Seorang pemuda yang baru saja mendapat gelar sarjana
berniat mengabdi di pondok pesantren. Pondok tersebut pada beberapa tahun
sebelumnya juga pernah ia tinggali. Sesungguhnya sudah lama keinginan itu ia
pendam, namun baru kali ini nampaknya ia mendapat restu dari pimpinan pondok
untuk mengabdi, setidaknya selama satu tahun.
.
Dimulailah pengabdian sang pemuda. Setiap pagi ia
harus sholat subuh berjamaah di masjid lalu mengajar santri. Ia mengajar Bahasa
Arab dan beberapa materi keislaman. Ia tampak begitu senang menjalaninya. Itu
semua tampak dari rona wajah dan senyumnya yang ceria.
.
Tak dinyana, setelah beberapa bulan berlalu, ia merasa
ada sesuatu yang berbeda. Sekelilingnya mulai menggunjingkan keberadaannya.
Maklumlah, memang sang pemuda mengabdi di sini atas rekomendasi pemimpin pondok
dan tanpa lewat tes seperti kebanyakan yang lain. Sang pemuda menangkap gelagat
tersebut lalu sowan kepada pimpinan pondok untuk setidaknya membuatkannya surat
keputusan agar keberadaan sang pemuda di pondok ini semakin jelas dan tidak
menyebabkan kecemburuan social terhadap rekan kerja yang lain.
.
Namun, respon yang didapat masih jauh dari harapan.
Pemimpin pondok berkata bahwa sementara ini pemuda cukup fokus untuk mengajar
dulu. Untuk tugas lainnya akan dibertahukan melalui surat tugas. Meski masih
diselimuti keraguan, sang pemuda hanya bisa menjalankan amanah yang telah
diberikan kepadanya dengan baik.
.
Memasuki setengah tahun kedua, terjadi pergantian
kepemimpinan. Sang pemuda kembali mencoba bernegosiasi dengan pemimpin pondok
yang baru untuk mendapat surat keputusan yang diidamkannya. Namun, hasilnya
nihil. Keputusan sama ia dapatkan. Akhirnya ia hanya mampu pasrah dan menjalani
segalanya sebaik mungkin. Kini, ia berada di penghujung tahun. Sang pemuda
harus menentukan langkah sigap mengenai keberadaannya pada tahun berikutnya.
Sang pemuda bersikukuh tetap ingin mengabdi di pondok tersebut. Untungnya,
pemimpin pondok mau memperjuangkan apa yang selama ini pemuda tersebut
inginkan. Sesungguhnya ia dilemma antara melanjutkan pengabdian atau memilih
keluar saja. Tetapi, pada akhirnya sang pemuda hanya bermohon kepada Yang Maha
Kuasa agar diberikan tempat terbaik di tahun mendatang. Apa pun hasilnya, sang
pemuda siap menerimanya dengan lapang dada.
.
Intinya, apa yang diperjuangkan terkadang tidak
sejalan dengan kemauan Sang Maha Takdir. Ada banyak hal yang terjadi di luar
nalar kita. Namun, percayalah bahwa takdir-Nya tetap yang terbaik. Sebagai
hamba, kita hanya harus terus berusaha sekuat tenaga, dan biarkan Tuhan
menjalankan tugasNya sebagaimana mestinya.
.
@muhamin25 |
25 April 2017