Menjadi pangasuh termuda di
antara yang lain, tidak membuat seorang pemuda jebolan kampus ternama urung
dari amanah kepengasuhan kelas XII. Dengan ucapan bismillah, ia berdoa kepada
Allah supaya diberikan kemudahan dan kesabaran dalam mengasuh ssantri tingkat
akhir di sebuah pondok pesantren pusat kota.
.
Masalah tanggung jawab yang harus
dipegang sesungguhnya sama saja. Yang membedakan hanya objeknya. Sebelumnya
sang pemuda mengasuh santri baru, kelas X, tetapi satu bulan berikutnya setelah
kedatangan pengasuh baru, ia dipindahtugaskan untuk mengasuh santri tingkat
akhir bersama seorang pengasuh senior. Sebagai pengasuh yang berada di tengah
santri, sang pemuda tentu lebih banyak mengenal dan akrab dengan santri tingkat
akhir.
.
Dari banyak tanggung jawab yang
diamanahkan kepada sang pemuda, salah satu di antaranya adalah mengajak para
santri untuk jamaah di masjid dan tutor di kelas selepas isya. Malam itu, sang
pemuda berkeliling dari lantai empat sampai lantai dua untuk mengajak para
santri tutor di kelas yang telah ditentukan. Masih banyak di antara mereka
enggan dan bermalas-malasan pergi tutor, padahal ujian sudah ada di depan mata.
Berbagai rangkaian ujian akan mereka laksanakan mulai bulan depan. Para santri,
meski tingkat akhir ternyata belum menjamin mereka memiliki kesadaran diri yang
tinggi. Masih banyak yang lebih mementingkan ego dan nafsu masing-masing. Ego
untuk belajar di kamar lah, ego untuk bermalas-malasan lah, dst.
.
Sebagai santri tingkat akhir, seharusnya
mereka layak menjadi contoh yang baik bagi adik kelasnya. Tidak malah
memberikan teladan yang buruk sehingga ditiru oleh adik-adiknya. Berkali-kali
pemuda mengingatkan para santri tingkat akhir akan hal itu. Namun, sepertinya
mereka hanya masuk telinga kanan, keluar telinga kiri, tak mempan. Kesadaran
diri itu penting dalam hidup. Setelah ini, santri tingkat akhir akan memasuki
jenjang perkuliahan. Sebagai mahasiswa nantinya, mereka akan hidup sendiri,
mandiri. Bila kesadaran mereka untuk belajar, mengaji, bertukar ilmu masih amat
rendah, maka bagaimana nasib mereka ke depannya? Padahal mereka adalah generasi
emas yang dielu-elukan bangsa dapat membanggakan bangsa ini sepuluh dua puluh
tahun ke depan. Tantangan era globalisasi yang semakin menyeramkan setiap
harinya seharusnya mampu mengetuk kesadaran pikiran dan hati mereka untuk
berusaha dan berjuan lebih keras saat ini.
.
Terkadang, ketika diingatkan
masalah kesadaran diri, mereka akan berkilah dan berdalih bahwa nanti sajalah
ustad, kita pasti akan sadar kok. Tapi kapan? Apa mereka punya jaminan hidup
satu tahun, sat hari, bahkan satu detik dari waktu mereka berbicara? Tidak kan?
Oleh karena itu, selagi nyawa masih dikandung badan, maka segeralah sadar diri.
Tetapkan tujuan dalam hidup, jalani hari-hari dengan penuh semangat dan
target-target hidup supaya tak menyesal nanti. Jangan menunggu kesadaran akan
hadir lima atau sepuluh tahun lagi. Jangan, itu sudah terlambat. Maka, sebagai
generasi muda mari senantiasa memupuk kesadaran diri sejak dini supaya
harapan-harapan masa depan dapat tercapai dengan maksimal. Jadi, apa masih mau
menunggu nanti dan nanti untuk sadar diri?
.
@muhamin25 | #day53
#dailywritingchallenge #210817