Bekerja di sebuah institusi pendidikan yang
sudah punya “nama” tentu amat berbeda dengan bekerja di tempat yang notabene
masih pada taraf “membangun”. Seorang pemuda yang bekerja di tempat yang begitu
bonafit pun merasakan perbedaannya.
.
Setiap tanggal 20 tiap bulan ia terima gaji
dari pekerjaannya mengajar di ma’had. Ia senantiasa bersyukur atas apa yang ia
capai sampai saat ini. Sebagian dari gaji tersebut sudah barang tentu ia tabung
untuk berjaga-jaga suatu hari ada sesuatu yang tidak diinginkan. Sebenarnya,
seusai menjadi sarjana, di tanah kelahiran sang pemuda, begitu banyak institusi
yang membutuhkan tenaganya. Tetapi, pilihannya jatuh pada kuliah pascasarjana
di jurusan yang sama dibarengi dengan mengajar di ma’had. Bukan karena ia tidak
mau kembali ke tanah kelahirannya, tetapi menurutnya tanah kelahirannya belum
cukup mampu untuk mengembangkan keilmuan yang dimilikinya. Kelak, bila ia
menganggap semuanya sudah cukup, ia pasti akan kembali membangun tanah
kelahirannya sesuai bidang yang ia tekuni.
.
Ada hal yang mengusik sang pemuda selama
bekerja di ma’had tersebut. Ia amati bahwa guru-guru pengajar di madrasah
(tempat ma’had tersebut berada) hampir tidak pernah berganti sejak ia masih
sekolah di madrasah sampai bekerja di instansi yang sama. Bahkan, beberapa guru
menyekolahkan anaknya di sekolah yang sama (tempat ia bekerja). Bukannya
menyalahkan, tetapi menurut sang pemuda hal tersebut bila diteruskan bisa jadi
berbahaya. Kenapa? Sebab terlalu nyaman dengan segala fasilitas yang ada.
Gurunya tak pernah berganti sampai benar-benar pension, sehingga tak terasa ada
peremajaan pada sisi pengajar madrasah.
.
Seiring berputarnya zaman, tentu peremajaan
struktur pengajar amat dibutuhkan. Kalau memang bersikukuh tidak mau melakukan
peremajaan, maka para generasi “lama” harus mau merubah diri mengikuti apa-apa
yang menjadi tuntutan zaman dalam hal pendidikan. Hal inilah yang kerap kali
belum terlalu diperhatikan oleh para guru. Workshop diadakan sekadar mengisi
waktu luang dan mengejar THR menjelang idul fitri. Raker diadakan, namun
diikuti dengan malas-malasan sehingga hasilnya sangat sedikit sekali. Memang
tipe yang terakhir ini tidak banyak, tetapi saya yakin ada. Maka solusinya
adalah mari bersama menciptakan iklim kerja kondusif di institusi mana pun.
Jangan sampai zona “nyaman” melalaikan kita dari tanggung jawab dan hanya mau “uangnya”
saja. Semoga kita senantiasa menginstropeksi diri dan memperbaiki diri dari
hari ke hari.
.
@muhamin25 | 20 Juni 2017