Hari itu hari dimana
pertama kali kudapati senyum yang begitu tulus menyapa diri. Senyum dari pemilik
wajah ayu yang kuyakin senantiasa terbasuh wudhu. Busananya sederhana dan ah,
kerudung khas itu selalu saja berkelebatan dalam ingatan dan tak mau beranjak
pergi. Lihatlah, dirimu begitu mempesona. Urusan umur memang kau lebih muda,
tapi kuperhatikan semangat belajarmu di atas rata-rata teman seumuranmu.
Aku memang tipe orang
yang suka berkompetisi. Aku selalu berusaha untuk mendapat sederet prestasi
sejak aku duduk di bangku MI dahulu. Dan hal itu masih terus kubawa sampai saat
ini. Tak terkecuali ketika aku mengenalmu dengan segala kelebihan yang kau
tunjukkan, aku selalu menjadi manusia yang nomor satu, dan kutahu sekarang aku
punya sparing partner yang sempurna, kamu.
Beberapa waktu
gunjingan kisah cinta kita berdua mencuat dan menyebar dengan begitu cepat.
Tapi hal itu tidak pernah mengendorkan semangat belajarmu sedikit pun, terlebih
marah. Kau tanggapi mereka dengan lekuk pipi indahmu itu. Aku ingin katakana bahwa
memang saat itu aku suka padamu. Aku suka semangatmu, aku suka wajah cantikmu,
aku suka cara berkerudungmu, sikapmu dan apa pun yang melekat pada dirimu. Ada
yang mencibir, “ah, sudahlah, untuk apa kau main cinta-cintaan? Lebih baik
belajar dengan serius!”. Kukatakan padanya “memang usia kita beda, tapi
cinta soal hati”.
Setahun kita kenal lalu
pada akhirnya kau putuskan untuk pindah sekolah. Satu sisi aku senang karena
pesaingku berkurang satu, kamu. Tapi ada ruang dalam hati yang terus berteriak
untuk memintamu tetap tinggal disini. Sejak saat itu tak ada lagi wajah ayu
itu, taka da lagi si otak cemerlang itu, juga taka da lagi yang bisa dengan
sembunyi-sembunyi kulihat wajahnya dari kejauhan. Beberapa saat berikutnya aku
mencoba untuk mengungkapkan apa yang kurasa kepadamu melalui media social.
Jawab kau, “sudah, nanti saja membahas itu, sekarang lebih baik fokus
belajar aja dulu. Takutnya kamu ngomong seperti itu sekarang tidak berlandaskan
cinta, tetapi tak lebih dari nafsu.”. Kurenungkan nasihatmu dan mulai saat
itu kuputuskan untuk melangkah mantap menata masa depan cerah. Tak masalah
sekarang masih sendiri, mungkin Allah membiarkanku berprestasi dengan mandiri,
baru di kemudian hari dihadirkan sosok pelengkap hati, melangkah beriringan
menuju syurgaNya dengan pasti.
M. Amin | 6 Feb 2017