“Ndra, dateng
ya di resepsi nikahanku besok Ahad bareng temen-temen.” Tangan Indra
sedikit gemetar menerima undangan resepsi seorang yang pernah singgah di
hatinya.
###
Sore itu, Indra menikmati hujan yang turun dari balik tirai kamar sejak
setengah jam yang lalu. Gemericiknya menerbangkan lamunan pada memori beberapa
tahun lalu ketika masih menjalin kasih dengan Siti.
Indra dikenal dengan sederet prestasi mentereng. Berbagai organisasi kampus
diikuti, aktivitas hariannya mulai dari kuliah reguler, rapat organisasi, dan
segala macam ajang dan kompetisi. Semua dijalani dengan sungguh-sungguh.
Belajar dengan serius sudah menjadi kebiasaan sejak bangku sekolah dasar. Tak
mau lagi ia menyia-nyiakan masa muda untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.
Untuk masalah asmara, Indra memang tidak selihai teman-temannya. Ia terlalu
fokus untuk menyelesaikan kuliah tepat waktu dan berusaha membuat orang tuanya
bangga dengan segudang prestasi. Pria ini memang sedikit kuper, tapi bukan
berarti tidak punya teman. Kawan fakultas dan organisasi mengenalnya sebagai
seseorang yang selalu bisa memberikan solusi atas masalah-masalah yang mereka
hadapi.
###
Di bawah temaram lampu, di penghujung bulan kedelapan lima tahun lalu kisah
asmaranya dimulai. Indra terlihat sibuk menyelesaikan tugas orientasi bersama
teman sekelompoknya. Malam semakin larut dan tampaknya karya akan segera
selesai. Kemudian berjalan-jalanlah ia sekadar untuk mencari udara segar seraya
mengamati hasil karya kelompok lain. Matanya tiba-tiba terhenti pada sosok
wanita yang terduduk di tepi lapangan. Sepertinya Indra mengenalnya.
Dihampirilah gadis itu,
“Assalamualaikum”
“Waalaikumussalam”
“Kok mbak nggak ikut mbantu kelompok untuk ngerjakan karya?”
tanya Indra.
“Ehm, kayaknya sudah mau selesai tuh, ya aku buat resume buku aja”
“Ngomong-ngomong namanya siapa?”
“Siti, kamu?”
“Kenalin aku Indra, Mbak kelompok berapa?”
“Kelompok 4, kamu?”
“Eh, sama dong.”
“Oh ya, …” Siti sedikit kaget ketika mengetahui Indra satu kelompok dengannya.
“Ya, ehm, boleh ikut ngeresume juga nggak?” Tanya Indra sedikit
malu-malu.
“Ya, boleh”
“Tapi aku nggak bawa kertas sama pulpen, boleh pinjem?”
“Ini…” Siti menyodorkan kertas dan pulpen kepada Indra.
Mereka pun terlibat percakapan yang cukup seru sambil meresume buku yang
dibagikan beberapa saat lalu.
“Kamu jurusan apa?” Tanya Indra.
“Psikologi, kamu?”
“Pendidikan Bahasa Arab”
“Oh…”
“Boleh minta nomer gawai?” Ucap Indra sedikit canggung.
“Ini…” Siti menyerahkan kertas berisi nomor gawainya kepada Indra.
Indra menerima secarik kertas itu dan menyimpannya di saku. Sampai di kamar
nanti, akan dia simpan nomor itu di kontak gawainya.
***
Sejak saat itu, Indra dan Siti lebih sering berkomunikasi lewat pesan singkat
dan whatsapp. Keduanya pun sering terlihat berjalan bersama. Entah
ketika berangkat kuliah atau seusai kuliah di siang hari. Intensitas pertemuan
keduanya semakin sering. Teman-teman Indra merasakan ada yang berubah darinya
semenjak kenal dengan Siti.
Indra masih terus berkutat dengan tugas-tugas kuliah dan organisasi yang hampir
setiap hari menumpuk. Begitu pun dengan Siti, meski ia tidak mengikuti banyak
organisasi seperti Indra. Dirinya memaklumi kalau lelakinya semakin sulit
diajak bertemu barang sekejap. Tetapi sungguh, Indra masih terus mencintai Siti
sebagaimana jatuh cintanya pertama kali di malam puncak orientasi mahasiswa 5
tahun lalu.
“Ndra, bisa bantu nyariin anak yang kesulitan belajar nggak? Aku
lagi butuh banget nih buat tugas UAS 3 hari lagi. Seingetku kamu pernah cerita
tentang organisasi sosial yang setiap Sabtu mengajar anak-anak kurang mampu.” Pinta
Siti kepada Indra.
