Kembali Ke Atas
Beranda
Islam
Iri yang Diperbolehkan dalam Islam dan Hikmahnya
Muhammad Amin Muhammad Amin
Januari 15, 2021

Iri yang Diperbolehkan dalam Islam dan Hikmahnya

Iri yang Diperbolehkan dalam Islam dan Hikmahnya
15/01/2021 – Iri yang Diperbolehkan dalam Islam dan Hikmahnya (Canva)

Menurut KBBI, iri adalah sikap tidak senang terhadap kelebihan yang dimiliki orang lain. Iri termasuk penyakit hati yang bila tidak segera dihentikan semakin membuat hidup kian sengsara.

Mengapa bisa jadi sengsara? Tentu saja bisa. Hal ini karena setiap waktu, orang yang iri terus saja berpikir bagaimana bisa tetangganya, temannya, atau siapa pun memiliki harta yang banyak misalnya atau memiliki pamor yang hebat pada bidanv tertentu, sedangkan dirinya sendiri tidak.

Ia rela menghabiskan hidupnya mengurusi hidup orang lain. Ia akhirnya lupa pada hidupnya sendiri yang tidak keruan sebab terlalu fokus dengan orang lain. Ia tidak sadar usianya habis dan dirinya begitu-begitu saja, jalan di tempat, jauh ditinggal orang lain yang terus melangkah maju memperbaiki kehidupan hari demi hari.

Namun, dalam Islam ada iri yang diperbolehkan. Apa sajakah iri yang diperbolehkan dalam Islam? Mari kita simak sejenak hadis berikut,

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ عَلَى غَيْرِ مَا حَدَّثَنَاهُ الزُّهْرِيُّ قَالَ سَمِعْتُ قَيْسَ بْنَ أَبِي حَازِمٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Artinya
Telah menceritakan kepada kami [Al Humaidi] berkata, telah menceritakan kepada kami [Sufyan] berkata, telah menceritakan kepadaku [Isma’il bin Abu Khalid] -dengan lafazh hadits yang lain dari yang dia ceritakan kepada kami dari Az Zuhri- berkata; aku mendengar [Qais bin Abu Hazim] berkata; aku mendengar [Abdullah bin Mas’ud] berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak boleh mendengki kecuali terhadap dua hal; (terhadap) seorang yang Allah berikan harta lalu dia pergunakan harta tersebut di jalan kebenaran dan seseorang yang Allah berikan hikmah lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain”.

(H.R. Bukhari no. 71)

Nah, ternyata Islam memperbolehkan iri pada dua hal, yaitu
1. Orang yang diberikan harta lalu harta tersebut digunakan untuk jalan kebenaran, sabilillah.
2. Orang yang Allah berikan hikmah lalu mengamalkan dan mengajarkan hikmah tersebut kepada orang lain.

Mari kita bahas satu per satu.

Mengapa iri kepada orang yang diberi harta lalu dibelanjakan di jalan Allah?

Setiap orang senang dengan harta. Nafsu seseorang selalu menyukai harta, terlebih harta tersebut jauh lebih banyak daripada orang pada umumnya.

Karena harta erat kaitannya dengan nafsu seorang hamba, maka apabila hamba mampu mengelolanya pada jalan Allah, tentu hamba tersebut sudah menjalankan perintah Allah.

Banyak sekali perintah Allah yang menyuruh hamba untuk membelanjakan harta di jalan-Nya, seperti zakat, sedekah, membantu anak yatim dan fakir miskin, beribadah haji dan umrah, dan berbagai amalan lainnya yang berkaitan dengan harta.

Bila hart dibelanjakan di jalan Allah, secara tidak langsung hamba telah membantu syiar Islam semakin tersebar di atas muka bumi ini. Harapannya semakin banyak orang tergerak untuk membelanjakan harta di jalan Allah.

Maka, sudah selayaknya kita iri kepada mereka karena dengan harta, seorang hamba sesungguhnya tidak hanya sedang beribadah secara pribadi, tetapi juga beribadah sosial.

Bayangkan kalau orang yang berharta tidak mau berzakat, tidak mau sedekah, tidak mau berinfak untuk membangun madrasah dan masjid misalnya, tentu saja sisi-sisi sosial kehidupan tidak akan berjalan selaras dengan ibadahnya sebagai seorang pribadi muslim.

Allah swt. menganjurkan umat-Nya untuk menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat, juga menyeimbangkan kehidupan pribadi dan kehidupan sosial. Ibadah-ibadah sosial tanpa disokong harta tidak akan berjalan maksimal.

Mengapa kita iri terhadap ahli hikmah yang mengamalkan hikmah tersebut dan mengajarkannya kepada orang lain?

Disebutkan pada sebuah artikel dari republika.co.id bahwa Rasulullah bersabda, “Hikmah itu adalah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah.” (HR at-Tirmidzi).

Dalam kitab al-Misbah, Al-Biqa’i mengatakan, hikmah adalah mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah, artinya ia adalah ilmu yang didukung oleh amal dan amal yang tepat yang didukung oleh ilmu.

Hikmah juga diartikan sebagai kebijaksanaan. Orang yang bijaksana menyelaraskan ilmu dan amal. Dia tidak mengedepankan ilmu yang tidak diamalkan atau beramal terus, tetapi tanpa memiliki ilmu tentang apa yang diamalkannya.

Ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah. Itulah sebuah perumpamaan yang dibuat bagi ahli ilmu yang tidak mau mengamalkan ilmunya.

Rasulullah pernah bersabda bahwa keutamaan seorang ulama dibandingkan dengan ahli ibadah seperti keutamaanku (Rasulullah) dengan orang yang paling rendah dari kalian. (Musnad Al-Bazzar: sahih)

Maka, kebijaksanaan seorang hamba akan mendorong hamba lain untuk tidak sekadar mengajar ilmu tanpa amal atau sebaliknya, mengejar amal tanpa ilmu.

Keduanya harus seimbang agar amal kita sesuai dengan dalil yang ada, pun agar ilmu kita tidak sekadar jadi ilmu di otak tanpa implementasi nyata pada kehidupan.

Maka, di sini terlihat bahwa irinya seorang hamba kepada dua golongan hamba seperti disebutkan pada hadis adalah bahwa Islam mengajarkan keseimbangan. Keseimbangan ibadah pribadi dan sosial. Keseimbangan ilmu dan amal.

Dengan bekal keseimbangan tersebutlah, diharapkan seorang hamba mampu menjalankan Islam dengan paripurna, tidak berat sebelah sehingga pada akhirnya mampu dicapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Semoga seluruh muslim senantiasa diberi kekuatan untuk istikamah dalam beragama. Terutama dalam kaitannya dengan ilmu lalu diamalkan, beramal dengan ilmu, ibadah pribadi dan sosial yang seimbang.

Wallahu a’lam bis shawaab.

Keep inspiring through writing!

#odopicc #30hbcicc #30haribercerita #indonesiancontentcreator #odopiccday15 #agama #islam #keseimbangan #ilmu #amal #ibadahindividual #ibadahsosial #day43 #15012021

Penulis blog

Muhammad Amin
Muhammad Amin
Dosen Bahasa Arab UIN Sunan Gunung Djati Bandung, penulis, pemerhati pendidikan dan bahasa, siniar, IT enthusiat

Terima kasih sudah berkunjung. :)