Entah kenapa, beberapa hari ini, pikiran
ini dipusingkan dengan adanya pemira di kampus uin malang. Euforia demokrasi
itu tampaknya dengan cepat mengambil hati para mahasiswa yang katanya sih sok
aktivis. Aktivis sih memang benar, tapi kadang mereka melupakan aspek lain yang
begitu dan teramat penting yaitu sisi akademis mereka. Beberapa teman ada yang
juga berani nyalon padahal ketika di kelas, ia tak pernah atau sangat jarang
sekali masuk dan mementingkan kuliahnya.
Tak sedikit dari mereka kuliahnya
sampai mendapat sebutan mahasiswa abadi, matakuliah banyak yang mengulang,
nilai tak dipersoalkan, dsb. Sungguh, begitu miris melihat hal ini. Belum lagi,
ketika OSJUR (Orientasi Jurusan) berlangsung. Khususnya di jurusan PBA, kulihat
dan kubaca tema yang tertulis jelas di baju panitia, “Aktivis, organisatoris
yang bersaing dalam bingkai akademis” Dari ketiga istilah aktivis,
organisatoris, dan akademis tulisannya begitu berbeda. Dan yang sangat
menjengkelkan adalah tulisan akademis ditaruh di bagian terakhir dan dengan
ukuran font yang paling kecil pula. Hal ini sungguh disayangkan. Mengapa mereka
sampai sebegitunya mendiskreditkan yang namanya akademis? Sudah tidak
berfungsikah akademis sebagai landasan utama pendidikan? Sungguh aneh dan
mengherankan.
Menurutku, akademik harus tetap menjadi
prioritas utama seorang pelajar, mahasiswa dan lain-lain. Akademik tidak boleh
dipandang sebelah mata, disepelekan, hingga akhirnya teronggok mati tak
berharga layaknya sampah di tempat yang begitu jorok. Kedudukan akademik
seharusnya seimbang dengan unsur lainnya seperti organisasi, dll. Jadi, mari
kita mencoba untuk menselaraskan, menyeimbangkan antara akademik, organisasi,
dsb.