“Ya, aku pun mengajar di sana. Nanti aku bantu. Nanti malam kuhubungi pihak
sana untuk mempersiapkan anaknya, semoga besok kita bisa ke sana bareng” Jawab
Indra enteng.
“Makasih, Ndra.”
“Sama-sama.”
Di suatu senja bergelayut awan hitam, mereka bersepakat untuk menuju sekolah tempat
biasa Indra mengajar setiap Sabtu sore. Rintik hujan menghiasi pertemuan mereka
berdua. Indra berkesempatan untuk berfoto bersama Siti usai penelitian singkat
itu. Satu momen yang sudah cukup lama tertulis dalam dream list-nya
namun tak kunjung menjadi nyata.
Bagi Indra, kebahagiaan Siti adalah segalanya. Apa pun akan ia lakukan selama
itu membuat Siti tersenyum dengan ceria. Bahkan, dengan penuh kerelaan
ditinggalkan sejenak tugas-tugas organisasi yang diembannya demi Siti.
###
Pertemuan mereka berdua yang terkesan begitu-begitu saja pada akhirnya membuat
Siti dan Indra hanya berjumpa ketika tidak sengaja berpapasan di perpustakaan,
parkiran motor, atau koperasi kampus. Selebihnya, tak ada usaha dari keduanya
untuk merekatkan kembali komitmen-komitmen masa lalu. Indra semakin disibukkan
dengan amanah organisasi yang harus diemban. Sedangkan Siti sedang fokus
mempersiapkan tugas akhirnya.
Sesungguhnya Indra masih begitu menyayangi Siti, tetapi tak pernah mampu
diungkapkannya dengan berani di hadapan kekasihnya meski hubungan mereka
sebagai teman yang saling membantu satu sama lain telah berjalan selama dua
tahun. Indra hanya berani menawarkan bantuan kepada Siti ketika gadis tersebut
memang membutuhkan bantuannya. Ia tak pernah mengemis cinta darinya. Segala hal
yang dilakukannya sampai saat ini belum mampu membuat sang gadis sadar bahwa
sang pria mencintainya.
Benih-benih cinta itu telah ada di hati Indra. Tetapi ia cukup takut
kalau-kalau rasa yang sama tidak dimiliki oleh Siti. Rasa takut terluka
menghinggapi pikirannya. Pada akhirnya perasaan cinta hanya mampu dipendam dan
ditumpahkan melalui puisi-puisi panjang yang ditulis di blog pribadi setiap
hampir setiap hari. Indra terlalu banyak berharap pada pujaan hatinya. Ia
selalu menunggunya tahu bahwa memang ia begitu mencintainya. Tetapi nyatannya,
cinta diam-diam Indra tak pernah mampu terbaca dengan sempurna oleh Siti.
Dirinya kadang benci dengan ungkapan yang mengatakan bahwa cinta harus
diungkapkan dengan kata-kata di depan orang yang disuka. Tak bisakah dengan
cara lain?
###
Hubungan Indra dan Siti jika diperhatikan memang baik-baik saja. Tapi siapa
sangka bahwa kisah mereka dipenuhi dengan kebosanan dengan rutinitas yang
begitu-begitu saja. Segalanya tampak semakin berbeda ketika Indra kenal dengan
gadis satu jurusan bernama Rahma. Pertemuan mereka diawali ketika Indra harus
mengantarkannya ke tempat di mana laporan pertanggungjawaban himpunan jurusan
mereka diadakan. Saat itu sudah menginjak semester 5. Malam itu, LPJ berjalan
seperti biasa. Karena belum salat Isya, Rahma mengingatkan Indra untuk segera salat
Isya di musala. Segera ia ambil air wudu dan menunaikan salat Isya. Tak
disangka, di musala sudah ada Rahma yang juga belum melaksanakan salat Isya.
Akhirnya, Indra mengimami Rahma salat Isya malam itu. Segalanya berjalan begitu
saja seolah tak ada sesuatu yang spesial di antara mereka berdua.
Dalam hati kecil Indra, diingatkan salat Isya oleh Rahma malam itu begitu
spesial. Satu nasihat orang tuanya yang senantiasa terngiang di telinganya
adalah supaya salat fardu tepat pada waktunya. Ia merasa seseorang yang
mengingatkan salat adalah seseorang yang istimewa. Sebuah ceramah yang
mengatakan bahwa jika kau mencari calon istri, maka carilah yang agamanya baik.
