemudi di sebelah adikku terus saja bergenggaman tangan. Kelihatannya mereka pengantin baru mengingat cincin yang melingkar di jari manis kiri pemudi. Di bagian tengah bus, seorang pemudi lainnya menggerutu sambil menundukkan pandangannya berharap mendapat tempat duduk segera. Wajahnya tampak layu dan kusut karena mungkin lelah. Aku hanya tersenyum melihat pemandangan malam itu. Ada pula seorang wanita yang sedikit kesal karena tujuan akhirnya sudah terlewat beberapa kilometer sehingga memaksanya untuk turun seketika. Ya begitulah resiko naik bus ketika sedang padat penumpang, maklum karena esoknya adalah hari libur yang disambung dengan sabtu dan ahad. 
.
Kulayangkan pandangan ke luar bus dimana antrean kendaraan berkilometer panjangnya hanya berjalan 10 sentimeter setiap 2 menit sekali. Ah, sampai rumah jam berapa kalau seperti ini? Tetapi aku ingat bahwa dalam perjalanan ada banyak hikmah yang dapat diambil. Meski perjalanan ini cukup lama dan melelahkan aku banyak bersyukur. Betapa banyak orang yang ingin bepergian bebas kesana-kemari, tetapi ia tergolek lemas di atas ranjang rumah sakit lantaran penyakit yang dideritanya tak kunjung sembuh. Aku merasakan indahnya persaudaraan dimana di luar sana betapa banyak orang yang kehilangan sanak saudaranya sebab bencana yang dating tiba-tiba. Aku juga lagi-lagi bersyukur masih diberi kedua orang tua yang terus menyayangiku sedangkan di luar sana banyak anak yang telah ditinggal mati kedua orang tuanya atau meski memiliki orang tua, ia tak pernah sedikit pun merasakan belaian kasih sayang dari mereka berdua. Ya, mungkin terlalu banyak bila dituliskan dalam paragraf-paragraf berikutya. 
.
Intinya, mari senantiasa mengambil hikmah dari segala hal yang menimpa kita setiap saat, entah itu bahagia atau pun ketika dirundung duka nestapa. Tak ada satu pun yang sia-sia. Ingatlah pada firman Tuhan yang mengatakan bahwa Ia tak pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia di atas muka bumi ini, termasuk berbagai peristiwa yang terjadi pada diri kita atau di sekitar kita. Semoga kita termasuk hamba-Nya yang diberikan kepekaan untuk menangkap berbagai hikmah dari setiap kejadian sehingga kita mampu berjalan di bumi-Nya dengan lebih bijaksana. 
@muhamin25 | 18 April 2017  

Penulis blog

Muhammad Amin
Muhammad Amin
Dosen Bahasa Arab UIN Sunan Gunung Djati Bandung, penulis, pemerhati pendidikan dan bahasa, siniar, IT enthusiat

Terima kasih sudah berkunjung. :)