Dalam menjalani kehidupan rumah tangga nanti tidak selamanya mulus dan berjalan lurus. Batu terjal seringkali menghalangi langkah-langkah kecil kita dalam membangun mahligai rumah tangga. Tapi tak mengapa sebab hidup memang kelindan antara nikmat kebahagiaan dan sedih kegelisahan. Mari bersama menghadapi keduanya dengan bergandeng tangan.
Bila suatu hari ada masalah, mari selesaikan dengan musyawarah. Mari menjadi pribadi yang terbuka satu sama lain. Jangan ada yang ditutupi. Bukankah kita sudah berjanji untuk selalu bersama apa pun yang terjadi? Jangan buru-buru pergi, aku membutuhkanmu di sini untuk saling menguatkan, saling merekatkan.
Dalan menyelesaikan masalah yang ada, mari sama-sama berlapang dada. Jangan sampai kita kedepankan ego yang bisa jadi saling menjatuhkan satu sama lain, melunturkan kepercayaan yang dibangun di atas pondasi pernikahan yang suci. Jangan nodai janji suci hanya karena kebencian yang berkecamuk dalam diri.
Mari saling mengalah demi kebaikan. Bukan mengalah sebab kalah, tetapi mengalah untuk kebaikan yang senantiasa dihatapkan hadir dalam kehidupan kita berdua. Ketika rasa bersalah itu hadir, mari saling mengikhlaskan diri untuk memaafkan. Menyelaraskan kembali arah hidup dan tujuan dari pernikahan yang kita jalani ini.
Akhirnya, semoga kita adalah dua orang yang terus saling memahami, terus saling melengkapi, terus saling mengisi. Bukan dua orang yang mengedepankan rasa gengsi, ego diri, atau emosi hingga kita lupa pada esensi. Bahwa pernikahan harus disirami dengan cinta kasih yang terus bersemi di antara dua hati.
Untukmu yang masih terus mencari. Untukmu yang masih terus menanti. Izinkan diri untuk senantiasa menjagamu. Lantas menuntunmu menuju jalan yang diridai oleh-Mu.