Langit kembali menghitam. Awan mendung merangkak sepanjang cakrawala. Sepertinya rintik sudah tak sabar ingin bertemu kekasihnya. Bumi pun telah siap menerima tumpahan rindu dari langit.
.
Sekian menit berlalu. Hujan perlahan turun. Membuat tanah gersang menjadi basah. Terlihat dari kejauhan, para siswa berjingkat-jingkat sebab takut sepatunya basah. Genangan air di sana-sini mulai tampak. Begitulah suasana hujan siang ini.
.
Di antara titik hujan yang turun. Ada cerita yang ingin kuukir. Cerita bersama seseorang yang dicinta di suatu masa. Bila ia mau, aku ingin mengajaknya menari di bawah rinai. Tak peduli basah kuyup. Sebab aku begitu bahagia dengan hujan. Katanya ia juga suka hujan. Jadi, jangan meneduh di sana saja. Mari bergabung bersamaku. Merasakan tiap tetes air yang mengalun lembut. Menyentuh pori-pori. Menyegarkan.
.
Lalu, kita berdua menengadah ke langit. Seraya berdoa, Ya Allah, semoga hujan ini membawa rahmat. Jangan jadikan hujan ini pembawa petaka. Sudah begitu banyak kejadian mengerikan sebab hujan yang membawa bencana. Meski kami tahu, kami pun berperan dalam mewujudkan bencana itu. Tolong sudilah kiranya memaafkan tangan-tangan jahil kami yang tak becus mengurus bumi yang kau amanahkan kepada kami. Astaghfirullah.
.
Sejenak kemudian, air mata langit itu reda. Menyisakan aroma yang khas. Aroma penuh kerinduan, aroma penuh kenangan. Aku tak tahu entah sampai kapan aku akan terus mengabadikan hujan. Semoga saja bait-bait aksara ini mampu membuatnya kekal sampai diri menutup usia.
.
Di antara rintik hujan yang syahdu, dari Kota Malang penuh rindu.
Senin, 2 April 2018