Menurutnya, salah satu ciri baiknya agama seseorang bisa dilihat dari salatnya.
Sejak malam itu, diam-diam Indra memendam rasa suka kepada Rahma. Meskipun di
pihak lain tidak timbul rasa yang sama sampai pada suatu saat Indra bercerita
sendiri kepadanya bahwa ia benar-benar mencintainya. Rasa itu terus tumbuh
berkembang bak bunga di halaman yang tersiram hujan hampir setiap hari.
###
Indra, Siti dan Rahma telah sampai pada semester tujuh. Semester kala mahasiswa
benar-benar dibingungkan dengan judul skripsi hampir sepanjang hari. Beruntung
ketiganya dapat melewatinya dengan sempurna. Indra dan Siti sudah semakin
jarang berjumpa kecuali ada perlu saja. Sedangkan Indra dan Rahma tampak
semakin dekat dari hari ke hari mengingat pertunjukan drama untuk tugas akhir
semakin di depan mata. Keduanya sering terlibat perbincangan-perbincangan
hangat. Entah seputar drama maupun seputar kehidupan pribadi. Teman-teman Indra
dan Rahma pun merasakan bunga-bunga cinta yang tumbuh di antara mereka berdua.
Tetapi mereka lebih banyak diam dan tak berani mengatakannya kepada yang
bersangkutan.
Indra masih belum melupakan Siti sepenuhnya. Bagaimana bisa melupakan seorang
wanita yang dikenal dan telah bersama dalam rentang waktu yang cukup lama
begitu saja? Tidak mungkin. Meski kini hubungan mereka semakin renggang bukan
berarti keduanya memutus silaturrahmi begitu saja.
Hingga pada suatu hari, beberapa jam sebelum pertunjukan drama dimulai, Indra
bertemu dengan Siti,
“Siti, nanti malem kan malam pertunjukan drama jurusanku, aku boleh pinjam
kerudung merah polosmu nggak? Aku butuh nih.”
“Ehm, boleh aja sih.”
“Ok, nanti sore kita ketemu ya di gedung B.”
“Ya …”
Sore harinya mereka bertemu. Hujan deras membasahi kampus hijau itu. Indra pun
dengan gusar menunggu kekasihnya di gedung B sejak tadi. Ia takut kalau gadis
itu basah kuyup kehujanan karena tidak membawa payung. Akhirnya keduanya
bertemu di pintu masuk gedung B dekat basement parkir motor.
“Assalamualaikum.” Sapa Indra.
“Waalaikumussalam”
“Udah lama nunggu?”
“Barusan kok.”
“Oh, aku kira kamu tadi di lantai 1 sampai aku cari ke mana-mana kok nggak ada.
Eh, nggak tahunya di lantai 2.”
“Iya, hujannya deres banget sih, jadi aku langsung ke sini aja, lebih deket”
“Oh, … ya gak papa.”
“Ini kerudungnya…”
“Terima kasih. Oh, ya. Nanti malem dateng lho ya. Tonton aku main drama. Ok?”
“Ya, InsyaAllah dateng kok. Eh, tapi kalau aku dateng takutnya hujan lagi kayak
sore ini. Nanti kasihan yang main, yang nonton juga. Kan setiap kita bertemu
pasti hujan, ya nggak?” Kata Siti sambil sedikit menyunggingkan
senyum indah di bibirnya.
“Hehe, Insya Allah nggak. Kan hujannya udah diganti sore ini.”
Perbincangan mereka terus berlanjut sembari menanti hujan reda. Tak terasa
setengah jam sudah mereka bercakap-cakap ke sana-kemari hingga akhirnya
keduanya saling undur diri. Di seberang sana, teman-teman Indra memandangi
Indra dan Siti dengan sedikit tertawa sambil terus berlalu begitu saja. Hal itu
membuat keduanya sedikit malu.
###
Waktu dengan cepat berlalu. Menerbangkan mimpi-mimpi dan membiarkannya berubah
nyata atau hilang begitu saja. Sampailah Indra, Siti, dan Rahma di semester
penghujung kala mereka harus segera menyelesaikan kuliah di kampus hijau. Indra
dan Rahma sering sekali bertemu untuk menyelesaikan skripsi mereka. Keduanya
bahu-membahu menyelesaikan skripsi. Indra tahu bahwa Rahma merasa sedikit
kesulitan. Meski lulusan MA, tetapi kemampuan bahasa Arab gadis itu masih belum
mumpuni. Tidak seperti Indra yang sudah sangat terbiasa dengan bahasa Arab.
