Ba’da Isya, saya dihubungi oleh
ketua ma’had untuk menggantikan beliau hadir dalam acara tasyakuran hari raya
kemerdekaan RT 04 RW 02 yang letaknya di perkampungan warga pekalongan dalam.
Saya tak kuasa menolak. Saya diminta mengajak 5 orang santri kelas XII dalam
acara tersebut. Setelah berkeliling dari lantai empat, akhirnya saya putuskan
untuk mengajak lima orang santri sebelah kamar saya dan mereka bersedia.
.
Kami berangkat dengan penuh
semangat, mungkin jika ditanya jujur, jawabannya adalah cari makan malam, sebab
saya sendiri belum makan malam. Tetapi, di luar itu, saya diminta ketua mahad
untuk memberikan sambutan pada acara warga menyambut kemerdekaan bangsa
Indonesia tersebut. Sesampainya di lokasi, saya bertemu dengan pak RT yang saya
sendiri belum sempat berkenalan sampai saya pulang dari acara tersebut. Saya
diajak ke tempat acara. Di sepanjang gang sempit, warga pekalongan dalam yang
terdiri dari penduduk asli maupun pendatang semuanya tumplek blek disana.
Kulihat pemuda seumuranku duduk di sebelahku. Maklum, memang di kampung ini
banyak yang usaha kos-kosan sehingga bila diperhatikan kanan kiri akan banyak
ditemui kos mahasiswa, baik putra maupun putri.
.
Acara berlangsung meriah. Dimulai
dengan bacaan bismillah, dilanjutkan dengan bacaan tilawah kalam Ilahi.
Diteruskan oleh pidato pak RT. Tibalah giliran saya untuk memberikan sambutan
sebagai perwakilan pendatang. Meski hanya bisa berbicara sedikit, namun saya
puas sebab tugas dari ketua mahad dapat saya selesaikan, paling tidak membuat
malu diri saya sendiri, santri saya, atau pun ma’had tempat saya bekerja.
Karena saat itu masih ada rapat panitia Idul Adha, segera saja saya undur diri
dari acara. Dengan sedikit berlari aku menyusul rapat panitia Idul Adha di
masjid Al-Falah. Sampai di Al-Falah, ternyata sampai pada acara pengarahan dari
ketua pelaksana. Saya langsung saja nimbrung menjadi peserta rapat.
.
Satu hal yang saya dapat malam ini,
bahwa di masyarakat sekitar madrasah ternama masih banyak yang bacaan Qurannya
belepotan. Bukan bermaksud menghina, namun seharusnya hal tersebut menjadi
tanggung jawab pihak-pihak yang berpendidikan dan memiliki pemahaman keagamaan
yang lebih mumpuni untuk terus memberikan pendidikan dan pengarahan kepada
masyarakat terutama terkait masalah praktek-praktek keagamaan. Saya sendiri
merasa malu, betapa seperti ada dinding menjulang yang membagi wilayah
orang-orang berpendidikan dengan masyarakat awam yang masih begitu butuh asupan
masalah pendidikan dsb. Semoga saja para kaum terpelajar yang tinggal di
perkampungan tersebut mampu mewarnai kampong tersebut dengan pengetahuan yang
dimiliki sehingga masyarakat akan semakin pandai sebab diedukasi secara terus-menerus.
Semoga juga para sarjana, magister, doktor, bahkan professor tak segan turun
tangan untuk terus membagi ilmu kepada masyarakat yang membutuhkan. Sebuah
renungan malam untuk kaum terpelajar.
.
@muhamin25 | #day48
#dailywritingchallenge #160817