Kala itu masih pagi, kududuk dengan tenang menghadap laptop
sambil mencari referensi tugas akhirku. Tiba-tiba saja kau hadir di hadapanku.
Tuhan, betapa indahnya. Senyummu menentramkan jiwa, wajahmu senantiasa
memancarkan semburat cahaya keimanan dalam dada. Sungguh, aku tak bisa
berpaling darimu. Sambil kutulis cerita ini, kulirik dirimu di seberang bangku
yang kelihatannya juga sedang asyik membolak-balik halaman buku atau sekadar
mengetikkan
sesuatu di laptopmu. Sejauh ini, aku tak mampu bekata-kata. Aku
hanya kagum dengan sikapmu selama ini. Lagi-lagi rasa itu hadir tanpa mengetuk
hati pemiliknya. Ia bagai malaikat yang hendak mengambil nyawa tanpa permisi
pada empunya jiwa.
Kau sungguh mencuri
perhatianku. Kuakui ayu wajahmu, juga kuakui akan kemuliaan akhlakmu. Kerudung panjang
biru itu begitu lekat dalam ingatanku. Meski hanya beberapa saat, tetapi
indahnya begitu hangat melekat. Maukah kau menoleh sejenak ke arahku,
barangkali sekadar mengulum senyum indahmu yang tak lekang oleh waktu. Kenapa
pula pesonamu tak pernah pudar nona. Aku yakin kau hiasi keseharianmu dengan
sholat lima waktu dan wudhu-wudhu nafilahmu. Itu terpancar jelas meski tanpa
kau jelaskan padaku. Kau tentu paham bahwa ekspresi wajah telah menggambarkan
segalanya.
Kau mungkin tak merasa
sedang aku perhatikan dengan seksama. Tetapi, menginjak umur yang tak lagi muda
ini, izinkan aku menyapa sosok indahmu. Aku selalu berharap seseorang yang
tepat akan hadir di waktu yang paling tepat. Waktu akan memberikan jawabannya
segera. Sembari menunggu, mari sama-sama berbenah semoga rencana-rencana masa
depan kita menjadi kenyataan yang indah.
(Untuk wanita di seberang meja)
M. Amin | 26 Jan 2017