Waktu aku masih sangat cinta padamu, secara
tiba-tiba aku bertemu dengan sosok baru yang lagi-lagi membuatku begitu mudah
jatuh hati. Kau boleh marah padaku atas kejadian itu. Memang kisah cinta kita
tampak sedang berjalan di tempat dan aku sedikit mulai bosan dan sepertinya
mulai mencari pelampiasan rasa. Dan jatuhlah pelampiasanku pada sosok baru itu.
Senja itu menjadi saksi perjumpaanku dengannya. Hanya karena kita punya tujuan
yang sama aku pun memberikan bantuan padanya. Malam harinya di tengah-tengah panasnya
perdebatan di dalam ruangan itu aku diingatkannya untuk sholat isya’. Bagiku
ini tak biasa. Tapi aku jujur jatuh hati padanya hanya karena kejadian kecil
tersebut.
Bagiku wanita yang mau
mengingatkan lelakinya untuk senantiasa ingat pada Sang Pencipta memiliki
kelebihan daripada lainnya. Tentunya ia sudah sangat terbiasa dengan
ritual-ritual keagamaan tersebut. Sejujurnya aku tidak mau
membanding-bandingkannya dengan dirimu. Aku hanya ingin sedikit mencurahkan
rasa di hati. Pada akhirnya saat itu aku menjadi imam dan ia menjadi makmumnya.
Pikiran liarku kembali berimajinasi kalau saja suatu saat nanti aku dapat
bersanding dengannya membina rumah tangga, betapa bahagianya.
Kejadian kedua tatkala
kuajak sosok baru tersebut untuk berkunjung ke tempat pengabdian masyarakatku.
Sesampai disana kita berdua berdiskusi banyak hal sampai pada satu percakapan
yang menyentuh ranah hati. Akhirnya kuungkapkan jua apa yang aku rasa padanya.
Aku pun tersipu malu dan aku yakin kala itu wajahku memerah karena
mengatakannya di depan dirinya. Aku belum menyadari banyak konsekuensi atas apa
yang aku katakana padanya kala itu, tapi yang pasti ada sedikit perasaan lega
namun juga perasaan bersalah karena seseungguhnya pada dirimu aku pun masih
memiliki rasa.
Beberapa waktu berlalu
dan kudapati bahwa karma telah bekerja pada diriku. Kau putuskan membina rumah
tangga dengan orang baru dan sosok baru itu entah kemana perginya. Hampir
setiap saat kuhubungi namun tak pernah ada jawaban. Kini kusadar bahwa memang
hal itu adalah balasan setimpal atasku yang mempermainkan perasaan yang pernah
ada. Atas segalanya, semoga di masa mendatang aku benar-benar mendapati sosok
pujaan hati yang tentunya aku tak mau lagi hanya mempermainkan perasaannya
belaka. Aku ingin dapat merengkuh hatinya, juga hati keluarga besarnya lalu
meminta izin untuk dapat bersanding dengannya sampai maut memisahkan kita.
M. Amin | 29 Jan 2017