Mungkin aku terlalu berlebihan untuk berharap
suatu hari nanti aku bisa bersanding denganmu di pelaminan. Aku juga pernah
bermimpi kita membangun istana cinta dalam mahligai rumah tangga bahagia.
Membesarkan anak-anak kita lalu menua sambil mengenang kisah kita di masa muda.
Tapi kurasa hal itu
sudah keterlaluan. Setidaknya bagiku. Aku tak pernah mampu untuk benar-benar
mengatakan cinta di hadapanmu. Aku terlalu lama menyimpannya dalam hati,
berharap kau tahu layaknya peramal cinta, dan nyatanya hal itu tak pernah
terjadi di dunia nyata. Aku benci dengan cinta yang harus dikatakan lewat
kata-kata. Apa tidak ada cara lain? Aku dengar nasyid pun mendendangkan hal
serupa.
Kau tentu paham bahwa
cinta adalah dua yang sepakat untuk berjalan bersama, menerjang rintangan di
depan mata. Tidak melenggang sendiri ke depan lalu menyeret dengan paksa yang
lain untuk mengikutinya. Tetapi hakikat cinta sejati adalah berjalan bersisian
dengan langkah seirama, teriring canda mesra sepanjang kaki melangkah.
Namun, disini ada aku
yang dengan rahasia terus saja memujamu. Aku yang setiap waktu
mengkhawatirkanmu tanpa memperdulikan lagi bagaimana diriku. Aku hanya ingin
selalu memastikan kau dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi semakin kesini aku
sadar bahwa kau tak pernah sekalipun menggubris perasaan cintaku yang begitu
dalam padamu. Hingga pada akhirnya rasa cinta itu berlalu dan tiba-tiba saja
dicuri orang lain yang tampak lebih berani daripada diriku. Aku tak berhak
marah akan hal itu. Aku hanya akan merutuki diriku sendiri sembari bermuhasabah
diri atas apa yang telah kulakukan selama dan sejauh ini, yang bagimu mungkin
tidak begitu berarti.
Pada akhirnya aku paham
bahwa yang benar-benar cinta akan memperjuangkan segalanya bersama. Tak peduli
apa yang terjadi nantinya, selama langkah beriringan disertai keyakinan akan
takdir Tuhan, maka semuanya terasa sempurna. Ia yang cinta dengan
sebenar-benarnya cinta akan menemani menjejaki tangga-tangga kesedihan dan
kebahagiaan sampai pada akhirnya tiba di puncak bahagia di dunia juga akhirat
kelak. Bukan disebut cinta sejati bagi mereka yang berjalan sendiri-sendiri
meski tampaknya bersama, selalu mengedepankan ego daripada mau saling mengalah
karena sesungguhnya hal-hal tersebut akan secara tidak langsung membunuh rasa
cinta yang telah lama bersemi dalam dada dengan perlahan namun pasti. Lalu
akhirnya kisah itu berhenti di satu titik dan menyadari bahwa semuanya sudah
terlambat dan tak dapat diulang kembali. Akhirnya mereka berdua hanya mampu
menyudahi apa yang telah disepakati tanpa peduli pada apa yang dikatakan oleh
hati karena mereka berdua tahu bahwa cinta hakiki akan senantiasa menghormati
dan saling melengkapi, bukan yang saling menyalahkan dan mengedepankan diri
sendiri.
M. Amin | 29 Jan 2017