Di zaman yang akses informasi dengan mudah kita dapatkan. Cukup klik google.com dan semuanya akan keluar berbagai informasi, tak luput di dalamnya berbagai beasiswa luar negeri. Banyak orang mencari beasiswa untuk belajar di luar negeri. Mereka menganggap taraf pendidikan di dalam negeri ini masih kurang bila dibandingkan dengan taraf pendidikan yang ada di luar sana. Hal ini memang tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak boleh dimakan mentah-mentah tanpa kroscek terlebih dahulu dengan pendidikan di Indonesia.
Beasiswa luar negeri menawarkan berbagai fasilitas dan kemudahan bagi siapa saja yang mendapatkannya, mulai living cost, uang jajan, uang buku, uang kuliah, dsb. Itu semua tentu tidak bisa didapatkan dengan tangan hampa. Untuk mendapatkan itu semua, seseorang harus rela berjubel dengan para pendaftar lain yang kapabilitasnya kita pun belum tahu, bisa jadi lebih tinggi, atau bisa jadi lebih rendah.
Bila semua itu sudah didapatkan, tes sudah dilakoni, do'a juga sudah, dan hari pengumuman tiba, sehingga akhirnya seseorang tadi diterima, maka ia akan merasa begitu senang dengan segala jerih payah yang selama ini dilakukannya siang malam. Akan ia posting di berbagai jejaring sosial, ia akan cerita kepada orang-orang terkasihnya bahwa ia akan segera pergi ke luar negeri untuk mencari ilmu.
Visa telah didapat, tak lupa paspor pun telah siap di tangan, dengan riang gembira menenteng tas koper besar berisi berbagai hal yang diperlukan selama tinggal di luar negeri. Sesampainya disana, ia belajar dengan sungguh-sungguh sampai pada saatnya ia lulus dari kuliahnya dengan predikat yang cukup memuaskan dan membanggakan. Lantas, ia ditawari berbagai pekerjaan oleh berbagai perusahaan misalnya dengan gaji beragam dan tentu tidak sedikit.
Beberapa orang memang lebih memilih untuk menerima saja berbagai macam tawaran ini karena kadang mereka hanya berpikir masa ini saja. Tak sedikit yang lupa dengan tanah air tempat dimana ia dilahirkan. Apalagi, bila ia telah menjabat di jajaran penting di pemerintahan atau semisalnya, maka akan sulit sekali untuk menariknya kembali mau pulang ke kampung halamannya.
Hal inilah yang teramat kita sayangkan. Alangkah lebih baiknya seseorang yang telah sukses di luar negeri mau kembali ke negara asalnya, membangun negerinya sendiri sehingga bisa bersaing dengan dunia internasional. Tentu kita sangat menghargai yang namanya BJ. Habibie yang kala itu, setelah ia menulis surat untuk memajukan negeri ini, Indonesia, ia ditolak oleh pemerintah dalam negeri, meski akhirnya ia tetap pulang juga ke negeri asal, Indonesia. Juga dengan A. Fuadi yang telah banyak menulis kisah inspiratif usai studi beasiswanya di Quebec, Kanada sehingga sekarang bisa memajukan produksi film maupun sastra di Indonesia, tetapi masih lebih banyak lagi insan tanah air yang lebih memilih hidup tentram nyaman di negeri orang seolah lupa dengan asal-usulnya. Semoga bila kita suatu saat nanti dikaruniai rezeki bisa menuntut ilmu atau mencari uang di luar negeri, kita tidak lupa dengan jasa para pahlawan dan orang-orang yang berjasa dan sussah payah membangun negeri ini.
Salam Perdamaian dari pembelajar Indonesia.