Kembali Ke Atas
Beranda
Menuai Hikmah Patah Hati
Dilema Rasa
Muhammad Amin Muhammad Amin
Maret 18, 2017

Dilema Rasa


            Kasih, di tengah rinai ini, tiba-tiba saja pikiranku membayangkan semangkuk mie kare di hadapan kita berdia. Disana juga tersaji segelas coklat panas yang siap kita santap. Dinginnnya hujan di luar sungguh tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan dinginnya sikapmu padaku sejak terakhir kali kita bertemu. Aku masih terus mengingatmu di sela-sela kesibukan kuliah dan tugas mengajarku. Kasih, dimana kau berada sekarang? Jujur, aku rindu. Rindu teramat dalam padamu. Semoga kau baik-baik saja di mana pun kau berada.

            Bayanganku melintas batas ruang dan waktu di masa depan. Kita kembali bertemu di kedai sederhana belakang kampus. Segelas teh hangat yang kita nikmati berdua menambah keromantisan suasana. Memang tidak seperti coklat panas yang kuseduh saat ini. Tapi setidaknya bersamamu di kedai itu membuat segalanya terasa hangat di tengah rinai yang begitu dingin. Masih ingatkah kau pada masa-masa perjuangan itu? Kuharap kau mau mengingatnya barang sejenak. Entah untuk sekadar kembali menyapa kenangan itu, atau bahkan memenjarakan diri pada kenangan masa lalu.
            Kunikmati perjalananku siang itu. Tampaknya hujan akan segera reda. Cipratan genangan-genangan air di jalan raya menyapa wajah dan tubuhku. Dan kau tahu, selalu saja mengingatkanku padamu pada beberapa masa yang lalu. Maukah kau kembali bertukar ide-ide untuk kemajuan bangsa bersamaku? Maukah kau menapaki terjal kehidupan zaman akhir ini? Mau atau tidak itu terserah padamu. Setidaknya aku telah mencoba mengajakmu dan meyakinkanmu semampuku.
            Aku tidak akan pernah marah bila kau bersumpah serapah di hadapanku. Silahkan saja. Aku lebih senang seperti itu. Sebab itu tandanya kau masih peduli terhadap rasa yang pernah kita semai bersama. Tidak seperti sekarang. Dinginnya sikapmu membuatku serba bingung. Aku tak mampu berbuat banyak. Tidak bukan tanpa alasan. Tetapi aku takut membuatmu terluka untuk kedua kalinya. Aku tak mau melakukan hal itu.
            Bersama sisa-sisa hujan disana-sini aku terus melangitkan doa baik untuk kita berdua. Karena kutahu salah satu waktu mustajabahnya berdoa adalah tatkala hujan masih menghujam bumi. Disini, aku masih dengan sabar menantimu kembali. Entah kembali bersamaku, atau mungkin membawa kabar bahagia, setidaknya bagi dirimu sendiri. Sadarlah sayang, aku masih terus menunggu. Hati ini masih terbuka untukmu. Asal kau mau membersamaiku sampai akhir nanti. Sekali lagi, kutunggu kau di batas waktu.


M. Amin | 18 Mar 2017 

Penulis blog

Muhammad Amin
Muhammad Amin
Dosen Bahasa Arab UIN Sunan Gunung Djati Bandung, penulis, pemerhati pendidikan dan bahasa, siniar, IT enthusiat

Terima kasih sudah berkunjung. :)