Maka, mau tidak mau ia merasa perlu dibantu oleh Indra. Rahma juga menemani
Indra melakukan penelitian di sebuah sekolah yang berjarak 1 jam dari kampus.
Itu semua dilakukan sebagai bentuk balas budi atas apa yang telah Indra lakukan
padanya sampai saat ini. Sejauh ini mereka berdua tampak seperti teman yang
saling menguatkan.
Sayang sekali Rahma tidak pernah membaca tanda-tanda bahwa Indra suka padanya.
Padahal di lain pihak, Indra begitu cinta padanya, meski belum sepenuhnya
melupakan Siti di hatinya.
Masa-masa sidang skripsi pun dilalui oleh Indra dan Rahma dengan sempurna.
Berkat kerja sama yang baik, keduanya dapat menyelesaikan kuliah di kampus
hijau dan mendapat gelar sarjana dengan selang beberapa hari saja. Kebahagiaan
begitu jelas terpancar dari wajah keduanya. Maka, sebagai bentuk penyemangat,
Indra memberikan selempang bertuliskan nama Rahma, lengkap dengan gelar
sarjananya. Tak lupa diberinya buket bunga yang dipesan beberapa hari dari
teman satu organisasinya. Sesungguhnya tak ada tujuan lain di benaknya selain
untuk mengucapkan selamat kepada gadis itu karena akhirnya gelar sarjana mampu
diraihnya setelah usaha keras yang dilakukannya selama ini bersamanya. Namun,
sang gadis menangkap sesuatu yang berbeda pada diri Indra. Ia mengira Indra
ingin menembaknya di hari kelulusan sidang skripsi. Sejak saat itu, Keduanya
tak pernah terlibat percakapan meski hanya lewat media sosial sekalipun.
Melihat gelagat itu, Indra merasa apa yang dilakukannya telah ditangkap dengan
salah paham oleh Rahma. Ia ingin menjelaskan dengan gamblang duduk masalahnya.
Tetapi, sang gadis selalu menolak untuk diajak bertemu. Selalu hadir seribu
satu alasan agar tidak bertemu dengannya. Bahkan, ucapan mohon maaf di hari
raya Idulfitri pun tak pernah dibalas. Indra kadang heran, tetapi lama-kelamaan
ia bisa memahami mengapa gadis itu tidak pernah mau berkomunikasi dengannya
lagi.
Di lain pihak, hubungan Indra dengan Siti terlihat semakin jelas. Pertengahan
Ramadhan, ketika menyelesaikan revisi sidang skripsinya. Indra sempatkan
mengirimkan pesan singkat kepada Siti menanyakan kabar. Selain itu, ia juga
ingin menanyakan kejelasan hubungan mereka berdua. Hal ini disebabkan terdengar
kabar burung dari banyak teman-temannya bahwa Siti sudah bertunangan dengan
seorang dosen.
“Assalamualaikum, bagaimana kabarnya Siti?”
“Waalaikumussalam, alhamdulillah baik.”
“Langsung saja, aku mau menanyakan satu hal penting. Mungkin ini cukup sensitif
buat kamu. Tapi jawablah dengan jujur. Aku siap menerima apa pun jawabannya.”
Lama Siti tidak menjawab. Pesan Indra baru dijawab pada
keesokan harinya,
“Ehm, tanya apa?”
“Apa kamu sudah dilamar seseorang?”
“Ya, alhamdulillah seminggu lalu.”
“Oh, alhamdulillah deh kalau begitu. Semoga menjadi keluarga sakinah mawaddah
wa rahmah ya.” Jawab Indra dengan hati yang cukup tegar.
“Terima kasih.”
Dan benar, sejak pesan singkat terakhir itu segalanya jelas sudah. Hubungannya
dengan Siti sudah benar-benar harus berakhir. Gadis yang dikenalnya lima tahun
lalu telah dilamar orang. Kini harapannya ada pada Rahma. Harapannya Rahma mau
mendengarkan penjelasannya mengenai buket bunga di hari kelulusan sidang
skripsinya tempo hari.
Namun, usaha Indra sia-sia belaka. Rahma sudah benar-benar menutup hati
untuknya. Sungguh, Indra tidak berharap banyak padanya. Cukup mendengarkan
penjelasan singkatnya, lalu terserah bagaimana selanjutnya.
