Kembali Ke Atas
Beranda
Renungan Kehidupan
Kisah Haru Idulfitri Rasulullah
Muhammad Amin Muhammad Amin
Juni 25, 2017

Kisah Haru Idulfitri Rasulullah


Semenjak kemarin petang, gema takbir, tahlil, tahmid, dan tasbih mengalun indah di berbagai penjuru dunia. Tak heran, hari ini adalah Idulfitri kaum muslimin. Kaum muslimin berduyun-duyun menuju tempat salat Idulfitri. Wajah mereka tampak begitu bahagia menyambut hari rayanya setahun sekali ini.

.
Sebelum pergi ke salat Idulfitri disunnahkan untuk sarapan terlebih dahulu sebagai tanda bahwa hari itu umat muslim telah berbuka dari puasa Ramadhan sebulan lamanya. Sepulang dari salat Idulfitri, kaum muslim di Indonesia khususnya akan bersilaturrahim kepada tetangga, sanak saudara, handai taulan, teman, guru, dst. Anak kecil berlarian kesana kemari memamerkan baju mereka satu sama lain.
.
Saya teringat pada satu hadis Nabi yang menceritakan seorang anak yatim yang ditinggal mati orang tuanya sehingga tak mampu berhari raya dengan bahagia seperti kawan-kawan sepermainannya. Lalu, ia pun dihampiri oleh Rasulullah. Anak yatim tersebut berkata,
“Bagaimana aku bisa bahagia, sedangkan orang tuaku telah mati ketika berperang bersama Rasulullah di medan perang beberapa waktu lalu.”
Anak yatim tersebut tidak tahu bahwa ia sedang dihampiri dan ditanya oleh Rasulullah. Lalu Rasulullah menimpali,
“Janganlah menangis nak, maukah bila Rasulullah menjadi ayahmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali menjadi pamanmu, Hasan dan Husain saudaramu?”
Anak yatim tersebut lantas berhenti menangis dan begitu bahagia mendengar penuturan Rasulullah. Lalu, Rasulullah mengajaknya pulang untuk kemudian dimandikan, diberi makan, diberikan baju yang bagus kemudian kembali ke teman-temannya untuk bermain. Sejurus kemudian, temannya bertanya kepadanya,
“Gerangan apa yang membuatmu begitu bahagia?”
“Bagaimana perasaanmu bila Rasulullah menjadi ayahmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali menjadi pamanmu, Hasan dan Husain menjadi saudaramu? Aku mendapatkan kesemuanya sampai-sampai aku ingin menggenggam dunia seisinya.”
“Oh, andai saja orang tua kami meninggal dalam jihad bersama Rasulullah, niscaya kami akan menjadi seperti itu.”
.
Dari kisah tersebut tampak jelas bahwa Rasulullah mengajarkan kita untuk menyantuni anak yatim dan mereka yang membutuhkan. Maka, tidak ada salahnya di hari bahagia ini, kita berbagi kebahagiaan dengan mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Kita cek anggota keluarga kita, sudahkah mereka hidup layak? Apakah saudara-saudara kita yang yatim mendapatkan kehidupan seperti yang kita rasakan? Bila belum, maka berusahalah mulai sekarang untuk memperhatikan mereka. Bila tidak bisa dengan dana, setidaknya berikan sedikit solusi, tawaran pekerjaan, berilah nasihat, hiburan-hiburan dan candaan ringan agar dunianya tak lagi suram seperti sebelum-sebelumnya. Maka, semoga kita nanti dikumpulkan bersama Rasulullah yang jaraknya sebatas jari telunjuk dan jari tengah sebab kita menyantuni anak yatim. Dan semoga hari raya yang kita jalani dari tahun ke tahun senantiasa menuai hikmah yang terus bertambah sehingga menambah ketebalan iman kita kepada Pencipta. Tak hanya seremonial belaka.
.

@muhamin25 | 25 Juni 2017

Penulis blog

Muhammad Amin
Muhammad Amin
Dosen Bahasa Arab UIN Sunan Gunung Djati Bandung, penulis, pemerhati pendidikan dan bahasa, siniar, IT enthusiat

Terima kasih sudah berkunjung. :)