“Kamu
itu tidak usah sok-sokan karena masih baru disini. Sudah ikuti saja aturannya,
apa kamu mau dipecat?”
Pernahkah
Anda merasakan bagaimana sakitnya dicela orang lain? Saya yakin setiap kita
pernah merasakannya. Penulis pun pernah. Maka, bagaimana respon Anda terhadap
celaan orang lain itu? Marah? Kesal? Mencaci maki orang yang mencela Anda?
Mungkin
saja sebagian kita ada yang seperti itu. Tapi bagi saya pembalasan yang baik
adalah melalui sebuah karya. Ulama zaman dahulu senantiasa mengungkapkan
pemikirannya yang tak jarang bertentangan dengan ulama sezamannya dengan
menuliskannya dalam sebuah buku. Maukah kita mengikuti jejak mereka? Setidaknya
tidak membalas keburukan orang lain dengan keburukan yang sama atau bahkan
lebih besar dari keburukan sebelumnya.
Dengan
hadirnya sebuah karya, maka orang-orang yang mencela kita beberapa saat lalu
tentu akan bungkam dengan tanpa kita suruh sekali pun. Mereka akan tercekat
takjub mengetahui bahwa kita mampu melakukan lebih dari mereka. Mereka akan
merenung sejenak, entah selanjutnya berhenti memaki kita atau bisa jadi masih
dengan kemarahannya yang sama menuliskan karya yang fenomenal untuk menandingi
karya kita. Tak apa. Tak usah risau. Itu jauh lebih baik daripada kita
bermusuhan sepanjang waktu dengan mereka. Tentu kita tidak mau kehidupan kita
yang sudah tenang sentausa direcoki oleh kemarahan mereka yang mengobrak-abrik
kehidupan kita. Karena sesungguhnya kemarahan tersebut bila kita tanggapi
dengan hal yang sama akan menghasilkan kemarahan yang lebih besar. Efeknya
tidak hanya kita yang merasakannya. Keluarga dekat kita, tetangga, teman-teman
di sekitar kita akan kena imbasnya. Tidak pernahkah kita merenungkannya. Maka,
mulai saat ini, jangan lagi ada balasan-balasan celaan dan kemarahan kepada
orang yang menggunjing kita. Tunjukkan kepada mereka bahwa karya-karya kita
akan membuat mereka terpana. Doakan mereka supaya segera sadar dan mau diajak
ke jelan kebaikan. Semoga setiap kita senantiasa mampu menebar kebermanfaatan
bagi sesama.
M. Amin | 27 Mar 2017