###
Hari wisuda pun tiba. Indra dinobatkan sebagai wisudawan terbaik di jurusan,
fakultas dan juga kampusnya. IPK-nya nyaris sempurna. Indra bersyukur kepada Allah
bahwa hari itu ia begitu bahagia. Ia buktikan pada kedua orang tuanya bahwa
keduanya patut berbangga telah melahirkannya ke dunia. Namun, bagi Indra ada
sesuatu yang kurang di hari bahagia itu. Apalagi kalau tidak hatinya. Hatinya
masih saja kosong tak berisi. Keinginan untuk berfoto bersama Siti di hari
wisuda lenyap sudah. Di sisi lain, kehadiran Rahma di akhir masa studi
membuatnya enggan untuk melakukan itu semua. Pada akhirnya, dipilihnya
organisasi yang telah memberikan banyak pengalaman berharga untuk mengarungi
kehidupan selanjutnya. Sambutan meriah datang dari teman-teman organisasinya
yang selama ini banyak ia lupakan. Selama beberapa bulan terakhir, perhatiannya
ditujukan pada Rahma, padahal di sisi lain ada banyak orang lain yang sungguh
lebih peduli padanya daripada gadis yang sempat mengisi hari-harinya tersebut.
Siti masih sempat mengirimkan pesan melalui BBM kepada Indra. Ia ucapkan
selamat kepadanya atas prestasi wisudawan terbaik yang dicapai. Dibalasnya
dengan ucapan terima kasih karena telah menemaninya selama empat tahun. Rentang
waktu yang tak mungkin bisa dilupakan begitu saja oleh Indra. Ia juga berharap
semoga Siti menjadi calon istri salehah bagi suaminya kelak.
Pada akhirnya Indra menyadari bahwa kenangan-kenangan bersama Siti dan Rahma di
masa lalunya memang sengaja dihadirkan Allah untuk membuat hatinya tegar menghadapi
cinta yang salah. Kini ia paham bahwa segala sesuatu yang terjadi telah
digariskan dan penuh dengan hikmah berharga. Kini dirinya siap untuk berubah
menjadi lebih baik. Impiannya untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
terjawab dengan beasiswa pascasarjana yang diberikan oleh rektor. Ia tak
menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Setelah semua kejadian empat tahun di kampus hijau dengan berbagai lika-liku di
dalamnya, termasuk kisah-kisah asmara yang pernah ia bangun dengan Siti dan Rahma
membuatnya yakin bahwa jodoh terbaik tidak didapatkan melalui cara-cara yang
tidak diridai oleh-Nya. Kini, ia fokus untuk memperbaiki diri, memantaskan diri
di hadapan-Nya agar kelak dihadiahi jodoh terbaik sesuai versi-Nya di waktu
yang benar-benar tepat. Telah dirancang dengan baik impian-impian masa
depannya. Impian pribadi dan juga keluarga kecilnya kelak. Ia tak pernah
berhenti merayu Allah untuk senantiasa memperkenankan doa-doa panjangnya di
setiap penghujung salat fardu.
Beberapa saat setelah wisuda, Indra mendapat undangan resepsi pernikahan Siti
dengan calon suaminya. Ia benar-benar berbahagia mendengarnya. Telah tertulis
janji dalam hatinya untuk menghadiri pernikahan “mantan-mantan” nya. Tetapi
karena hari itu ada ujian di kampus, Ia tidak dapat menghadiri resepsi
pernikahan Siti. Doa-doanyalah yang mengalun indah. Berharap semoga Siti dan
calon suaminya menjadi keluarga yang berkah. Sebuah keluarga sakinah mawaddah
warahmah dan dikaruniai keturunan saleh salehah.
Indra pun mendengar kabar dari teman-teman dekatnya bahwa Rahma sekarang sedang
sibuk bekerja. Setelah sempat gagal di ujian masuk pascasarjana bersamanya
beberapa waktu lalu, ia memutuskan untuk bekerja dan membantu adiknya untuk
bisa kuliah gratis di kampus yang sama dengannya. Indra begitu senang
mendengarnya. Ia berharap semoga Rahma selalu dalam lindungan Allah kapan pun
dan di mana pun ia berada.
###
Indra tersadar dari lamunan
panjangnya. Suara azan Maghrib tidak begitu terdengar jelas dari kamarnya yang
berukuran 3x3 meter karena hujan masih deras mengguyur kampung. Kenangan kisah
masa lalu akan disimpannya dengan rapi. Kenangan ada, tidak untuk dihapus.
Hanya perlu diikhlaskan begitu saja agar kehidupan dapat terus berjalan
sebagaimana mestinya. Jangan sampai seseorang hidup di masa sekarang, tetapi
pikiran dan hatinya senantiasa terjebak di masa lalu.
M. Amin | 23 Maret 2017
#day02 of #100 writings #23032017