Kembali Ke Atas
Beranda
Cinta
Pernikahan
Prosa
Tatkala Dua Keluarga Telah Berjumpa
Muhammad Amin Muhammad Amin
April 15, 2018

Tatkala Dua Keluarga Telah Berjumpa

Pagi ini masih menjadi rentetan pagi yang penuh keceriaan. Rona bahagia terus memancar dari wajah. Ada harapan yang terus menjadi pinta, ada doa yang terus menjadi semoga di antara kita berdua.

Waktu merangkak begitu pelan. Tapi untuk kali ini aku tak ingin merutukinya. Biarkan saja. Sebab, hari ini sebuah agenda besar akan digelar. Pertemuan dua keluarga, mencari titik-titik kesepahaman untuk masa depan.

Selepas subuh, kulantunkan ayat suci sembari menafakurinya dalam-dalam. Ada damai yang tercipta, mengusir kegundahan hati sejak semalam. Mungkin sebab pertemuan kali ini cukup sakral dan menentukan adanya. Selanjutnya, seperti biasa. Kubantu pekerjaan rumah yang kumampu. Waktu telah lewat dari pukul enam pagi. Ini hari Ahad dan kukira sekeluarga akan segera berangkat ke pengajian Ahad pagi. Satu agenda rutin tiap pekan. Tetapi, sampai pukul setengah tujuh, tak tampak tanda-tanda itu. Sekejap kemudian, aku segera tersadar bahwa hari ini memang keluarga bersepakat tidak mengikuti pengajian rutin. Hal ini tentu bukan karena sebab sepele. Ternyata ayah masih ada agenda yang harus diselesaikan pagi itu. Sedang yang lainnya bersiap-siap untuk pertemuan dua keluarga. Keluargaku akan mengunjungi keluargamu. Kami ingin saling mengenal lebih jauh.

Setelah sarapan dan membeli ini itu, perjalanan berlanjut menuju kediaman saudara terlebih dahulu. Setelah singgah sebentar, sekitar pukul 9 lewat sekian menit, kami sekeluarga menuju kediaman keluarga calon mempelai wanita yang jaraknya cukup dekat, sekian ratus meter saja dari rumah saudaraku. Sampailah kami di kediaman yang begitu teduh, bercat putih, sederhana tetapi menyimpan banyak makna.

Aku turun dari mobil, kutunggu ayahku mengucap salam kepada ayahmu, kuikuti dengan menyalaminya. Satu hal yang nantinya akan selalu kulakukan ketika bertemu beliau. Di dalam rumah, sudah tampak ibumu, dan tentu saja dirimu. Busana yang kau kenakan berwarna kuning berpadu cokelat itu membuatmu semakin memesona. Jilbab panjang itu, tak lupa kacamata khasmu senantiasa menghiasa wajah elokmu. Jujur saja, aku malu memandangmu kala itu.

Aku mengambil tempat duduk di kursi sebelah adik perempuanku. Ayahku mengambil posisi dekat dengan ayahmu. Berbincang berbagai hal yang sepertinya cukup seru. Mengurai kenangan masa lalu juga membicarakan masa kini dan masa depan tentu saja. Aku hanya mendengarkan dengan saksama percakapan mereka berdua. Sesekali menimpali meski hanya dengan ucapan, "nggeh".

Aku sempat kaget ketika dirimu memintaku membantu menuangkan es ke dalam gelas itu. Awalnya aku canggung, tapi apalah daya, pintamu tak pernah mampu kutolak. Kubantu dirimu menuangkan es ke dalam gelas, beberapa kali kita mencuri pandang sambil bercakap tentang pertemuan pagi itu. Aku benar-benar bahagia. 

Beberapa menit kemudian, sajian makan kau hidangkan. Ah, untuk masalah ini sebenarnya aku benar-benar merasa sungkan kepadamu. Sambutan keluargamu benar-benar di luar dugaan.  Apresiasi dariku untukmu. Kita pun makan bersama. Satu momen indah yang ingin kuabadikan dengan foto sebenarnya. Tetapi, tak perlulah. Biarkan kata-kata ini yang menyajikan imajinasinya.

Obrolan kembali bergulir dengan santai. Kita terlibat adu pandang, meski tidak sampai pada adu argumen. Menurutku itu baik adanya. Gugupku sesekali hilang beberapa waktu. Sebelum mengakhiri semuanya, satu hal yang kutangkap bahwa kedua keluarga telah bersepakat menyatukan anak kesayangannya untuk membentuk mahligai rumah tangga. Untuk masalah lamaran dan selanjutnya, akan dibicarakan lebih lanjut pada momen berikutnya.

Akhirnya, pertemuan itu usai sudah. Kembali kusalami ayah dan ibumu sebelum diri meninggalkan kediamanmu. Untuk kesekian kalinya, kita bersitatap. Berharap kebaikan senantiasa menyelimuti pertemuan kali ini. Terima kasih adinda juga keluarga besar yang telah bersedia menerima kedatangan keluargaku pagi ini. Rasanya air mata haru ingin kutumpahkan begitu saja tatkala pertemuan ini usai. Tetapi hal itu kuhindari. Yang pasti bahagia tak pernah beranjak dari diri.

Kini, jarak kembali mencipta sejarah barunya. Bila kemarin jarak mempertemukan kita lewat karya-karya indah. Kali ini, jarak akan mencipta sesuatu yang lebih bermakna dari sebelumnya. Ia meniupkan rindu lewat bayu, ia menerbangkan asa lewat doa, ia melangitkan harap pada Pencipta.

Semoga jarak ini bukan penghalang untuk terus berjuang dalam kebaikan. Semoga pula jarak ini menjadi peluruh dosa dua insan yang ingin bersatu.

Dari Kota Sejuta Rindu 
Kembali kusampaikan salam untukmu 
Semoga perjumpaan selanjutnya, keberkahan senantiasa menyertainya tanpa ragu. 
Mari kembali ikat rindu pada doa dan pinta pada Sang Maha Penentu.


Malang, 15 April 2018

Penulis blog

Muhammad Amin
Muhammad Amin
Dosen Bahasa Arab UIN Sunan Gunung Djati Bandung, penulis, pemerhati pendidikan dan bahasa, siniar, IT enthusiat

Terima kasih sudah berkunjung. :)