Bagi saya, hari ini begitu istimewa.
Pasalnya saya dapat bertemu dengan dosen salah satu mata kuliah di pascasarjana
yang tak lain adalah wali santri yang saya asuh. Ceritanya siang ini saya
sedang membagikan rapot ma’had di depan gedung Alexandria. Satu per satu orang
tua wali berdatangan untuk mengambil serta menanyakan perkembangan anaknya
masing-masing. Saya tanggapi dengan sabar sampai pada akhirnya saya berhadapan
dengan dosen saya.
.
Saya tidak sadar pada awalnya. Dalam hati
saya berkata, rasa-rasanya ini dosen saya, benar tidak ya? Beberapa saat
setelah urusan rapot selesai, kulirik tulisan nama wali dari salah satu anak
asuh saya dan ternyata benar, beliau dosen mata kuliah hadits setengah semester
lalu. Lantas, aku pun berbincang seputar tugas kuliah dan juga perkembangan
anaknya di ma’had. Saya tanggapi dengan penuh rasa ta’dzim. Saya berpikir bahwa
saya disini diberikan amanah untuk memberikan pengasuhan kepada anak dosen saya
sendiri. Kalau hal ini tidak dapat saya laksanakan dengan baik, tentu akan
sangat memalukan diri saya sendiri.
.
Kejadian kedua ketika aku duduk-duduk di
kursi kantor usai shalat dzuhur, tenyata di sana ada Mom Sri, guru TOEFL semasa
sekolah aliyah dulu. Betapa senangnya saya dapat bertemu kembali dengan beliau.
Bersyukurnya lagi beliau masih mengingat wajah saya meski tidak dengan nama
saya. Saya coba buka percakapan dengan basa-basi. Beliau tanggapi dengan penuh
kegembiraan persis masa mengajar pelajaran dahulu kepada saya. Tak dinyana,
beliau pun memperhatikan bagaimana saya melayani salah satu wali santri yang
mengambil rapot. Lantas beliau berkata,
“wah sekarang kamu sudah tambah dewasa ya.
Ketika berbicara dengan wali santri pun sudah begitu profesional”.
Aku tanggapi dengan senyuman sambil
berkata, “ah, biasa saja mom. Hehe.”
.
Sekita pukul satu siang aku meminta tolong
Hamid, teman pascasarjana untuk mengantarkan tugas studi hadits ke resepsionis
pascasarjana. Ternyata menjelang ashar, resepsionis sudah tutup. Akhirnya, kuputuskan
untuk memohon izin kepada dosen (orang tua Adam) untuk mengumpulkan tugas pada
hari Senin. Tak dinyana beliau menjawab dengan enteng, “Santai saja mas. Besok Senin
bias diantar ke rumah saya”. Alhamdulillah. Saya benar-benar bersyukur. Mungkin
ini lantaran pertemuan singkat ketika rapotan tadi sehingga ikatan emosional
antara guru dan murid menjadi lebih luwes tetapi tidak mengaburkan unsur saling
menghormati. Akhirnya, bersyukurlah bila suatu waktu kau diberi amanah
memberikan pengajaran dan pengasuhan anak-anak gurumu dahulu. Anggap saja hal
tersebut sebagai bentuk balas jasa meski mungkin tidak sebanding. Tetapi paling
tidak ada usaha untuk terus memberikan yang terbaik. Waktu terus berjalan, dan bisa
jadi suatu saat anak-anakmu akan diajar oleh anak-anak gurumu. Maka, prinsip
saling percaya, memegang amanah dengan baik harus senantiasa dipegang agar
integritas dan harga diri dapat selalu dimiliki, tidak pupus, apalagi hilang
dari dalam diri.
.
@muhamin25 | 17 Juni 2017