Terik matahari tak lagi
menyengat sore itu. Kala kita bertemu bersama kawan-kawan untuk menghadiri
salah satu pesta pernikahan salah satu teman kita. Di seberang gang itu
kutunggu kehadiranmu. Sesaat kemudian, sosokmu hadir di hadapanku teriting
senyum tulus nan indah itu.
Perjalanan sore itu
diiringi rintik hujan membuat suasana senja semakin romantis saja. Pengalaman
hari itu begitu lekat dalam ingatan seakan tak bisa dilupakan. Sesampainya
disana aku selalu ingin berfoto bersamamu disamping kedua mempelai dan berharap
beberapa tahun ke depan bisa melangsungkan pernikahan seperti sahabat kita pada
hari ini. Tapi, lagi-lagi hatiku menolak untuk melakukan semua itu. Lagi-lagi
semua impian itu begitu utopis dan tak pernah menjadi nyata.
Sepulang dari sana
hujan turun begitu derasnya. Kita putuskan untuk berteduh sejenak. Mengingat
hari sudah semakin malam, maka mau tidak mau kita lanjutkan perjalanan sampai
tujuan. Tahukah kau bahwa aku berangan agar hujan saat itu tak pernah berhenti
dan berharap bisa lama-lama bersamamu di bawah rinai indahnya. Atau mungkin
kita memutuskan untuk menepi kembali, menyeruput kopi berdua samba bercengkrama
tentang rencana masa depan kita.
Namun, itu hanya akal
liarku yang tak pernah disetujui oleh mulut dan juga tubuhku. Khayalan itu tak
pernah berbuah kenyataan. Ya, mungkin karena niat awalku sudah salah. Lalu,
sekarang aku baru memahami bahwa siapa yang kita sukai saat ini tidak harus
menjadi milik kita di masa depan. Terkadang seseorang hanya singgah sejenak,
meninggalkan bekas kenangan yang tak mampu dihapus. Meski ada beberapa lainnya
memutuskan membersamai kita sampai menutup mata. Pada akhirnya, semoga kita
menjadi insan yang selalu bijak menyikapi keberadaan siapa pun di sekitar kita.
M. Amin | 20 Feb 2017