“Mas, kenapa kamu jatuh hati padaku?”
Satu pertanyaan yang datang tiba-tiba. Membuatku terdiam sejenak, menarik napas dalam sambil berpikir jawaban apa yang kira-kira paling pas untuk dilontarkan.
“Kamu mau jawaban berdasarkan logika atau hati?”
“Ya, itu terserah Mas saja. Dua-duanya juga boleh kok.”
“Kalau secara logika, barangkali jawabannya adalah karena cara berkerudung Adik yang Mas suka. Mungkin juga karena terasa klik aja pas kita ngobrol. Jadi, kesannya selalu ada yang bisa dibahas pas ketemu.”
“Oh, gitu ya. Nah, kalau alasan berdasarkan hati seperti apa?”
“Kalau alasan mencintai berdasarkan hati ya nyaman aja pas di dekat Adik. Alasan hati memang sulit diungkapkan dengan kata. Sepertinya alasan logika mencoba menjelaskannya agar masuk akal.”
“Lantas, menurut Mas haruskah alasan mencintai selalu masuk akal?”
“Masalah masuk akal atau tidak, itu tidak terlalu penting. Yang penting Mas menerima Adik apa adanya. Ya sesederhana itu.”
Alasan mencintai kadang tampak begitu sederhana. Bila diungkapkan, kita sendiri merasa malu mengakuinya. Belum lagi kalau diketahui orang lain. Mereka biasanya berkata, “Kok bisa sih mencintai hanya dengan alasan seperti itu?”
Namun, ini soal hati. Ini soal rasa. Ketertarikan seseorang tidak bisa dipaksakan harus karena satu hal. Bisa jadi bagi satu orang akan beralasan A, tetapi orang lain akan beralasan B, C, atau D. Itu lumrah saja.
Alasan mencintai bisa jadi sederhana, tetapi pastikan ketika sudah menjatuhkan pilihan kepada siapa pun, berkomitmenlah untuk setia dan jangan pernah mengambil kesempatan untuk berpaling.