Memasuki usia berkepala dua dan menyandang
gelar sarjana membuat pola pikir terhadap suatu peristiwa menjadi berubah. Mungkin
dulu kuanggap segala yang terjadi ya cukup dinikmati, tak terlalu perlu
diresapi mendalam akan makna-makna dan hikmah di baliknya. Tetapi, kini semua
tampak berbeda. Aku sendiri mencoba untuk menangkap apa yang tak terlihat oleh
kasat mata guna pembelajaran untuk mesa-masa mendatang.
.
Perihal mengenang masa lalu, kukira menjadi
satu hal yang kadang perlu dilakukan. Sebentar saja. Jangan terlalu lama, atau
kembali terjebak pada pusarannya. Pikiranku melayang membayangkan indahnya bias
berkumpul kembali dengan kawan lama. Entah kawan MI, SMP, MA atau bahkan teman
bangku kuliah yang baru setahun lalu berpisah. Namun yang menjadi masalah
tatkala reuni tak lagi sebatas temu kangen. Mengurai masa lalu terkadang
membuat mulut ini tergelincir untuk mengungkit-ungkit kejelekan beberapa kawan,
mungkin juga guru. Meski hanya bercanda dan berlalu begitu saja, tetapi tetap
saja itu bukan hal yang baik.
.
Belum lagi ketika reuni diadakan di sebuah
keluarga besar di kampong usai hari raya Idul Fithri dalam rangka halal bi
halal. Beberapa di antaranya ada sedikit ajang pamer dan saling membanggakan
diri, istri, anak dan keluarga masing-masing. Astaghfirullah. Aku sendiri
kadang merasakan bagaimana hal itu terjadi begitu saja tanpa kusadari. Pada
akhirnya, aku hanya bisa berintrospeksi diri bahwa bagaimana pun mari berusaha
untuk tidak membumbui pertemuan reuni singkat yang belum tentu setahun sekali
terlaksana itu dengan hal-hal yang bisa jadi tidak merekatkan keakraban, tapi
melahirkan perselisihan dan permusuhan. Semoga kita terhindar dari hal-hal
demikian.
.
@muhamin25 | 11 Juni 2017